Rabu, 03 Februari 2016

EVALUASI SEMESTERAL DIFOKUSKAN PADA DISKUSI KEKERINGAN


Mengakhiri semester I, Program Peningkatan Kapasitas Masyarakat Tani dalam Adaptasi Perubahan Iklim lewat Pendekatan Usaha Tani Berbasis Konservasi dilakukan evaluasi semesteral yang dihadiri oleh 25 Kader Tani dampingan Wahana Tani Mandiri (WTM). Kegiatan ini dilakukan WTM dalam kerjasamanya dengan Miserior Jerman di Pusat Sekolah Lapangan (PUSKOLAP) Jiro-Jaro (01/02).
Direktur Wahana Tani Mandiri (WTM) Winfridus Keupung dalam pembukaan acara mengatakan bahwa “terkait dengan situasi kita saat ini, kita sudah banyak melakukan kegiatan. Jika ada kendala di lapangan kita akan membahas bersama. Namun, kita juga harus memikirkan tentang situasi Sikka saat ini terkait dengan kemarau panjang. Hampir semua daerah NTT sudah mengumumkan darurat bencana, hanya Sikka yang belum membuat pernyataan sikap mengenai permasalahan ini.
Lebih lanjut, Win menggambarkan bahwa beberapa diskusi kami di beberapa forum resmi, kekeringan menjadi sorotan banyak pihak yang mana berdampak luas seperti apa yang dilihat kawan-kawan di lapangan. Untuk itu, saya mengharapkan bahwa diskusi hari ini difokuskan pada beberapa poin penting yaitu, lingkungan Hidup, pendapatan masyarakat, dan apa respon kita?
Kegiatan yang difasilitasi oleh Herry Naif, Koordinator Advokasi, Riset, Pengelolaan lingkungan dan Hasil WTM, mencoba menghantar diskusi agar para peserta memberikan sebuah potret ekologi di wilayahnya. Dengan demikian gambaran akan dampak kekeringan dapat dilihat tentang apa yang sudah direspon warga dapat ditindaklanjuti pemerintah lokal (desa) dan Pemkab Sikka.

Pada acara ini pun, Herry menyinggung soal wacana akan adanya Pertambangan Emas di wilayah Liakutu, Parabubu. Artinya sejak dini harus sudah dipikirkan mengenai strategi dan penguatan bagi warga. Mendengar informasi itu, para peserta menyatakan bahwa kami tidak mau wilayah kami digaruk seperti yang terjadi di tempat lain. Karena tambang hanya meninggalkan masalah bagi rakyat.

POTRET EKOLOGI
Dari diskusi tersebut, para peserta dari kecamatan Mego mengidentifikasi perilaku yang tidak berperspektif penyelamatan lingkungan, seperti: kebakaran Hutan dan lahan pada musim kemarau, kebakaran hutan secara sengaja dan tidak disengaja, Penebangan pohon secara serampangan, Pengambilan material C yang berlebihan tanpa UKL/UPL. Melemahnya aturan adat serta peranan struktur dan lembaga adat tidak berfungsi secara baik.
Herry sedang fasilitisasi Diskusi Kelompok Kecamtan Mego
Sedangkan di kecamatan Tanawawo, dapat diidentifikasi juga bahwa kondisi kawasan Hutan lindung sudah dijadikan lahan garapan masyarakat. Kawasan hutan adat sudah dijadikan lahan garapan karena sebagian masyarakat tidak punya lahan dan fungsi dari pemangku adat tidak berjalan.
Begitupun dengan para peserta dari Kecamatan Magepanda, Kondisi lingkungan kurang teratur (pemukiman tidak tertata, kebersihan kampung tidak terjaga) dan tanaman pohon kurang. Banyak ternak yang dilepas karena baru sebagian yang memiliki kandang. Lahan untuk hutan lindung sudah tidak ada lagi, karena kawasan sudah dijadikan lahan garapan masyarakat. Banyak lahan miring yang tidak ditanami pohon.

DAMPAK KEKERINGAN
Di wilayah kecamatan Magepanda kondisi sangat panas sehingga banyak tanaman yang mati, seperti tanaman perkebunan seperti kakao, kelapa dan pisang. Musim tanam di persawahan terlambat, bahkan gagal panen. Benih terlanjur tua karena kekurangan air bahkan tidak ada air.
Selain itu, di kecamatan Mego masyarakat kekuarangan air untuk mengairi sawah dan air minum untuk konsumsi sehari-hari. Fakta yang ditemukan, di kecamatan Mego bahwa banyak sumber mata airu yang mengalami penurunan debit di enam titik yakni, Ae Sule, Ae Mude, Ae Leko Ta’a, Ae Piri, Eko Watu Api dan Ae Ngaja, Gomo Rena (kering). Sedangkan di Dobo Nuapu'u, ada tiga mata air yang kondisinya baik dan terawat yakni, Ae Lera, Ae Sie, Ae Gare. Di desa Desa Dobo: ada dua mata air yakni Ae Sule dan Nio Sasi.
Sedangkan di Kecamatan Tanawawo, dapat diidentifikasi bahwa ada lima mata air yakni Watu Reta Jawa yang masih dipakai untuk masyarakat Nualako. Pohonya kurang tetapi airnya masih bisa dipakai untuk memenuhi kebutuhan warga sehingga perlu adanya penghijauan. Mata air Ae Rio (terdapat di kampung Nua Muri) yang bermanfaat bagi masyarakat Nua Muri, Watu Gana, Wolonio, Rategatu, Wolo Oja, Wolosoko, Wolosambi dan Nua Gudu. Mata air Ae Wolofai yang terdapat di Wolofai dan dipakai masyarakat Wolofai dan Wologana. Mata air Ae Bebo Kaki yang terdapat di Bebho dan digunakan di kampung Naka Boko. Mata air Lia Niki dan Ae Lokaroka yang ada di Lokaraka dan dikonsumsi oleh masyarakat setempat.
Di Desa Loke ada sumber mata air Rate Bito, Ae Lowo Gomo yang ada di Ratelabhu (musim panas debitnya berkurang), Ae Jita Lo’o, Ae Bubu yang ada di Loda lolo dan merupakan air yang paling bersih, dan Ae Lowo Kenda yang ada di Lia Ju yang debitnya selalu stabil walaupun di musim panas. Sedangkan di desa Renggarasi Mata air Ae Re’a yang ada di Mbeja yang dipakai oleh masyarakat kampung Mbeja, Wurundari dan Lamba Lero. Mata air Udu Kana yang ada di Wolo Kepo dan dipakai oleh masyarakat Wolofeo, Watu Teke, Watu Kuku, Nua tol dan Lia Bheke. Mata air Udu Rongge yang ada di Detu Mage dan digunakan untuk masyarakat Nua Tol. Mata air Lowo wumbu ada di desa
Sedangkan di Kecamatan Magepanda; Desa Done ada 10 mata air: Mata air Lewolere: sudah direalisasikan penanaman dan perawatan secara baik dari pendampingan Wethlands bersama WTM. Kondisi debit air di musim kemarau biasanya mmenurun. Mata air Bajone dan Mata air Ae Au sudah direalisasikan penanaman dan perawatan secara baik. Debit airnya sangat sedikit sehingga di musim hujan pun debit airnya sangat sedikit, sedangkan di musim kemarau Kairnya mengering. Di Desa Reroroja ada 4 mata air; seperti Wolo Koli, Wela Timba, Ae Kepo dan Tenda Ki. Selain itu ada sumber mata air ae keti, ae au, ae owo, di Dusun Koro. Sedangkan di desa Desa Kolisia B dan sumber mata air; Koja deka dan Lengga

REKOMENDASI:
  1. Pembuatan dan perbaikan bendungan dan saluran Irigasi untuk daerah-daerah potensi persawahan di kabupaten Sikka;
  2. Pengadaan sarana pengelolahan hasil sebagai pengembangan usaha-usaha alternatif petani dalam upaya peningkatan pendapatan ekonomi petani;
  3. Penanaman pohon di daerah mata air dan daerah-daerah yang gundul dan kawasan tangkapan air dengan mengidentifikasi pohon lokal yang mendatangkan air;
  4. Perlindungan dan Proteksi terhadap bibit lokal masyarakat dengan melakukan proses pemulian benih;
    5. Menjadikan pertanian selaras alam dengan mengembangkan usaha pertanian terpadu;

Tidak ada komentar:

<marquee>WTM LAKUKAN VAKSIN AYAM DI 3 KELOMPOK TANI DI EGON GAHAR</marquee>

Ansel Gogu (Kader Tani WTM) sedang Vaksin ayam anggota Kel. Tani Egon Gahar, KN , Dalam rangka mendorong sebuah pola budi daya ternak t...