Rabu, 22 Maret 2017

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm): REKONSILIASI KONFLIK MENUJU PENGELOLAAN EKO-HUMANIS

HUTAN KEMASYARAKATAN (HKm): REKONSILIASI KONFLIK MENUJU PENGELOLAAN EKO-HUMANIS

Penulis : Yustinus Yanto

Perjuangan masyarakat adat yang berada di dalam dan sekitar kawasan hutan lindung Egon Ilimedo dan Wuko Lewolero dimulai dari/sejak tahun penetapan kawasan hutan lindung. Penetapan dinilai sepihak karena tidak melibatkan bahkan tidak meminta persetujuan masyarakat setempat. Akibatnya hampir sebagaian besar wilayah kelola masyarakat setempat ditetapkan sebagai kawasan hutan lindung. Hal ini menyebabkan penilaian masyarakat bahwa penetapan kawasan hutan penuh dengan rekayasa dan manipulasi dinas kehutanan kabupaten Sikka. Persoalan ini menyebabkan reaksi masyarakat baik sendiri-sendiri maupun berkelompok. Reaksi untuk perjuangan saat itu belum terorganisisr sehingga masing-masing berjuang sesuai kemampuannya sendiri-sendiri.

Hingga tahun 2000, masyarakat adat mulai mengorganisir diri dan melakukan perjuangan bersama. Target perjuangan sebelumnya adalah mengambil kembali lahan sesuai dengan hak adat atau hak ulayat. Namun sejak terorganisir secara baik arah perjuangan kemudian berubah bahwa tanah dan hutan dikembalikan kepada masyarakat untuk dikelola berdasarkan konsep pengelolaan hutan berbasis masyarakat (PHBM). Berbagai studi banding dan seminar-lokakarya digelar hanya bermaksud mencari alternatif yang tepat untuk penyelesaian masalah penetapan kawasan hutan tersebut. Hingga tahun 2009 nampaknya perjuangan belum menghasilkan apa-apa, justeru yang terjadi adalah saling menunggu sementara kerusakan hutan pun jumlahnya terus bertambah karena semua pihak dianggap gagal sehingga masyarakat sendirilah memilih jalan untuk tetap beraktifitas di dalam dan bahkan terus diperluas wilayah kelolanya. Dampak yang paling buruk adalah beberapa mata air mengalami penurunan dan ada beberapa yang terancam kering, vegetasinya kurang serta, fungsi hutan yang tidak efektif, terjadi karena ada perbedaan persepsi masyarakat adat dengan Pemerintah, tentang pengelolaan Hutan.

Apa itu HKm dan bagaimana sistem dan teknik pengelolaannya?

Beberapa Dasar Hukum yang menjadi dasar dari program HKm, yaitu: Pasal 33 Undang-Undang Dasar 1945; Undang-Undang Nomor 41 tahun 1999 tentang Kehutanan; Peraturan Menteri Republik Indonesia Nomor: P. 37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan; Peraturan Menteri Nomor : P.18/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan; Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.13/Menhut-II/2010 tentang Perubahan Peraturan menteri Kehutanan Nomor : P.18/Menhut-II/2009 tentang Perubahan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.37/Menhut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan; SK Menteri Kehutanan No. 388/Menhut-II/2010 tentang Areal Cadangan Pengelolaan HKM di kawasan hutan lindung Egon Ilimedo dan Wuko Lewoloro seluas 16.755 Ha; dan Anggaran Dasar Kelompok pada kelompok di bentuk sehingga masyarakat benar-benar memahami tentang program HKm itu sendiri.

Berpijak pada beberapa fakta konflik dan dasar hukum tersebut, Kawasan Hutan lindung Egon Ilin Medo dan Wuko Lewoloroh di Kabupaten Sikka yang merupakan kawasan hutan lindung yang berada di dalam 30 desa dan 5 Kecamatan perlu dikelola bersama baik oleh masyarakat ataupun pemerintah dengan memperhatikan aspek ekologi tanpa meninggalkan ruang partisiasi warga sekitar. Kedua kawasan hutan ini yang kemudian pada tahun 2010 ditetapkan menjadi Areal pencadangan Hutan Kemasyarakatan (HKm) dengan SK Menteri Kehutanan Republik Indonesia No.388/Menhut-II/2010 tentang Areal Pencadangan Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di Kawasan Lindung Egon Ilin Medo dan Wuko Lewo loro seluas 16. 755 Ha.

Berdasarkan SK Menteri Kehutanan Republik Indonesia di tetapkan di tahun 2010 namun dinas kehutanan kabupaten sikka tidak menindaklanjuti untuk itu Yayasan Kasih Mandiri Flores Alor Lembata (SANDIFLORATA) berkerjasama dengan Dinas Kehutanan Kabupaten Sikka membentuk Tim Pokja 11 pada tahun 2012 dan hasil dari pertemuan dibentuklah tim pokja 11 yang terdiri dari Kepala Dinas kehutanan Kabupaten Sikka sebagai ketua TIM Pokja 11, Aliansi Masyarakat Adat Nusantara (AMAN) yaitu Fabianus Toa, Anggota DPRD Kabupaten Sikka yaitu Bapak Felix Wodon dan Bapak Alfridus Aeng, Lembaga Badan Lingkungan Hidup (BLH) dan Yayasan WTM yaitu Bapak Win Keupung. Tentu tugas dan fungsi dari tim pokja 11 yang harus dijalankan adalah; mensosalisasikan program HKm, membentukan kelembagaan atau kelompok pengelola, penataan areal kerja.

Upaya yang lakukan adalah pendekatan kepada pemerintah desa dan masyarakat adat dalam hal ini tokoh adat untuk memberikan pemahaman kepada masyarakat untuk bisa menerima program HKm karena program ini dapat menyelesaikan konflik yang berkepanjangan. Dalam pelaksanaan program ini Pendampingan yang serius dari berbagai pihak agar dapat memberikan output yang bermanfaat bagi kelestarian hutan dan pemenuhan kebutuhan masyarakat.

Secara khusus desa Egon Gahar awalnya Sandi-Florata datang mengkoordinasi dengan pemerintah desa Egon Gahar dan masyarakat adat terkhususnya masyarakat dusun Baokrenget yang mana hidup berdekatan dengan kawasan hutan lindung. Proses konsolidasi terus berjalan maka pemerintah desa bersama masyarakat menentukan jadwal kegiatan sosialisasi Hutan Kemasyarakatan (HKm) yang bertempat di dusun baokrenget, pihak yang di hadirkan pada saat itu masyarakat dan pemerintah desa Egon Gahar, dinas kehutanan kabupaten Sikka dan tim sandiflorata.

Dalam kegiatan tersebut masyarakat desa Egon Gahar sangat antusias dan bersepakat dengan program HKm. Pada saat itu juga dilakukan pemilihan pengurus kelompok HKm dengan mekanisme mengajukan bakal calon kurang lebih 4 orang baik laki-laki maupun perumpuan (Gender), kemudian masyarakat yang hadir untuk memberi hak suaranya atau memilih ke empat calon, dan hasilnya bapak Firmus Piru sebagai ketua, wakil ketua Marianus Maristela, sekertaris Firmus Naja, dan bendahara Alfonsa Nurak sebagai pengurus kelompok HKm Mapi Detun Tara Gahar dalam peride 5 tahun.

Sebagai tanggujawab pengurus terpilih membuat jadwal untuk mensosialisasi di masing-masing dusun sekaligus mengajak masyarakat untuk mendaftarkan diri sebagai anggota calon HKm. Persyaratan sebagai anggota harus melampirkan Foto KTP, dan Foto Copi Kartu Keluarga. Dokumen usulan IUPHKm harus adanya peta areal HKm, surat keterangan domisili kelompok, struktur pengurus kelompok, susunan pengurus kelompok, dan daftar calon anggota HKm. Berdasarkan kerja keras pengurus kelompok maka semua persyaratan terampung dan di kemudian ajukan kepada Bupati Sikka untuk menindaklanjuti. Pada tahun 2013 SK Bupati No. 354/HK/2013 tentang IUPHKm diserahkan kelompok HKm mapi detun tara gahar dengan luas areal HKm 809,80 Ha.

Dengan keluarnya SK Bupati maka anggota mulai melakukan pembagian lahan berdasarkan aturan yang sudah tentukan. Dalam proses pengelolaan ada dua zona yaitu Zona Pemanfaatan dan zona Lindung untuk zona pemanfaatan dimana lahan yang bisa di kelola sedangkan zona perlindungan yakni mata air, hutan keramat, dll harus di jaga.

Penulis Adalah Fasilitator Lapangan WTM

Tidak ada komentar:

<marquee>WTM LAKUKAN VAKSIN AYAM DI 3 KELOMPOK TANI DI EGON GAHAR</marquee>

Ansel Gogu (Kader Tani WTM) sedang Vaksin ayam anggota Kel. Tani Egon Gahar, KN , Dalam rangka mendorong sebuah pola budi daya ternak t...