Sabtu, 24 September 2016

Pisang: Dari Budaya sampai Kripik

Oleh: Getrudis Dari

Koordinator Keuangan WTM

Petani, pemilik aset sumber daya yang paling besar. Petani menjadi subjek utama dalam menggerakan dan menghidupi sebuah bangsa. Tiada negara yang hidup dan berkembang maju tanpa sumbangsi petani. Itu berarti, bahwa petani menjadi soko guru perekonomian nasional. Petani menjadi pemenuh kebutuhan primer (pangan) bagi sebuah negara.
Namun secara faktual, ditemukan bahwa petani juga menjadi kelompok rentan akan kemiskinan. Tidak heran, bila dilihat dari grafik kemiskinan petani yang paling banyak mengalami kemiskinan. Padahal, Indonesia adalah negara agraris. Indonesia memiliki luas areal pertanian baik lahan basah (Persawahan) seluas 10,6 juta Ha, dengan produksi padi 57,16 juta ton gabah kering (2007) maupun kering yang sangat luas. Ironisnya, hingga hari ini Indonesia menjadi negara importir hasil pertanian dari bangsa-bangsa lain di Asia.
Ini menunjukkan bahwa petani Indonesia menjadi mayoritas kelompok miskin. Sedikit petani yang mencapai kehidupan yang layak atau memiliki kualitas hidup yang baik. Petani menjadi bulan-bulanan dijerat berbagai problem. Menyikapi fakta ini, ada begitu banyak bantuan yang dimuarakan kepada petani. Bagaimana dapat diukur berapa dampaknya? Ini selalu menjadi pertanyaan para pihak.
Dari fakta ini, disimpulkan bahwa bukankah petani seakan menjadi penadah bantuan? Atau sering orang menyebut petani ibarat pasien yang diterus diinfus. Artinya, tanpa infus maka petani menjadi tak berdaya.
Kebergantungan petani dengan dunia luar sangat besar. Petani yang mandiri terus menjadi cita-cita. Lalu pertanyaannya, kapan petani kita menjadi berdaulat atas diri dan sumber daya alam yang dimiliki? Seyogyanya petani didorong untuk mencapai kemandirian. Tesisnya bahwa petani adalah pemilik lahan. Antitesa petani mengelola lahan menjadi sumber-sumber penghidupan. Lalu, sintesisnya adalah petani berdaulat atas dirinya dan sumber daya yang dimiliki.
Dengan pernyataan sintesis ini, secara empiris petani mestinya bukan hanya menjadi alat pemuas dan pemenuh kebijakan serta kebutuhan para modal dan penguasa. Karen itu, dikenal adanya kemiskinan struktural yang yang tersistem dan terpolarisasi dalam sistem ekonomi kapitalisme yang menggurita. Bahwa yang punya kuasa dan uang mengkapling lahan lebih luas dari petani.
Perlu ada sebuah solusi riil dalam upaya memperkuat posisi tawar petani dalam sistem ekonomi kapital yang terus menggurita. Rakyat harus didorong sebagai produsen dan sekalin menjadi konsumen yang kritis. Bukan sekedar memproduksi tetapi harus secara ekonomi memiliki bacaan dan analisa pasar yang jelas. Petani bisa memprediksi dan secara ekonomi bisa mengkalkulasikan perkembangan ekonomi yang mau diemban dalam menjamin kehidupannya. Lebih dari itu, petani mampu menciptakan kedaulatan terhadap dirinya dan komunitasnya.

Gagasan Dasar

Dalam upaya meningkatkan pendapatan ekonomi petani melalui pengelolaan hasil kebun merupakan sebuah strategi riil yang harus dijalankan. Selama ini, hasil kebun dijual serampangan ke pasar tanpa pengelolaan. Apabila semua hasil kebun itu diolah setengah jadi, maka pendapatan ekonomi akan meningkat seiring meningkatnya jumlah pendapatan yang diterima petani.
Pengolahan hasil sebagai wujud pertambahan (nilai lebih) kepada petani yang perlu digagas bersama. Tanpa pengolahan hasil kebun mereka hanya sebatas produsen dari kebun atau secara vulgar dikatakan bahwa petani hanyalah menjadi penjaga kebunnya para pemilik modal. Karena itu, dalam mendorong peningkatan ekonomi petani, Wahana Tani Mandiri (WTM) bersama petani merefleksikan bahwa saatnya petani perlu mengelola hasil kebun yang ada, pengolahan paskah panen.
Dalam hukum ekonomi, mengawali kegiatan suatu usaha produksi atau bisnis, sebuah perusahaan atau seorang pebisnis, akan mendahulukan keuntungan atau netto dari usaha tersebut. Begitu pun dengan kelompok tani, perlu melakukan analisa ekonomi agar biaya produksi itu lebih rendah dari biaya distribusi dan penjualan.
Nilai pendapatan dari penjualan harus melebihi biaya produksi. Atau dalam kata lain, usaha itu harus membawa (keuntungan/laba) untuk meningkatkan kualitas hidup petani. Usaha atau bisnis tergantung pada bagaimana menjalankannya dan membaca peluang bisnis yang bisa menjanjikan keuntungan yang berlipat ganda.

Secuil Pengalaman bersama Petani

Dalam program “Peningkatan Kapasitas Masyarakat Tani dalam Adaptasi Perubahan Iklim lewat Pendekatan Usaha Tani Berbasis Konservasi” kerja sama WTM dengan Miserior Jerman, telah diidentifikasi beberapa hasil kebun yang ingin dikembangkan sebagai penopang ekonomi keluarga dan kelompok Tani. Para petani dampingan Wahana Tani Mandiri kemudian mengidentifikasi hasil-hasil kebun yang bisa dijadikan sebagai penambah pendapatan petani selain hasil pangan yang diperoleh, agar dikelola dan dipasarkan di pasar-pasar lokal. Ada kelompok yang ingin mengembangkan kelapa, kacang, mente dan pisang.
Pengelolaan hasil kelapa didominasi oleh kelompok tani di dataran pantai selatan sedang pengolahan pisang didominasi oleh kelompok tani di wilayah Mangepanda (pantai utara). Sedangkan kacang-kacangan di wilayah pengunungan (Napu Gera) dan Tuwa. Tulisan ini akan difokuskan pada pengolahan pisang menjadi kripik yang sedang ramai dikembangkan kelompok tani di wilayah Detugau (Mego), Koro dan Done (Magepanda) dan Tuwa (Tanawawo).

Pisang dijadikan Penambah Pendapatan Petani

Pisang merupakan jenis buah yang bisa ditemui dengan mudah hampir di seluruh pelosok tanah air di Indonesia terutama di Kabupaten Sikka. Buah pisang bukan saja enak dimakan, tapi juga kaya akan gizinya. Selain itu rasanya pun manis. Buah pisang memiliki berbagai macam jenis, selain bisa langsung dimakan juga bisa diolah dalam bentuk keripik pisang. Cara membuat keripik pisang pun sangatlah mudah.
Namun untuk membuat keripik pisang yang enak dan dijual ke pasaran, dibutuhkan pisang yang berkualitas dan cara pengemasan pun yang menarik. Bukan hanya itu saja, keripik pisang juga merupakan cemilan keluarga dengan harga terjangkau, sehingga bisa dinikmati baik di kalangan anak-anak maupun di kalangan orang dewasa.
Apabila seorang petani yang memiliki keterampilan yang baik, tidak akan menjual pisang di pasar dengan harga yang murah baik di jual dalam 1 sisir atau pun 1 tandan yang hanya mendapatkan hasil Rp 10.000, per sisir atau Rp 50.000, per tandan. Petani yang memiliki keterampilan, akan mengolah kembali pisang yang ada dengan membuatnya menjadi keripik pisang.

Pisang dalam Potret Budaya Sikka

Bila kita memotret budaya Sikka, pisang menjadi salah satu prasarana yang biasa dihadirkan dalam acara adat-budaya sikka. Pisang menjadi bawaan keluarga laki-laki pada saat acara adat di rumah perempuan, dan kemudian pisang itu akan dibagikan kepada keluarga perempuan sebagai tanda bahwa perempuan tersebut telah dilamar laki-laki (Mu’u Manu).
Atau pada acara nikah (benjer gete) biasaya ada pohon pisang yang utuh (batang, daun, buah dan jantung pisang). Pisang ini sebagai simbol bahwa perkawinan itu dilangsungkan secara mulia. Artinya sebelum upacara tersebut, belum ada hubungan intim sebagaiamana suami istri. Dalam kehidupan seharin orang sikka bahwa pisang menjadi bagian yang tak terpisahkan. Bagi mereka pisang adalah teman moke. Bahwa bila mereka berkumpul untuk minum moke pasti pisang menjadi utama yang dicari selain ikan. Dengan demikian, pisang memiliki nilai yang penting bagi masyarakat Sikka.

Pengolah Pisang (Kripik Pisang) dalam Analisa Ekonomi Apabila petani membuat analisa usaha ekonomi terutama pada pengembangan tanaman pisang dan pengolahan pisang menjadi kripik pastinya akan mendorong petani tidak akan menjual pisang di pasar dengan harga yang murah baik di jual dalam 1 sisir atau pun 1 tandan yang hanya mendapatkan hasil Rp 10.000,.per sisir atau Rp 1000.000, per tandan. Petani yang ingin mengolah pisang untuk menjadi keripik pisang, semestinya diawali dengan analisa untung-rugi. Ada pun cara membuat dan menjual ke pasar dengan keuntungan yang lebih besar adalah sebagai berikut :

Tabel. 1. Perhitungan Pengeluaran dalam Pembuatan Kripik Bahan-bahan : Harga/per unit : Pisang 1 tandan Rp 100.000,. Bumbu-bumbu Rp 10.000,. Minyak gorang 1 botol kecil Rp 10.000,. Pengepakan ( plastik ) Rp 20.000,. Biaya Tenaga kerja/ orang Rp 25.000,. Keperluan lainnya Rp 10.000,. Total Rp 175.000,.

Perhitungan laba-rugi dalam proses produksi sampai proses pemasaran keripik pisang, mulai dari 1 hari, 1 minggu, 1 bulan dan laba yang didapatkan selama 1 hari, 1 minggu dan 1 bulan yaitu :
Tabel 2. Analisa Perkiraan Pengeluaran Produksi Pisang sebagai modal awal Biaya-biaya : Harga/unit : Pisang 1 tandan Rp 100.000,. Bumbu-bumbu Rp. 30.000,. Minyak goreng 1 jirigen : Rp 70.000,. Transportasi : Rp 50.000,. Pengepakan : Rp 50.000. Tenaga kerja : 5 orang x Rp 25.000,. : Rp 125.000,. Keperluan lainnya : Rp 50.000,. Total : Rp 475.000,. Misalkan harga jual keripik pisang : Rp 35.000,./kg Jika dalam sehari menjual 25 kilo maka hasil penjualan yang didapat adalah 25 kg x Rp 35.000, = Rp 875.000,. Maka keuntungan yang diperoleh dalam 1 hari dengan menjual 25 kilo adalah sebesar : Rp 875.000 – Rp 475.000,. = Rp 400.000,.

Tabel. 3 Analisa Laba dalam Sebulan dalam Usaha Kripik Pisang
URAIAN PERHITUNGAN (Rupiah) Modal per hari Rp 475.000,. Modal per minggu Rp 475.000 x 7 hari = Rp 3.325.000,. Modal per bulan Rp 3.325.000 x 4 minggu = Rp 13.300.000,. Laba per hari Rp 400.000 Laba per minggu : Rp 175.000 x 7 hari = Rp 2.800.000,. Laba per bulan : Rp 1.225.000 x 4 minggu Rp 11.200.000

Analisa Ekologis

Pengembangan usaha tani yang digagas pemerintah dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia telah menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap pihak luar. Malah yang lebih parah, benih pun itu didatangkan dari luar. Itu berarti petani memang tidak berdaulat atas dirinya, mulai dari benih, pemeliharaan tanaman hingga panen.
Lebih dari itu, Situasi panas dan tidak ada hujan sama sekali pastinya berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat tani terutama pemenuhan pangan. Karena itu, para petani dianjurkan untuk menanam pisang sebagai salah satu tanaman yang berfungsi ganda, bisa membantu petani sebagai pangan lokal dan pisang adalah tanaman yang bisa menghasilkan sepanjang tahun.
Malah secara ekologis pisang dianjurkan untuk ditanam sebagai pohon pelindung di wilayah kawasann mata air dan kebun. Tanaman pisang juga membantu proses kelembaban tanah, yang akan memberi dampak positif kepada tanaman di sekitarnya.
Pengelolaan usaha tani yang tidak memperhatikan keseimbangan alam mengakibatkan kesuburan tanah berkurang dan rendahnya produksi tanaman. Kurangnya kemampuan teknologi pengelolaan usaha tani memungkinkan petani tetap menggunakan budaya bertani tebas bakar dan ladang berpindah-pindah.

Tidak ada komentar:

<marquee>WTM LAKUKAN VAKSIN AYAM DI 3 KELOMPOK TANI DI EGON GAHAR</marquee>

Ansel Gogu (Kader Tani WTM) sedang Vaksin ayam anggota Kel. Tani Egon Gahar, KN , Dalam rangka mendorong sebuah pola budi daya ternak t...