Senin, 27 Juni 2016

WTM LAKUKAN EVALUASI BULANAN, PERENCANAAN KELEMBAGAAN DAN STAF

Maumere, KN. Sebuah tradisi kelembagaan Wahana Tani Mandiri, yang harus dilakukan setiap bulan. Pertemuan Staf bulan Juni ini dipimpin Herry Naif (Koordinator Program) WTM yang berlangsung di kantor WTM, hadiri oleh Direktur WTM, para koordinator bidang, bagian dan para staf lapangan (27/06/16).

Rapat Evaluasi WTM, Bulan Juni
Evaluasi bulan ini diawali dengan sapaan oleh pimpinan sidang dan presentasi dari setiap staf, yang mana diawali oleh Getrudis Dari keuangan program kerja sama WTM-Miserior, mengenai pengeluaran keuangan dari berbagai aktifitas program. Begitupun dengan keuangan program kerja sama WTM-CEPF (Ernestina Hariona) tentang hal yang sama dalam aktifitas program di Mapitara. 

Dalam evaluasi tersebut, Herry menegaskan bahwa keuangan perlu disampaikan kepada para staf agar mengetahui tentang posisi keuangan. karena ini adalah wujud dari transparansi yang mendukung akuntabilitas kelembagaan. 

Alex (Fasilitator Lapangan Tanawawo) menyatakan bahwa di wilayah dampingannya petani engga melakukan pemangkasan kakao, kuatir dengan panas panjang yang dialami kemarin dimana banyak kakao bisa mati kekeringan. Selain itu, Alex menjelaskan mengenai padi filipina varietas pili tapol yang dikembangkan Sipri Rehing (Kader Tani Bu Selatan) yang mana tingginnya mencapai 110 - 115 Cm dan bulirnya panjang: Gabahnya, panjang – lonjong. Warna kuning kehitam-hitaman. Selain itu, Alex menguraikan bahwa kelompok Tuke Laka di Korobhera menjadi side pengembangan ternak kambing yang akan didanai oleh pemerintah. karena itu telah disepakati agar para anggota harus memiliki kandang agar pemeliharaannya efektif.

Martinus Maju (Fasilitator Lapangan) wilayah Mego menguraikan soal produksi minyak kelapa dari 4 kelompok tani yang dilakukan masih sesuai kebutuhan. Para petani masih lebih memilih menjual kopra karena harga kopra sedang melambung dan bila dianalisis kelapa dijual kopra jauh lebih menguntungkan petani dimana harga kopra berkisar Rp.8000/kg. 

Sedangkan Maria Marta Muda (Fasilitator Lapangan Magepanda menyinggung soal beberapa aktifitas yang dilakukan seperti praktek olah jalur, pembuatan kandang ayam, penyemprotan kakao, dan kaji terap akan pencegahan penyakit ayam menggunakan bahan lokal.

Pada hari Selasa, (28/6) para fasilitator lapangan pada program "Membangun Kapasitas Petani dalam Mendukung Sistem Manajemen Ekosistem Berkelanjutan  di Kawasan Egon". Mus Mulyadi, mengulas mengenai pembentukan kelompok di Glak yang awalnya 1 Kelompok, lalu dimekarkan menjadi 4 kelompok agar muda dikonsolidasi. Sedangkan di desa Natakoli, juga hal yang sama. Para anggota kelompok tani didorong untk menyiapkan kandang ayam.

Marianus Mayolis (Fasilitator Lapangan, desa Hebing) juga mempresentasikan tentang perkembangan konsolidasinya. Rencananya bahwa akan diadakan vaksin ayam tetapi dari hasil investigasi lapangan ditemukan bahwa banyak ayam di wilayah Hebing itu mati. Itu berarti, bahwa vaksinasi tidak bisa dilakukan maka para anggota kelompok difasilitasi untuk membuat perencanaan petani, kelompok tani, dan pembuatan kandang untuk proses pemeliharaan ayam yang teratur dan termanajemen.

Begitupun dengan Gabriel Maryanto, mempresentasikan tentang proses fasilitasi pembentukan kelompok tani/Hutan Kemasyarakatan (HKM). Beriringan dengan program HKM, yang mana sudah terbentuk kelompok HKM maka dibangunlah kelompok sub HKM untuk memudahkan pengorganisasian dan pengimplementasian Rencana Kerja RKHKM. Sedangkan di sana juga dibangun kelompok Tani Lero Bekor 1 yang tidak terkategori sebagai pengelol HKM. Selain itu, juga dilakukan perencanaan kelompok tani dan kelompok.

Seusai evaluasi, dilakukan perencanaan bulanan untuk kelembagaan dan tiap staf. Karena itu, adalah indikator yang akan dilihat pada bulan Juli nanti.  (Tim - KN)






Selasa, 21 Juni 2016

PETANI HARUS PUNYA RENCANA KERJA

Maumemre, KN. Menindaklanjuti kegiatan pelatihan Traning of Trainer dan Konservasi Tanah dan Air  bagi kader tani Mapitara yang dilakukan sejak 6-11 Juni 2016, WTM kembali melakukan kunjungan balik yang dikoordinasi oleh Kristoforus Gregorius (Koordinator Pertanian) dan Wihelmus Woda (Koordinator Lingkungan & Advokasi) bersama ketiga Fasilitator lapangan untuk terjun kembali ke wilayah Mapitara, sejak 13/06/16 sampai semua kelompok mendapat giliran.

Menurut Kristoforus, kunjungan ini tentunya akan bertemu langsung dengan kelompok tani yang sudah dibentuk agar berdiskusi bersama. Bahwa, pertemuan difokuskan pada Perencanaan Petani dan Perencanaan Kelompok Tani dalam menjalankan usaha tani mereka. Kegiatan yang dilangsungkan  dimaksudkan agar para petani memiliki arah yang lebih baik dalam melakukan pengelolaan usaha tani. Kegiatan serupa harus dimiliki oleh setiap petani dan kelompok tani dampingan WTM, demikian kata, Kristo.

Sebelum melakukan diskusi perencanaan kelompok bersama petani, para punggawa WTM melakukan koordinasi dengan ketua kelompok tani dan kader tani untuk melihat waktu yang tepat untuk bisa  melakukan diskusi secara efisien.


Kelompok pertama yang menyatakan siap berdiskusi setelah dikoordinasi  adalah kelompok Watu Kogang di dusun Galit desa Hebing.  Setelah didatangi oleh Mus Muliadi, Mayolis dan Will Woda, Senin 13 Juni 2016, Maksensius selaku ketua kelompok  menyatakan siap mengkonsolidasi anggotanya saat itu juga untuk melakukan pertemuan bersama di keesokan harinya (Selasa, 14 Juni 2016).

“Saya selalu siap untuk mendatangkan teman-teman anggota kelompok besok, sebab saya pikir ini adalah kegiatan yang sangat bermanfaat bagi kami di awal program berjalan, supaya apa saja yang dicita-citakan, apa yang ingin dijalankan secara bersama dapat kita rencanakan dengan baik,” ujar Kepala Dusun Galit.

Kegiatan dibuka langsung oleh Ketua kelompok, Maksensius Edison. Pada saat pembukaan ia mengatakan sangat senang kelompoknya menjadi kelompok pertama yang difasilitasi. “Kami merasa senang sekali dikunjungi dan langsung diadakan diskusi bersama. Hari ini semua anggota kelompok hadir karena mereka merasa tertarik. Kami sangat berterimakasih atas kunjungan ini, ungkap Kader Tani WTM ini.

Disamping itu, Kristoforus Gregorius, ketika memimpin kegiatan diskusi perencanaan  kelompok tani, menyatakan bahwa demi meraih sebuah kesuksesan perlu adanya rencana yang baik. Dengan demikian kegiatan apa saja yang ingin kita kerjakan dalam perjalanan proses untuk mencapai tujuan  dapat kita ukur secara bersama.

Lebih lanjut Kristo menjelaskan tentang alur-proses bagaimana dalam pembuatan perencanaan petani. Hal yang perlu dibuat pertama adalah perencanaan kebun atau usaha petani anggota. Sebelum membuat perencanaan petani dan perencanaan kelompok, kita harus melakukan indentifikasi masalah sehingga berbagai persoalan yang dialami petani selama ini muncul ke permukaan.

Setelah teridentifikasi permsalahan petani dan kelompok, kita memilah permasalahan mana yang menjadi  permasalahan keluarga tani yang menjadi permasalahan bersama dan permasalahan komunitas yang dapat dilakukan oleh kelompok. Setelah itu, dibangun kesepakatan kegiatan apa saja yang akan direncanakan berdasarkan masalah yang sudah terkumpul dari proses sebelumnya.

Tahap yang berikut kita mulai membuat perencanaan kelompok. Akan tetapi, kita tidak hanya sampai di sini saja. Setelah dibuat perencanaan kelompok, kita harus masuk pada tahapan yang terakhir yaitu membacakan kembali perencanaan yang sudah dibuat dan diminta kesepakatan terakhir sebagai penegasan dan itu menjadi keputusan kelompok”, sambung alumni SPMA Boawae ini.

Aleksius Laro, salah seorang anggota kelompok tani yang dihubungi Kabar Nuhang seusai kegiatan, mengungkapkan perasaan senangnya karena kembali didampingi WTM dengan pola pendampingan yang agak berbeda. “Kami merasa senang jika dikunjungi dan diberi pemahaman seperti ini karena selama ini kami mendapat banyak masalah tetapi kami tidak mampu menyelesaikannya secara tuntas. Kami memiliki keterbatasan. Kami berharap WTM selalu mendampingi kami sehingga kami terbantu dalam mencari jalan keluar persoalan kami sebagai petani”, ujarnya dalam bahasa daerah.

PETANI HARUS PUNYA RENCANA KERJA

Maumemre, KN. Menindaklanjuti kegiatan pelatihan Traning of Trainer dan Konservasi Tanah dan Air  bagi kader tani Mapitara yang dilakukan sejak 6-11 Juni 2016, WTM kembali melakukan kunjungan balik yang dikoordinasi oleh Kristoforus Gregorius (Koordinator Pertanian) dan Wihelmus Woda (Koordinator Lingkungan & Advokasi) bersama ketiga Fasilitator lapangan untuk terjun kembali ke wilayah Mapitara, sejak 13/06/16 sampai semua kelompok mendapat giliran.

Menurut Kristoforus, kunjungan ini tentunya akan bertemu langsung dengan kelompok tani yang sudah dibentuk agar berdiskusi bersama. Bahwa, pertemuan difokuskan pada Perencanaan Petani dan Perencanaan Kelompok Tani dalam menjalankan usaha tani mereka. Kegiatan yang dilangsungkan  dimaksudkan agar para petani memiliki arah yang lebih baik dalam melakukan pengelolaan usaha tani. Kegiatan serupa harus dimiliki oleh setiap petani dan kelompok tani dampingan WTM, demikian kata, Kristo.

Sebelum melakukan diskusi perencanaan kelompok bersama petani, para punggawa WTM melakukan koordinasi dengan ketua kelompok tani dan kader tani untuk melihat waktu yang tepat untuk bisa  melakukan diskusi secara efisien.

 Kelompok pertama yang menyatakan siap berdiskusi setelah dikoordinasi  adalah kelompok Watu Kogang di dusun Galit desa Hebing.  Setelah didatangi oleh Mus Muliadi, Mayolis dan Will Woda, Senin 13 Juni 2016, Maksensius selaku ketua kelompok  menyatakan siap mengkonsolidasi anggotanya saat itu juga untuk melakukan pertemuan bersama di keesokan harinya (Selasa, 14 Juni 2016).

“Saya selalu siap untuk mendatangkan teman-teman anggota kelompok besok, sebab saya pikir ini adalah kegiatan yang sangat bermanfaat bagi kami di awal program berjalan, supaya apa saja yang dicita-citakan, apa yang ingin dijalankan secara bersama dapat kita rencanakan dengan baik,” ujar Kepala Dusun Galit.

Kegiatan dibuka langsung oleh Ketua kelompok, Maksensius Edison. Pada saat pembukaan ia mengatakan sangat senang kelompoknya menjadi kelompok pertama yang difasilitasi. “Kami merasa senang sekali dikunjungi dan langsung diadakan diskusi bersama. Hari ini semua anggota kelompok hadir karena mereka merasa tertarik. Kami sangat berterimakasih atas kunjungan ini, ungkap Kader Tani WTM ini.

Disamping itu, Kristoforus Gregorius, ketika memimpin kegiatan diskusi perencanaan  kelompok tani, menyatakan bahwa demi meraih sebuah kesuksesan perlu adanya rencana yang baik. Dengan demikian kegiatan apa saja yang ingin kita kerjakan dalam perjalanan proses untuk mencapai tujuan  dapat kita ukur secara bersama.

Lebih lanjut Kristo menjelaskan tentang alur-proses bagaimana dalam pembuatan perencanaan petani. Hal yang perlu dibuat pertama adalah perencanaan kebun atau usaha petani anggota. Sebelum membuat perencanaan petani dan perencanaan kelompok, kita harus melakukan indentifikasi masalah sehingga berbagai persoalan yang dialami petani selama ini muncul ke permukaan.

Setelah teridentifikasi permsalahan petani dan kelompok, kita memilah permasalahan mana yang menjadi  permasalahan keluarga tani yang menjadi permasalahan bersama dan permasalahan komunitas yang dapat dilakukan oleh kelompok. Setelah itu, dibangun kesepakatan kegiatan apa saja yang akan direncanakan berdasarkan masalah yang sudah terkumpul dari proses sebelumnya.

Tahap yang berikut kita mulai membuat perencanaan kelompok. Akan tetapi, kita tidak hanya sampai di sini saja. Setelah dibuat perencanaan kelompok, kita harus masuk pada tahapan yang terakhir yaitu membacakan kembali perencanaan yang sudah dibuat dan diminta kesepakatan terakhir sebagai penegasan dan itu menjadi keputusan kelompok”, sambung alumni SPMA Boawae ini.

Aleksius Laro, salah seorang anggota kelompok tani yang dihubungi Kabar Nuhang seusai kegiatan, mengungkapkan perasaan senangnya karena kembali didampingi WTM dengan pola pendampingan yang agak berbeda. “Kami merasa senang jika dikunjungi dan diberi pemahaman seperti ini karena selama ini kami mendapat banyak masalah tetapi kami tidak mampu menyelesaikannya secara tuntas. Kami memiliki keterbatasan. Kami berharap WTM selalu mendampingi kami sehingga kami terbantu dalam mencari jalan keluar persoalan kami sebagai petani”, ujarnya dalam bahasa daerah.

Selasa, 14 Juni 2016

WTM dan CEPF Kenalkan Konservasi Untuk Petani Sikka

 Sumber: http://www.timorraya.com/wtm-dan-cepf-kenalkan-konservasi-petani-sikka/
WTM dan CEPF Kenalkan Konservasi Untuk Petani Sikka
Minggu, 12 Juni 2016 | 14:46

Bagikan Halaman ini

WTM Perkenalkan Konservasi Tanah dan Air untuk Kader Tani Mapitara Kabupaten Sikka Propinsi Nusa Tenggara Timur.
Laporan timorraya.com
Citos Natun

Maumere,—Wahana Tani Mandiri (WTM) mengadakan Pelatihan Konservasi Tanah (PKT)  dengan Air dalam kerja sama dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) di bawah program “Peningkatan Pendapatan Masyarakat dalam Mendukung Menejemen Ekositem Berkelanjutan di Kawasan Egon Ili Medo”.Kegiatan pelatihan itu dihadiri 15 peserta, utusan dari Desa Natakoli, Hale, Hebing dan Egon Gahar difasilitasi oleh Kristoforus Gregorius dan Winfridus Keupung di Puskolap Jiro-Jaro, Tana Li, Desa Bhera, Kecamatan Mego, Kamis (9/6/2016)

Dalam sambutannya,Winfridus Keupung mengatakan makhluk hidup dan alam semesta merupakan dua unsur penting  yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Keduanya memiliki ikatan saling ketergantungan yang sangat kuat. Porsi ketergantungan makhluk hidup terhadap alam jauh lebih besar. Mahkluk hidup memiliki ketergantungan yang penuh terhadap alam, sebaliknya alam menyediakan layanan; seperti tanah dan air bagi keberlangsungan semua mahkluk hidup di dunia.

WTM awalnya, lanjut Win, menjadi agen pupuk kimia. Namun dalam perkembangannya, WTM kemudian melakukan kaji banding terhadap perbedaan penggunaan pupuk organik dan pupuk kimia.
“Dari kajian yang dilakukan WTM menemukan sebuah dampak positif yang dimiliki pupuk organik. Bahwa petani di Flores yang masih banyak bergantung pada alam hendaknya menjadikan alam sebagai sebuah lalyanan. Karena itu dengan konsep ini tentunya petani juga turut menjaga kelestarian lingkungan. Mereka disebutnya green’s farmer,” ujar win .
Dalam pelatihan ini juga materi  yang diberikan mengenai “Konservasi tanah dan air”, dan “Pertanain Berkelanjutan” yang mana harus dilihat dari aspek ekologi, ekonomi, teknologi dan pemberdayaan. Dalam materi Pemupukan tanaman, dijelaskan tentang pupuk organik dan pestisida organik.
Dalam pelatihan ini, Kristo juga menyebutkan beberapa keunggulan pupuk organik diantaranya, Meningkatkan kandungan air dan dapat menahan air untuk kondisi berpasir, Meningkatkan daya tahan terhadap pengikisan, Meningkatkan pertukaran udara, jumlah pori-pori dan sifat peresapan air untuk kondisi tanah liat, Menurunkan tingkat kekerasan lapisan permukaan tanah, Mengandung unsur hara makro mikro yang lengkap, Aman (ramah lingkungan), Efektif dan ekonomis (murah/mudah di dapat), Menghilangkan residu kimia.
Setelah proses belajar in class, peserta juga melakukan praktek pembuatan pestisida organik dan pupuk organik yang telah disiapkan. Diharapkan dengan pelatihan ini akan memberikan sebuah pemahaman riil agar para kader bisa memperaktekannya di lapangan. Sebab bahan-bahan dasar pembuatan pestisida organik ini banyak terdapat di kawasan Egon Ilimedo
Hermus Peong salah satu peserta pelatihan yang juga adalah pemimpin kelas selama pelatihan mengatakan bahwa pelatihan ini sangat bermafaat di lapangan.
“Ini menjadi bekal bagi kami dalam upaya memfasilitasi kegiatan usaha tani di kelompok tani. Selain itu juga kami akan mengadvokasi kebijakan di tingkat pemerintah lokal agar mengakomodir kepentingan petani di desa,” papar Hermus.
Sumber: http://www.timorraya.com/wtm-dan-cepf-kenalkan-konservasi-petani-sikka/

WTM Maumere Latih 15 Kader Tani Matipara

Sumber: http://www.duta-news.com/2016/06/13/wtm-maumere-latih-15-kader-tani-matipara/
WTM Maumere Latih 15 Kader Tani Matipara
Senin, 13 Juni 2016 | 15:21

Foto : Wahana Tani Mandiri (WTM) Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bekerjasama dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) melatih 15 Kader untuk mengawali program Peningkatan Pendapatan Masyarakat dalam Mendukung Menejemen Ekositem Berkelanjutan di Kawasan Egon Ili Medo.

Maumere, Duta-news.com – Wahana Tani Mandiri (WTM) Kabupaten Sikka, Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bekerjasama dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) melatih 15 Kader untuk mengawali program Peningkatan Pendapatan Masyarakat dalam Mendukung Menejemen Ekositem Berkelanjutan di Kawasan Egon Ili Medo.
Traning Of Trainer (TOT) ini berlangsung di Puskolap Jiro-Jaro, Tana li, desa Bhera, Kecamatan Mego Kabupaten Sikka selama empat hari, mulai dari Tanggal 6-9 Juni 2016. Pelatihan ini dihadiri utusan dari Desa Natakoli, Hale, Hebing dan Egon Gahar dan difasilitasi oleh Herry Naif dan Win Keupung.
Sementara dalam TOT tersebut, peserta kader tani dilatih bagi tentang Pendidikan Community Organizer, dan teknik memfasilitasi dipandu oleh Herry Naif dan Carolus Winfridus Keupung.
Pimpinan Wahana Tani Mandiri, Winfridus Keupung  ditemui media ini Senin (13/06/2016) di ruangan kerjanya mengatakan, bahwa makhluk hidup dan alam semesta merupakan dua unsur penting  yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Keduanya memiliki ikatan saling ketergantungan yang sangat kuat.
WTM, awalnya menjadi agen pupuk kimia, namun dalam perkembangannya, kami kemudian melakukan kajian banding terhadap perbedaan penggunaan pupuk organik dan pupuk kimia. Dari kajian itu, WTM menemukan sebuah dampak positif yang dimiliki pupuk organik. “Petani di Flores yang masih banyak bergantung pada alam hendaknya menjadikan alam sebagai sebuah layanan,” katanya.
Karena itu, dengan konsep ini tentunya petani juga turut menjaga kelestarian lingkungan. Mereka disebutnya green’s farmer, ujar win Keupung.
Kita akan melatih petani, tentang Konservasi tanah dan air, dan juga soal struktur dan tekstur tanah. Bahwa tanah yang subur harus memiliki perimbangan antara unsur liat, pasir dan debu. Selain itu juga harus didukung oleh unsur hara makro seperti Nitrogen (untuk pertumbuhan tanaman), Kalium (memperkuat batang dan bunga) dan Phospor (pertumbuhan akar dan batang). Juga unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman yakni; besi (fe), Seng (zn) Tembaga (cu), mangan (Mn), Boron (B), Molipden (mo).
Sementara itu, Kristo salah satu pemateri mengatakan, pertanain berkelanjutan harus dilihat dari aspek ekologi, ekonomi, teknologi dan pemberdayaan. Pemupukan tanaman, kata kristo, pupuk organik dan pestisida organik beberapa manfaat diantaranya, meningkatkan lapisan olah permukaan tanah, Meningkatkan populasi jasak renik atau mikroorganisme tanah, Meningkatkan daya serap akar dan daya serap tanah terhadap air, Memperbaiki perembesan air, serta pertukaran udara dalam tanah, Meningkatkan produksi tanaman semaksimal mungkin, Menstabilkan ph tanah, Meningkatkan kapasitas tukar kation, kapasitas buffer dan daya pegar air, Menyuburkan dan menggemburkan tanah, Mempercepat proses penguraian bahan-bahan organik, Merangsang pertumbuhan akar dan pembentukan sistem perakaran yang baik, sehingga dapat mengambil unsur hara yang banyak dan menjadikan tanaman sehat dan kuat, Memperbesar prosentase pembentukan bunga menjadi buah dan biji.
Dikatakan Kristo, beberapa keunggulan pupuk organik diantaranya, Meningkatkan kandungan air dan dapat menahan air untuk kondisi berpasir, Meningkatkan daya tahan terhadap pengikisan, Meningkatkan pertukaran udara, jumlah pori-pori dan sifat peresapan air untuk kondisi tanah liat, Menurunkan tingkat kekerasan lapisan permukaan tanah, Mengandung unsur hara makro mikro yang lengkap, Aman (ramah lingkungan), Efektif dan ekonomis (murah/mudah di dapat), Menghilangkan rasidu kimia, Aplikasi yang mudah (bisa diaplikasikan sebelum atau sesudah masa tanam).
Ia berharap, setelah proses belajar in class, peserta juga melakukan praktek pembuatan pestisida organik dan pupuk organik yang telah disiapkan. Dengan pelatihan ini akan memberikan sebuah pemahaman riil agar para kader bisa memperaktekannya di lapangan. Sebab bahan-bahan dasar pembuatan pestisida organik ini banyak terdapat di kawasan Egon Ilimedo, kata Kristo.
Hermus Peong salah satu peserta pelatihan mengatakan bahwa pelatihan ini sangat bermafaat bagi kami di lapangan. Ini menjadi bekal bagi kami dalam upaya memfasilitasi kegiatan usaha tani di lapangan nanti.
“Kegiatan seminggu kami sudah dapat banyak ilmu, bagaimana memfasilitasi dan kemudian dengan beberapa pengetahuan dasar tentang konservasi tanah dan air. Ini adalah dasar, kami berharap WTM selalu siap meningkatkan kapasitas kami di lapangan dengan beberapa fasilitator lapangan,” katanya. (Jhon de Gomes).

WTM Perkenalkan Konservasi Tanah dan Air bagi Kader Tani

 Sumber: http://www.suaraflores.co/wtm-perkenalkan-konservasi-tanah-dan-air-bagi-kader-tani/

WTM Perkenalkan Konservasi Tanah dan Air bagi Kader Tani

By Bung Kornell
Posted on June 11, 2016

Para kader tani sedang mengikuti pelatihan. (foto/sfc)
7 Shares

Comments

MAUMERE,SUARAFLORES.CO—Wahana Tani Mandiri (WTM), memberikan pelatihan konservasi tanah dan air bagi warga kader tani Kabupaten Sikka, NTT. Program ini merupakan kerjasama dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF).

Kegiatan yang diikuti 15 peserta utusan dari Desa Natakoli, Hale, Hebing dan Egon Gahar,  Kecamatan Mapitara ini diselenggarakan di Puskolap Jiro – Jaro, Tana Li, desa Bhera, Kec. Mego sejak (9 – 11) Juni 2016 dengan fasilitator Kristoforus Gregorius dan Winfridus Keupung.

Winfridus Keupung mengatakan, makhluk hidup dan alam semesta merupakan dua unsur penting  yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Keduanya memiliki ikatan saling ketergantungan yang sangat kuat. Mahkluk hidup memiliki ketergantungan yang penuh terhadap alam, sebaliknya alam menyediakan layanan; seperti tanah dan air bagi keberlangsungan semua mahkluk hidup di dunia.

Lebih lanjut, Win mengatakan, WTM, awalnya menjadi agen pupuk kimia. Namun dalam perkembangannya, WTM kemudian melakukan kaji banding terhadap perbedaan penggunaan pupuk organik dan pupuk kimia.  Dari kajian itu, WTM menemukan sebuah dampak positif yang dimiliki pupuk organik. Bahwa petani di Flores yang masih banyak bergantung pada alam hendaknya menjadikan alam sebagai sebuah lalyanan. Karena itu dengan konsep ini tentunya petani juga turut menjaga kelestarian lingkungan. Mereka disebutnya green’s farmer.

Sedangkan Kristoforus  menerangkan bahwa pertanian berkelanjutan harus dilihat dari aspek ekologi, ekonomi, teknologi dan pemberdayaan. Ia juga menjelaskan tentang pupuk organik dan pestisida organik, dimana manfaat pupuk organik di antaranya; meningkatkan lapisan olah permukaan tanah, meningkatkan populasi jasak renik atau mikroorganisme tanah, dan lain-lain.

Keunggulan pupuk organik, kata dia, di antaranya, meningkatkan kandungan air dan dapat menahan air untuk kondisi berpasir dan meningkatkan daya tahan terhadap pengikisan, serta meningkatkan pertukaran udara, jumlah pori-pori dan sifat peresapan air untuk kondisi tanah liat.

Hermus Peong, salah satu peserta pelatihan yang juga adalah pemimpin kelas selama pelatihan mengatakan, pelatihan ini sangat bermafaat bagi petani. Hal ini menjadi bekal bagi kader tani dalam upaya memfasilitasi kegiatan usaha tani di lapangan nanti.

“Seminggu kami sudah dipasok dengan banyak ilmu, bagaimana memfasilitasi dan kemudian dengan beberapa pengetahuan dasar tentang konservasi tanah dan air. Ini adalah dasar, kami berharap WTM selalu siap meningkatkan kapasitas kami di lapangan dengan beberapa fasilitator lapangan,” katanya.(hery/sfc)

Sumber: http://www.suaraflores.co/wtm-perkenalkan-konservasi-tanah-dan-air-bagi-kader-tani/

Senin, 13 Juni 2016

PESTISIDA ORGANIK DAN MANFAATNYA

Salah satu penyebab menurunnya mutu dan jumlah hasil panen kita adalah  serangan hama dan penyakit tanaman. Biasanya  hama dan penyaki tersebut  menyerang tanaman di kebun dan juga hasil panen yang disimpan di lumbung.
Untuk mengatasi hal ini, kita dapat melakukan pengendalian hama dan penyakit  dengan memanfaatkan bahan-bahan lokal di sekitar kita.
Imformasi berikut ini  merupakan  pengalaman WTM bersama petani dampingannya dalam melakukan pembuatan dan pengendalian hama penyakit dengan menggunakan  Pestisida Organik.

PENGERTIAN :
Pestisida Organik adalah sejenis obat pembasmi hama dan penyakit pada tanaman yang diramu atau dibuat dari bahan tanaman lokal yang ada disekitar kita.

KEUNGGULAN/KEUNTUNGAN:
  1. Bahan baku ramuan  mudah diperoleh karena  tersedia di kebun kita
  2. Lebih  murah, karena ramuannya dapat dibuat sendiri
  3. Tersedia setiap saat
  4. Aman, karena kadar racunnya dari bahan yang dapat diketahui

ALAT :
Alat yang digunakan adalah :
Parang, Pisau, Pemukul (Hamar/Batu) Parut, Lesung, Alu, Ember bak, Gentong,Terpal/Karung,Tali, Masker, Kaos Tangan.

 CARA  PEMBUATAN :
  1. Siapkan alat dan bahan pembuat pestisida organic pada tempat yang  telah disiapkan/ditentukan.
  2. Bahan yang berasal dari umbi dikupas kulitnya,yang berasal dari batang,akar,rimpang,kulit dibersihkan lalu dipotong kecil-kecl /dicincang atau dimemarkan dengan batu. Bahan yang asalnya dari daun-daun dibersihkan dari tangkainya lalu di cincang kemudian ditumbuk. Bahan-bahan tersebut ditaruh terpisah menurut jenisnya  pada wadah yang telah di siapkan..
  3. Umbi Gadung diparut  pada wadah yang  tidak bocor
  4. Bahan dari batang, akar, rimpang, kulit yang sudah disiapkan ditumbuk hingga halus atau di memarkan  sampai benar-benar halus
  5. Bahan dari daun-daun yang sudah di cincang, ditumbuk hingga halus lalu diperas ambil airnya.  Saat peras tidak boleh gunakan air  dalam jumlah yang banyak. Air hanya dapat digunakan sebagai pemancing saat lakukan pemerasan.
  6. Bawang merah, bawang putih, lombok  diulak hingga benar-benar halus.
  7. Masukan ubi gadung yang sudah diparut,air hasil perasan dari daun-daun kedalam ember bak/gentong yang disiapkan untuk adonan bahan-bahan tersebut.
  8. Masukan sedikit demi sedikt bahan-bahan tersebut menurut jenisnya kedalam bak adonan kemudian diaduk sampai merata.
  9. Ember bak/gentong berisi adonan tersebut,ditutup rapat dengan tutupannya atau bahan lain lalu diikat dengan tali.
  10. Simpanlah ember bak/gentong adonan tersebut pada tempat yang aman dari ancaman bahaya (Adonan tersebut beracun),selama 14 hari (2 minggu).
  11. Setelah 14 hari (2  minggu) rendaman tersebut dibuka untuk  diperas  ambil airnya dan disaring. Cairan tersebut  yang dinamakan Pestisida Organik.
  12. Cairan/pestisida organic dimasukan kedalam botol-botol atau wadah lain yang telah disiapkan. Pestisida Organik ini dapat disimpan selama satu tahun

BAHAN :
Umbi Ubi Gadung,Akar Tuba dan sejenisnya,Kulit Rita,Daun BungaTerompet,Terung Hutan (Akar,Batang,Buah),Daun aun dan Batang Sambiloto, Daun Bunga Putih, DaunBuah Pariah dan Sejenisnya, Rimpang, Kaliraga, Bawang  Dll.
Bahan Pembuatnya dari jenis  tanaman apa saja yang terpenting bahan tersebut mengandung kadar racun.

DOSIS PENGGUNAAN :
  1. Pencegahan. Gunakan Pestisida Organik dengan ukuran: 8 senduk makan  berbanding/dicampurkan dengan  10 liter air. Penyemprotan dilakukan  2 kali dalam seminggu.
  2. Pemberantasan. Gunakan Pestisida Organik dengan ukuran: 10 senduk  makan  berbanding/dicampurkan dengan  10 liter air. Penyemprotan dilakukan: 3 kali dalam seminggu.

PETUNJUK PENGGUNAAN :
  1. Tidak boleh makan,minum dan merokok selama melakukan pembuatan atau saat melakukan penyomprotan
  2. Penyomprotan harus searah dengan arah angin
  3. Gunakan masker,kaus tangan,baju/kaus lengan panjang

PENGAKIRAN :
  1. Bersihkan sisa-sisa bahan,dikumpulkan lalu disimpan untuk dijadikan pupuk  organic atau dibenamkan sekitar tanaman.
  2. Kembalikan alat dan bahan pada tempat semula.
  3. Simpanlah Pestisida Organik pada tempat yang  aman.

JENIS HAMA YANG DAPAT DIKENDALIKAN DENGAN  PESTISIDA ORGANIK  :
  1. Hama Putih, yang menyerang tanaman pangan, hortikultura dan tanaman perkebunan
  2. Penggerek Batang, yang menyerang  padi dan kakao
  3. Kutu Hijao, yang menyerang daun tanaman dan buah kopi
  4. Hama Walang Sangit, yang menyerang  tanaman  padi
  5. Hama Helopeltis, yang menyerang pada tanaman kakao
  6. Penyakit busuk akar dan jenis penyakit /hama lainnya yang menyerang tanaman.




                     


PUPUK KOMPOS DAN MANFAATNYA

PENGERTIAN
Pupuk kompos adalah pupuk organik yang berasal dari limbah pertaanian, hijauan, kotoran ternak, serbuk kayu, abu sekam, rumput-rumptan dll
   
MANFAAT
  1. Meningkatkan kesuburan tanah dan produksi tanaman.
  2. Menggemburkan tanah yang keras/berat (Tanah Liat).
  3. Menekan serangan hama penyakit.

 KEUNGGULAN/KEUNTUNGAN
  1. Bahan bakunya mudah diperoleh dan murah harganya.
  2. Unsur haranya dapat bertahan dalam tanah.
  3. Cara pembuatannya mudah dan cepat.
  4. Tidak merusak lingkungan karena terbuat dari bahan  alamiah.

Dalam Kompos terdapat unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangbiakan dan kesehatan tanaman, antara lain:
  1. Unsur Nitrogen (N), yang berguna untuk merangsang pertumbuhan tunas, batang, dan daun.  Dalam bokasi ada pada daun-daun Leguminosa, Jerami, Sekam. Dalam pupuk  Anorganik ada pada pupuk Urea.
  2.  Unsur Pospor (P), merangsang pertumbuhan  akar,pertumbuhan bunga dan buah. Dalam Bokasi ada pada abu dapur, arang. Dalam pupuk Anorganik ada pada pupuk TSP.
  3. Unsur Kalium (K),yang berguna untuk meningkatkan ketahanan tanaman terhadap  serangan hama/penyakit serta memperkuat serat batang agar tidak mudah rebah. Dalam  Bokasi ada pada Kotoran Ternak. Dalam pupuk Anorganik ada pada pupuk KCL.

ALAT
Alat yang digunakan adalah : Parang, Sekop, Pacul, Ember, Karung, Timbangan.

BAHAN
Bahan-bahan yang dibutuhkan dalam pembuatan  Kompos antara lain :
  1.  Bahan dasar (Jerami, sekam, kotoran ternak, serbuk kayu, abu sekam, tanah subur, daun legume dll) sebanyak @  100 kg. 
  2. Air, (Sesuai kebutuhan ).
  3. Cara Pembuatan:
  4. Siapkan tempat pembuatan kompos pada tempat yang rata dan tidak tergenang air dengan ukuran sesuai kebutuhan.
  5. Bahan dasar dari jerami,sekam padi,dipotong 3 - 4 cm.
  6. Sebarkan  bahan dasar secara merata pada bagian pertama/bagian bawah, kemudian lapisan kedua dan seterusnya sesuai jenis bahan yang disiapkan.setiap lapisan disebarkan setingi 20-30 cm.
  7. Setiap lapisan di basahi dengan air secukupnya.
  8. Lapisan kedua dan seterusnya tetap sama sesuai urutan pada lapisan bagian pertama setinggi 1m – 1,5 m. Lebar gulutan kompos kurang lebih 1 – 1,5 m. 
  9. Proses fermentasinya  selama 3 bulan. Selama Fermentasi berlangsung harus dijaga/diperiksa agar suhunya berkisar antara 40 -  50  derajat celcius. Tidak ada Termometer dapat menggunakan dengan cara meraba adonan tersebut,apabila panas maka harus dilakukan  pembalikan/mengaduk kembali adonan tersebut agar suhunya turun dan apabila adonan tersebut hangat  berarti suhunya normal.
Kompos  yang baik, Kompos akan dapat digunakan bila sudah hancur dan di tumbuhi jamur putih.

CARA PENGGUNAAN :
  1. Secara umum gunakanlah  30 - 50 kg  kompos per meter persegi pada permukaan tanah apabila sebelumnya bahan organic sudah diberikan cukup.
  2. Pada tanah yang kurang subur atau bahan organiknya sedikit perlu diberikan kompos dalam jumlah yang agak banyak yaitu : 50 - 100 kg permeter persegi.
Pengakiran : Bersihkan alat dan bahan dan kembalikan pada tempat semula.

Minggu, 12 Juni 2016

MENGENAL SIKKA DARI SISI ANALISIS EKOLOGI DALAM BIDANG PERTANIAN


Potret Sikka

Kabupaten Sikka memiliki luas wilayah 7.553,24 Km² terdiri atas luas daratan (Pulau Flores) 1.614,80 Km² dan pulau-pulau (18 buah) 117,11 Km² serta luas lautan 5.821,33 Km². Luas daratan  sebesar 3,66%  dari luas wilayah NTT atau seluas 47.349,91 Km². Terletak di antara 8”22 - 8”50 derajat Lintang Selatan dan 121”55’40” - 122”41’30” Bujur Timur. Di sebelah Timur, berbatasan dengan Kabupaten Flores Timur, di sebelah Barat berbatasan dengan Kabupaten Ende, di sebelah Utara berbatasan dengan Laut Flores, dan di sebelah Selatan berbatasan dengan Laut Sawu.

Keadaan topografi sebagian besar berbukit, bergunung, dan berlembah dengan lereng-lereng yang curam yang kemiringan tanah (kelerengan) cukup bervariasi, berkisar dari 0”- 120” dan didominasi oleh kemiringan tanah yang lebih besar dari 80” dengan luas 81.167 ha atau sekitar 46,87%  dari luas wilayah Kabupaten Sikka. Beriklim tropis dengan suhu berkisar antara 27°C - 29°C. Kecepatan angin rata-rata 12–20 knots. Musim panas biasanya berlangsung 7 hingga 8 bulan (April/Mei– Oktober/November) dan musim hujan kurang lebih 4 bulan (November/Desember – Maret/April). Curah hujan per tahun berkisar 1.000 mm – 1.500 mm, dengan jumlah hari hujan   60-120 hari per tahun.  Memiliki 4 jenis tanah yakni mediteran, litosol, regosol dan jenis tanah kompleks. Didominasi tanah mediteran seluas 79.176 Ha (45,71%). Penggunaan tanah: lahan pertanian 90.138 Ha (52,05%), kawasan hutan 38.442,43 Ha (22,20%), semak belukar  23.745 Ha (13,71%) dan lain-lain 20.865,57 Ha (12,05%).

Secara administratif, kabupaten Sikka memiliki 21 kecamatan, 148 desa dan  12 kelurahan. Pendapatan perkapita penduduk  atas dasar harga berlaku sebesar Rp 4.538.457,00. Sementara  itu  jumlah penduduk mencapai  295.134  jiwa (139.123 laki-laki dan 156.011 perempuan) 71.220 kk. Jumlah penduduk miskin 56.100 jiwa (sikka dalam Angka 2007).

Potret Masalah dan Analisisnya
Masyarakat Sikka dan kabupaten lainnya di NTT dihadapkan pada problem keterbatasan pangan, air, kesehatan dan gizi. Situasi ini disikapi masyarakat dengan melakukan alternatif pekerjaan lain, yaitu dengan merambah hutan, melakukan aktifitas ilegal loging untuk kebutuhan kayu yang mana dijual dalam bentuk kayu bahan bangunan dan kayu bakar. Sedangkan pada wilayah pesisir terjadi aktifitas penangkapan ikan yang merusak lingkungan (penggunaan bom) dan pengrusakan kawasan mangrove.

Bagi pihak pemerintah, permasalahan ini  dihadapi dengan pendekatan kuratif dimana disiapkan beras untuk mengatasi masalah gagal panen. Padahal mayoritas masyarakat Sikka adalah petani yang mana belum terpateri sebuah program pemulihan dari sisi ekologis yang lebih sistimatis, yang diyakini bisa menyelesaikan permasalahan yang lebih holistik. Logikanya petani membutuhkan kondisi ekologi yang seimbang agar terciptanya iklim  yang baik bagi mereka.  Pendekatan kuratif tersebut hanyalah memanjakan rakyat dan pada perkembangannya dinilai tidak secara komprehensif memenuhi tuntutan kebutuhan yang semakin meningkat.
  
Dari analisis kerentanan dan kapasitas yang dibuat bersama masyarakat di 5 desa di kecamatan Mapitra dan Doreng pada tahun 2009/2010 dan hasil pertemuan petani Kecamatan Mapitara dan Doreng pada Juni 2012, serta hasil investigasi penjajakan wilayah di Desa Darat Pante, Desa Wairterang, dan Desa Egon pada bulan Agustus 2015, terungkap bahwa, upaya penanggulangan kemiskinan juga berhadapan dengan beberapa hal krusial antara lain :

  1. Topografi wilayah berbukit dengan kemiringan yang tajam (curam) rata-rata di atas 40%;
  2. Lahan garapan sempit dan menyebabkan terjadinya pengklaiman lahan antar warga, Dinas Kehutanan dan tokoh-tokoh adat;
  3. Perubahan iklim yang melanda dunia; Banyak petani salah menafsir waktu tanam sehingga mengalami gagal panen;
  4. Rata-rata kepemilikan tanah per kepala keluarga tani seluas 0,5 - 2 ha;
  5. Pengelolaan usaha tani yang tidak memperhatikan keseimbangan alam mengakibatkan kesuburan tanah berkurang dan akhirnya mengakibatkan rendahnya produksi tanaman;
  6. Kurangnya kemampuan teknologi pengelolaan usaha tani memungkinkan petani tetap menggunakan budaya bertani tebas bakar dan ladang berpindah-pindah (gilir-balik).

Kondisi yang digambarkan di atas berakibat pada:
1.    Kurangnya hasil tanaman pangan dan hortikultura, disebabkan:
•    Minimnya kemampuan dan pengetahuan petani mengelola usaha tanaman
•    Kurang adanya diversifikasi usaha tanaman pangan lokal,
•    Minimnya pengembangan pangan lokal dan tanaman buah-buahan.

2.    Kurang/menurunnya hasil tanaman perdagangan yang disebabkan:
  • Jumlah tanaman perkebunan  masih kurang;
  • Rendahnya tingkat produktifitas tanaman perkebunan dan pengolahannya;
  • Rendahnya pengetahuan dan ketrampilan petani mengelolaan usaha tani;
  • Tanaman perkebunan sering mengalami kerusakan akibat serangan hama dan penyakit sehingga dapat mengurangi hasil produksi sampai 50%-75 %.
3.    Kurangnya hasil ternak yang disebabkan oleh:
  • Ternak mati diserang penyakit; penyakit Tetelo pada ayam dan Hoc Kolera pada babi mengakibatkan kematian sampai 80%. Serangan menceret, perut kembung pada kambing dapat mengakibatkan kematian sampai 30%.
  • Pengetahuan tentang pemeliharaan ternak masih kurang
  • Terbatasnya jumlah ternak yang dimiliki petani
4.    Kurangnya Hasil tangkapan ikan yang disebabkan oleh:
  • Sering terjadi pengeboman ikan; sehingga rusaknya terumbuh karang
  • Minimnya peralatan tangkap ikan
  • Nelayan kurang terampil melakukan upaya penangkapan ikan yang ramah lingkungan;
5.    Rusaknya ekosistim kawasan hutan lindung dan marga satwa di kawasan Egon Ilin Medo dan Rusaknya terumbuh karang dan ekosisstem laut di Teluk Maumere
6.    Kurangnya upaya penyelamatan lingkungan, baik oleh masyarakat maupun pihak pemerintah yang disebabkan oleh :
  • Aturan tentang pelestarian hutan yang tidak dipahami secara baik oleh masyarakat
  • Kurangnya kampanye pelestarian lingkungan
  •  Lemahnya penegakan hukum dalam kasus-kasus lingkungan hidup
Dari beberapa hasil analisis itu, Wahana Tani Mandiri (WTM) melihat bahwa kenyataan-kenyataan tersebut di atas berpengaruh pada pemenuhan hak-hak dasar (pangan, pendidikan, kesehatan dan perumahan) untuk meningkatkan kualitas hidup layak. Untuk itu, dibutuhkan konsep pengelolaan yang komprehensif yang mengedepankan pengelolaan lingkungan dan ekologi yang berkeadilan sosial dan ekologis menuju tujuan keselamatan bersama.

Konsep ini didasari pada Akses dan Kontrol rakyat terhadap modal-modal penghidupan yang disebut pentagon asset, Pertama,  sumber daya manusia (human asset) meliputi, keterampilan, kreativitas, tenaga, kesehatan jasmani-rohani, kecerdasan, kemampuan kerja dan sebagainya. Kedua, Sumber daya alam (natural asset) tanah, air, iklim, perlindungan terhadap erosi, keanekaragaman hasil hutan dan sebagainya. Ketiga, Hubungan sosial (social asset) meliputi kekuatan ikatan-ikatan sosial, jaring pengaman sosial. Keempat, Infrasturktur (physical asset) meliputi, jalan, rumah, puskesmas, posyandu, irigasi dan sebagainya. Kelima, Keuangan (financial asset) yang meliputi uang cash yang dimiliki dan lembaga keuangan formal maupun informal.

Penguasaan seseorang terhadap akses dan kontrol terhadap asset-asset penghidupan menggambarkan tingkat kapasitas dan kerentanannya. Semakin besar penguasaan seseorang terhadap asset-asset penghidupan semakin tinggi kapasitasnya, semakin kecil penguasaan seseorang terhadap asset-asset penghidupan, semakin tinggi kerentanannya.

Konsep ini hendak menjawab tidak hanya pada usaha peningkatan kesejahteraan keluarga kelompok tani/nelayan, tetapi juga bisa mencapai perbaikan iklim mikro yang yang bisa mendukung, sekaligus juga pengembangan dan pengelolaan data yang bisa menjadi daya ungkit bagi pengembangan program dan dasar advokasi kebijakan yang memungkin perubahan kebijakan dan program di pemerintah daerah dalam daya upaya memperbaiki pendekatan dan pengembangan program yang lebih sistimatis.

Sabtu, 11 Juni 2016

WTM PERKENALKAN KONSERVASI TANAH DAN AIR BAGI KADER TANI MAPITARA

Pelatihan Konservasi Tanah dengan Air diselenggarakan Wahana Tani Mandiri (WTM) dalam kerja sama dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dalam program “Peningkatan Pendapatan Masyarakat dalam Mendukung Menejemen Ekositem Berkelanjutan di Kawasan Egon Ili Medo”.  Kegiatan pelatihan itu dihadiri 15 peserta, utusan dari Desa Natakoli, Hale, Hebing dan Egon Gahar difasilitasi oleh Kristoforus Gregorius dan Winfridus Keupung di Puskolap Jiro – Jaro, Tana Li, desa Bhera, Kec. Mego (9 – 11) Juni 2016
Dalam pembukaan acara tersebut, Carolus Winfridus Keupung mengatakan bahwa makhluk hidup dan alam semesta merupakan dua unsur penting  yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Keduanya memiliki ikatan saling ketergantungan yang sangat kuat. Porsi ketergantungan makhluk hidup terhadap alam jauh lebih besar. Mahkluk hidup memiliki ketergantungan yang penuh terhadap alam, sebaliknya alam menyediakan layanan; seperti tanah dan air bagi keberlangsungan semua mahkluk hidup di dunia.
Lebih lanjut, Win mengatakan bahwa WTM, awalnya menjadi agen pupuk kimia. Namun dalam perkembangannya, WTM kemudian melakukan kaji banding terhadap perbedaan penggunaan pupuk organik dan pupuk kimia.
Dari kajian itu, WTM menemukan sebuah dampak positif yang dimiliki pupuk organik. Bahwa petani di Flores yang masih banyak bergantung pada alam hendaknya menjadikan alam sebagai sebuah lalyanan. Karena itu dengan konsep ini tentunya petani juga turut menjaga kelestarian lingkungan. Mereka disebutnya green’s farmer, ujar win Keupung.
Dalam pelatihan ini juga win membawakan materi  tentang “Konservasi tanah dan air” dijelaskana juga soal struktur dan tekstur tanah. Bahwa tanah yang subur harus memiliki perimbangan antara unsur liat, pasir dan debu. Selain itu juga harus didukung oleh unsur hara makro seperti Nitrogen (untuk pertumbuhan tanaman), Kalium (memperkuat batang dan bunga) dan Phospor (pertumbuhan akar dan batang). Selain itu ada unsur hara mikro yang dibutuhkan tanaman yakni; besi (fe), Seng (zn) Tembaga (cu), mangan (Mn), Boron (B), Molipden (mo).
Sedangkan Kristo, membawakan materi tentang pertanain berkelanjutan yang mana harus dilihat dari aspek ekologi, ekonomi, teknologi dan pemberdayaan. Dalam materi Pemupukan tanaman, kristo menjelaskan tentang pupuk organik dan pestisida organik. Disebutkan beberapa manfaat pupuk organik diantaranya; Meningkatkan lapisan olah permukaan tanah, Meningkatkan populasi jasak renik atau mikroorganisme tanah, Meningkatkan daya serap akar dan daya serap tanah terhadap air, Memperbaiki perembesan air, serta pertukaran udara dalam tanah, Meningkatkan produksi tanaman semaksimal mungkin., Menstabilkan ph tanah, Meningkatkan kapasitas tukar kation, kapasitas buffer dan daya pegar air, Menyuburkan dan menggemburkan tanah, Mempercepat proses penguraian bahan-bahan organik, Merangsang pertumbuhan akar dan pembentukan sistem perakaran yang baik, sehingga dapat mengambil unsur hara yang banyak dan menjadikan tanaman sehat dan kuat, Memperbesar prosentase pembentukan bunga menjadi buah dan biji.
Sedangkan beberapa keunggulan pupuk organik diantaranya, Meningkatkan kandungan air dan dapat menahan air untuk kondisi berpasir, Meningkatkan daya tahan terhadap pengikisan, Meningkatkan pertukaran udara, jumlah pori-pori dan sifat peresapan air untuk kondisi tanah liat, Menurunkan tingkat kekerasan lapisan permukaan tanah, Mengandung unsur hara makro mikro yang lengkap, Aman (ramah lingkungan), Efektif dan ekonomis (murah/mudah di dapat), Menghilangkan rasidu kimia, Aplikasi yang mudah (bisa diaplikasikan sebelum atau sesudah masa tanam), demikian ulas Kristo.
Dalam melakukan usaha tani secara organik juga dituntut melalui sebuah proses yang benar dimana harus mengetahui jenis pupuk apa yang dibutuhkan dengan memperhatikan dosis nya. Di sisi lain juga perlu diperhatikan waktu, cara pemupukan sehingga tanaman itu subur.
Setelah proses belajar in class, peserta juga melakukan praktek pembuatan pestisida organik dan pupuk organik yang telah disiapkan. Diharapkan dengan pelatihan ini akan memberikan sebuah pemahaman riil agar para kader bisa memperaktekannya di lapangan. Sebab bahan-bahan dasar pembuatan pestisida organik ini banyak terdapat di kawasan Egon Ilimedo, kata Kristo.
Sedangkan, Hermus Peong salah satu peserta pelatihan yang juga adalah pemimpin kelas selama pelatihan mengatakan bahwa pelatihan ini sangat bermafaat bagi kami di lapangan. Bahwa, ini menjadi bekal bagi kami dalam upaya memfasilitasi kegiatan usaha tani di lapangan nanti.
Seminggu kami sudah dipasok dengan banyak ilmu, bagaimana memfasilitasi dan kemudian dengan beberapa pengetahuan dasar tentang konservasi tanah dan air. Ini adalah dasar, kami berharap WTM selalu siap meningkatkan kapasitas kami di lapangan dengan beberapa fasilitator lapangan WTM. Kami akan selalu berkoordinasi dengan WTM demi pengelolaan usaha tani terpadu.

Kamis, 09 Juni 2016

WTM LAKUKAN PELATIHAN KONSERVASI TANAH DAN AIR

Maumere - KN. Setelah dilakukan Pelatihan untuk Pelatih (Traning of Trainer), Wahana Tani Mandiri (WTM) dalam kerja samanya dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) diselenggarakan Pelatihan Konservasi Tanah dengan Air. Kegiatan pelatihan itu dihadiri 15 peserta, utusan dari Desa Natakoli, Hale, Hebing dan Egon Gahar difasilitasi oleh Kristoforus Gregorius dan Winfridus Keupung di Puskolap Jiro – Jaro, Tana Li, desa Bhera, Kec. Mego (9 – 11) Juni 2016

Kegiatan ini merupakan salah satu kegiatan dalam program “Peningkatan Pendapatan Masyarakat dalam Mendukung Menejemen Ekositem Berkelanjutan di Kawasan Egon Ili Medo” dalam kerja sama Wahana Tani Mandiri (WTM) dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF).

Dalam pembukaan acara, Kristoforus mengatakan bahwa, makhluk hidup dan alam semesta merupakan dua unsur penting  yang tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya. Keduanya memiliki ikatan saling ketergantungan yang sangat kuat, walaupun di satu sisi, porsi ketergantungan makhluk hidup terhadap alam  jauh lebih besar. Mahkluk hidup memiliki ketergantungan yang penuh terhadap alam  sebab alam menyediakan layanan seperti tanah dan air bagi keberlangsungan semua mahkluk hidup di dunia.
 Tanah  dan air memiliki manfaat yang nyata bagi kehidupan manusia.

Secara sederhana, tanah  diartikan sebagai salah satu unsur bumi yang terbentuk dari berbagai campuran bahan mineral, air,  udara dan organik, dimana di atas permukaanya terdapat berbagai macam kehidupan. Sedangkan air dapat diartikan sebagai salah satu unsur bumi  berbentuk cair yang berada di atas permukaan bumi dan di dalam perut bumi yang memberi kehidupan bagi makhluk hidup. Kemampuan tanah menahan air juga dipengaruhi antara lain oleh tekstur tanah. Tanah-tanah yang bertekstur kasar mempunyai daya menahan air lebih kecil daripada tanah bertekstur halus. Oleh karena itu, tanaman yang ditanam pada tanah pasir umumnya lebih mudah kekeringan daripada tanah-tanah bertekstur lempung atau liat, ujar Kristo.

Sedangkan Winfridus Keupung (Direktur WTM) mengatakan bahwa ketersedian air dalam tanah pun tidak terlepas dari peran hutan sebagai penyangga.  Air hujan yang jatuh ke permukaan bumi akan meresap dengan baik jika dipermukaan tanah ditumbuhi berbagai macam jenis pepohonan yang memiliki daya resap air yang tinggi. Manusia dan hewan serta tumbuhan menggunakan tanah dan air untuk hidup mereka. Tanpa tanah dan air manusia dan makhluk hidup lainnya tidak mungkin ada di dunia. Manusia menggunakan tanah dan air untuk berbagai usaha, misalnya: pertanian, peternakan, pembangunan dan berbagai kebutuhan lainnya untuk memenuhi berbagai keperluan demi keberlangsungan hidup mereka. Untuk itu, tanah air dan hutan harus dijaga  dikelola, dilindungi dan dimanfaatkan secara berkesinambungan bagi kesejahteraan masyarakat, baik generasi sekarang maupun yang akan datang. Dalam kedudukannya tanah air dan hutan memberikan manfaat yang besar bagi kehidupan manusia, untuk itu kelestarian hutan perlu dijaga, ulas Win.

Lebih lanjut Win menemukan bahwa  hutan dan air perlu dilakukan upaya konservasi. Konservasi atau pengawetan adalah bentuk usaha penjagaan atau perlindungan terhadap kekayaan alam yang ada. Konservasi tanah adalah usaha-usaha untuk menjaga dan melindungi tanah agar tetap produktif, atau memperbaiki tanah yang rusak karena erosi sehingga menjadi lebih produktif. Sedangkan konservasi air adalah usaha-usaha yang dilakukan agar air dapat lebih banyak disimpan di dalam tanah sehingga dapat digunakan untuk kesuburan tanaman dan mengurangi terjadinya erosi.

Salah satu cara atau usaha dasar yang perlu dibuat adalah menggunakan tanah dan air sesuai dengan kemampuannya. Oleh karena itu, manusia umumnya dan petani khususnya dituntut untuk tetap menjaga ketersediaan layanan alam demi keberlangsungan kehidupan mereka, ujar mantan direktur Walhi NTT

Sedangkan Herry Naif (Koordinator Program) mengemukakan bahwa manusia memiliki tanggung jawab yang begitu besar terhadap keutuhan alam dan isinya. Bahwa selain memanfaatkan kekayaan  alam, mereka juga dituntut untuk menjaga kelestariannya demi keberlangsungan generasi yang akan datang. Bahwa sejauh pengalaman kami saat memimpin Walhi NTT melihat bahwa kondisi ekologi NTT sedang dalam kondisi genting. Karena itu, upaya konservasi perlu dilakukan oleh semua warga, terutama di kawasan-kawasan hutan (penyanggah).

Berangkat dari beberapa kondisi tersebut Wahana Tani (WTM) lakukan Pelatihan Konservasi Tanah dan Air kepada para kader tani dengan tujuan. Pertama memberi pemahaman kepada kader tani agar mampu menularkannya kepada masyarakat Mapitara dan menjadikan konservasi sebagai bagian dari pengelolaan pertanian mereka. Kedua, Meningkatnya pemahaman tentang pentingnya konservasi tanah dan air serta teknis pengelolaan pertanian yang berkaitan dengan konservasi tanah dan air bagi kehidupan para kader dan masyarakat Mapitara, demikian ulas Herry.



WTM LATIH 15 KADER TANI DARI MAPITARA

Maumere - KN. Mengawali program “Peningkatan Pendapatan Masyarakat dalam Mendukung Menejemen Ekositem Berkelanjutan di Kawasan Egon Ili Medo” dalam kerja sama Wahana Tani Mandiri (WTM) dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) melakukan kegiatan Pelatihan untuk Pelatih (Traning of Trainer). Kegiatan yang dihadiri 15 peserta utusan dari Desa Natakoli, Hale, Hebing dan Egon Gahar difasilitasi oleh Herry Naif dan Win Keupung. Materi yang dilatih bagi kader tani diantaranya, Pendidikan comunity organiser, siapa itu fasilitator dan teknik memfasilitasi oleh Herry Naif, sedangkan peran dan fungsi kader tani dan apa peran kader tani dalam program oleh carolus Winfridus Keupung. Pelatihan ini berlangsung di Puskolap Jiro-Jaro, Tana li, desa Bhera, Kecamatan Mego, (6-9 Juni 2016).

Carolus Winfridus Keupung, Direktur WTM dalam acara pembukaan mengatakan bahwa kegiatan hari ini adalah awal dari program yang mana perlu ada agen-agen perubahan di lokasi. Kami sedang mendorong agar adanya peole led development (rakyat memimpin perubahan). Karena itu, kader Tani adalah petani yang memiliki jiwa kerelawanan dan kemampuan yang lebih dari petani lainnya di desa serta memiliki tingkat kepercayaan yang tinggi dari masyarakat tani di wilayahnya. Kader tani harus dipersiapkan menjadi penghubung  dan penggerak di kelompok tani sekaligus tulang punggung pengembangan masyarakat tani baik dalam secara teknis pertanian. Bukan hanya itu, tetapi kader tani harus mampu mengadvokasi kebijakan agar anggaran desa itu berpihak pada petani yang adalah mayoritas penduduk desa. Kader Tani juga harus memiliki kemampuan memfasilitasi dan menterjemahkan berbagai teknologi usaha pertanian. Selai itu, kader tani harus memiliki pemahaman dasar tentang organisasi dan usaha tani,  serta mampu melakukan pemberdayaan petani atau kelompok tani. Untuk itu, seorang kader tani yang menjadi penghubung haruslah baik dan berkualitas, ujar Win.

Sedangkan, Herry Naif (Koordinator Program) menyatakan, bahwa penyebab utama kegagalan sebuah program selama ini adalah kualitas kerja yang dibangun dalam sebuah tim kerja baik dalam kerjaan administratif ataupun kerja-kerja lapanga. Karena itu, sejak awal, para pihak yang terlibat dalam program perlu membangun kerjasama yang baik diantara mereka dan pihak lain. Berbagai kekurangan tersebut justru sangat berpengaruh pada usaha mereka. Untuk itu pemberdayaan kepada para petani mutlak harus berjalan agar usaha tani merka terus berkembang.

Sebab itu, menurut penilaian WTM, strategi ini akan sangat memberikan dampak positif kepada masyarakat tani. Sebab dengan pendekatan dari petani ke petani  memiliki beberapa keunggulan yakni: komunikasi lebih lancar karena tahu situasi dan kondisi, mempermudah penyebaran informasi, memperkuat keyakinan adanya perubahan, dan adanya kepastian berkelanjutan. Tujuan Pelatihan ini adalah Pertama, Meningkatkan kapasitas petani/kader tani dalam memimpin dan memfasilitasi berbagai kegiatan baik di tingkat kelompok maupun di tingkatan yang lebih tinggi. Kedua, Membantu meningkatkan Sumber Daya para petani/kader tani dalam pengelolaan usaha tani di wilayah Mapitara. Ketiga, Kader Tani mampu melakukan advokasi  kebijakan di tiingkat pemerintah lokal, demikian ujar mantan Direktur Walhi NTT.

Acara pelatihan ini diakhir dengan praktek, dimana para kader tani memilih topik yang ingin difasilitasi dan kemudian dipraktekan, setelah itu dibenahi oleh tim fasilitator dan dicoba lagi sampai para peserta bisa dinilai sebagai seorang fasilitator.

Rabu, 01 Juni 2016

Kearifan Lokal Masyarakat Sikka Kelola Tanah, Air dan Hutan

Opi Dun Kare Dunan; sistem ruang yang mengalokasikan wilayah-wilayah puncak gunung sebagai daerah jebakan air atau untuk kepentingan adat lainnya. Di wilayah ini dilarang penebangan dan pengembangan pertanian.

Opi Dun Kare Taden, bentangan alam yang secara fungsional merupakan cadangan lahan garapan untuk mengantisipasi ledakan penduduk dan keterbatasan lahan. Dalam areal ini masih harus diperhatikan beberapa fungsi perlindungan yang harus dijaga, terutama apa yang disebut Lian Puan Wair Matan, yakni areal di sekitar mata air dan sungai.

Wua Dua Mahe Moan, tempat-tempat pelaksanaan ritus dan perlindungan menhir ada suku. Ai Wau Watu Narin, tempat peristirahatan, tempat hiburan. Biasanya berada di antara ruas jalan dan areal pertanian.

Repi Goit Raen Rahat, wilayah yang memiliki kemiringan di atas 60 derajat tidak boleh dikelola. Nian koben bue tana namang pare, yakni lahan garapan untuk pertanian. Wilayah yang layak biasanya berada pada areal yang datar, cukup jauh dari daerah mata air dan bentangan sungai, tidak dalam kawasan tempat pelaksaan ritus dan tidak berada pada kemirigan di atas 60 derajat.

HUTAN DAN AIR UNTUK SEMUA

 Oleh: Herry Naif, Mantan Direktur WALHI NTT, sekarang menjadi Koordinator Advokasi, Riset Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Hasil -  WTM

Dalam kehidupan manusia, hutan dan air merupakan sesuatu yang sungguh dibutuhkan untuk mendukungnya dalam mencapai hidup layak. Tanpa hutan dan air manusia bisa mati kekeringan. Hutan dan Air memiliki hubungan intim yang tak bisa dipisahkan. Atau, hutan dan air memiliki relasi timbal balik.

Hutan sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. Hutan memiliki 3 (tiga) fungsi diantaranya: fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi (ekonomi).

Sedangkan air adalah unsur hakiki bukan saja bagi manusia melainkan juga bagi tanaman dan hewan. Tiada kehidupan tanpa air. Dulu, krisis air adalah permasalah perkotaan. Kini, krisis air tanpa mengenal sekat wilayah, baik di daerah kota maupun daerah hulu  seiring dengan masifnya kerusakan lingkungan di kawasan hutan (kawasan resapan).

Gencarnya eksploitasi (pengambilan) sumber daya alam besar-besaran, seperti penebangan hutan, destructive logging, pertambangan, perluasan pemukiman terus menerus menyebabkan sempitnya luasan kawasan dan menurunnya kualitas hutan. Semua fakta ini tengah berdampak buruk pada keselamatan lingkungan dan manusia.

Dari pemahaman sederhana ini, dilihat betapa pentingnya hutan dan air. Keduanya menjadi aset yang harus dimiliki petani dalam mendukung pengelolaan pertanian berkelanjutan.  Ironis, bila petani tidak punya tanah dan tidak  menjaga hutan dan air untuk menciptakan kehidupan yang lebih layak.

HUTAN DAN PEMANFAATANNYA

Seturut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan menyatakan bahwa Kehutanan adalah sistem pengurusan yang bersangkut paut dengan hutan, kawasan hutan, dan hasil hutan yang diselenggarakan secara terpadu. Atau, hutan adalah suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan berisi sumber daya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam lingkungannya, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan.

“Kawasan hutan adalah wilayah tertentu dan/atau ditetapkan oleh pemerintah untuk dipertahankan keberadaanya sebagai hutan tetap” (lih. pasal 1). Dari pemahaman ini juga dapat dimaknai bahwa hutan menjadi penting bagi kehidupan manusia. Hutan harus dilindungi untuk sebuah kehidupan yang layak.
Hakikatnya, hutan memiliki 3 (tiga) fungsi diantaranya: fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi.

Berasas pada tiga fungsi ini maka seluruh aktifitas dalam kawasan hutan harus diasaskan pada prosedur hukum sebagaimana termaktub dalam Pasal 19, Undang-undan No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan, ayat 1-3 bahwa;
  1. Perubahan peruntukan dan fungsi kawasan hutan ditetapkan oleh Pemerintah dengan didasarkan pada hasil penelitian terpadu.
  2. Perubahan peruntukan kawasan hutan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) yang berdampak penting dan cakupan yang luas serta bernilai strategis, ditetapkan oleh pemerintah dengan persetujuan Dewan Perwakilan Rakyat.
  3. Ketentuan tentang tata cara perubahan peruntukan kawasan hutan dan perubahan fungsi kawasan hutan sebagaimana dimaksud ada ayat (1) dan ayat (2) diatur dengan Peraturan Pemerintah. Penyelenggaraan kehutanan berasaskan manfaat dan lestari, kerakyatan, keadilan, kebersamaan, keterbukaan, dan keterpaduan, (Pasal 2). Penyelenggaraan Kehutanan bertujuan untuk sebesar-besarnya kemakmuran rakyat yang berkeadilan dan berkelanjutan dengan;“Menjamin keberadaan hutan dengan luasan yang cukup dan sebaran yang proporsional;   Mengoptimalkan aneka fungsi hutan yang meliputi fungsi konservasi, fungsi lindung, dan fungsi produksi untuk mencapai manfaat lingkungan, sosial, budaya, dan ekonomi yang seimbang dan lestari; Meningkatkan daya dukung daerah aliran sungai; Meningkatkan kemampuan untuk mengembangkan kapasitas dan keberdayaan masyarakat secara partisipatif, berkeadilan, dan berwawasan lingkungan sehingga mampu menciptakan ketahanan sosial dan ekonomi serta ketahanan terhadap akibat perubahan eksternal; dan Menjamin distribusi manfaat yang berkeadilan dan berkelanjutan.
    Dalam kawasan hutan, rakyat pun memiliki hak dan peran.
    Seturut Pasal 68, Selain hak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), masyarakat dapat:
  • Memanfaatkan hutan dan hasil hutan sesuai dengan peraturan perundang-undangan yang berlaku;
  • Mengetahui rencana peruntukan hutan, pemanfaatan hasil hutan, dan informasi kehutanan;
  • Memberi informasi, saran, serta pertimbangan dalam pembangunan kehutanan; dan
  • Melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan pembangunan kehutanan baik langsung maupun tidak langsung.
Semua itu bermuara pada upaya perlindungan hutan untuk mewujudkan kelestarian lingkungan.

Untuk mempertegas akses dan kontrol rakyat terhadap kawasan maka dikeluarkannya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor : P.14/Menhut-RI/2006 tentang Pedoman Pinjam Pakai Kawasan Hutan. Pinjam pakai kawasan hutan adalah penggunaan atas sebagian kawasan hutan kepada pihak lain untuk kepentingan pembangunan di luar kegiatan kehutanan tanpa mengubah status, peruntukan dan fungsi kawasan tersebut (Pasal 1).

Beberapa pasal yang dikemukakan itu, hakikatnya pengelolaan hutan dilihat dalam satu kesatuan, yang dikenal dengan pengelolaan lingkungan hidup yang dimuarakan pada kesejahteraan rakyat. Hal penting yang harus diperhatikan adalah bahwa hutan yang ada bukanlah warisan nenek moyang yang seenaknya digunakan melainkan perlu dicatat bahwa hutan merupakan titipan dari generasi yang akan datang, sehingga dalam memanfaatkannya harus diperhatikan kelangsungan dan kelestariannya agar dapat digunakan generasi yang akan datang.

Kerusakan lingkungan hidup (hutan) dapat disebabkan faktor proses alam dan karena aktivitas manusia. Penurunan kualitas dan penurunan kuantitas hutan berdampak pada terjadinya “bencana ekologi”.

AIR DAN PERMASALAHANYA

Air merupakan material yang vital bagi kelangsungan hidup seluruh makhluk hidup di bumi, sebagaimana dinyatakan oleh Enger dan Smith: "Semua organisme yang hidup tersusun atas sel-sel yang berisi air sedikitnya 60% dan aktivitas metaboliknya mengambil tempat di larutan air". Selanjutnya, tokoh dunia Goethe pernah menyatakan: "Everything originated is the water. Everything is sustained by water."

Pada Tahun 2002, Komite Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya (dalam Komentar Umum No. 15, secara tegas memberikan penafsiran tentang pasal 11 dan pasal 12 dari Kovenan Internasional Hak-hak Ekonomi, Sosial dan Budaya bahwa hak atas air adalah sesuatu yang tidak dapat dipisahkan dari hak-hak asasi manusia lainnya.  

Persaingan atas sumber daya air, baik dalam pemenuhan kebutuhan hidup sehari-hari (konsumen rumah tangga) maupun kebutuhan irigasi dan lainya sering hanya menguntungkan para penguasa dan pemodal. Mereka yang tak berdaya (rakyat) terlantar dan kehausan.

Misal, banyak warga kota Maumere mengeluh karena sering tidak mendapatkan distribusi air. Padahal ada lembaga daerah yang ditugaskan mengurus pemenuhan air bagi warga, seperti Perusahan Daerah Air Minum (PDAM). Ada pula lembaga yang didanai World bank seperti Pansinmas. Mengherankan, kondisi ini kemudian melahirkan begitu banyak perusahaan air minum (swasta) yang mengambil air tanah dan dijadikan sebagai lahan bisnis.

DAMPAK KERUSAKAN HUTAN

Menurunnya Debit Air/Krisis Air
 Kerusakan hutan yang dimaksud adalah terjadinya perubahan fisik, sifat fisik, atau hayatinya, yang meyebabkan hutan tersebut terganggu atau tidak dapat berperan sesuai dengan fungsinya. Bahwa dengan kerusakan tersebut berpengaruh terhadap perubahan tata hidrologi air.

Kegiatan pengelolaan hutan yang mempunyai dampak terhadap kehidupan bangsa, misalnya penebangan liar, pencurian kayu, penyelundupan kayu, perambahan hutan, dan penambangan dalam kawasan hutan.

Berhadapan dengan berbagai persoalan tersebut hanya sedikit orang yang menganalisis bahwa keterbatasan  air dan pangan diakibatkan kondisi ekologi, terutama kesimbangan ekologi yang mana makin sempitnya kawasan penyanggah di setiap pulau. Ini diperparah dengan merebaknya dampak pemanasan global (global warming) dan perubahan iklim (climate change).

Lebih jauh ditelusuri, NTT yang merupakan gugus pulau api (ring of fire) yang sangat kecil. Ini dituntut agar benar memiliki kawasan penyangga yang cukup seimbang.

Dari waktu ke waktu debit  air pada sumber-sumber mata air yang ada di kampung semakin menurun dan ketersedian air tanah semakin dalam. Beberapa tahun lalu dengan kedalaman 5-10 meter orang sudah mendapatkan mata air tetapi kini harus melebihi 10 meter. Fakta-fakta ini adalah permasalahan kongkret yang menandakan bahwa ada kerusakan dan penurunan kualitas hutan kita. Semua ini terjadi akibat semakin menyempitnya luas kawasan hutan dan menurunya kualitas hutan kita. Sebab prinsipnya, hutan dan air itu selalu seiring. Hutan rusak maka terjadi krisis air.

Dari pemahaman ini, NTT yang berkarakter kepulauan dan termasuk kawasan ring of fire, rentan terhadap kekeringan/kelangkaan air.

Iklan “sumber air su dekat, kotong sonde terlambat lagi adalah sebuah ungkapan yang ironis bagi masyarakat Timor dan NTT pada umumnya.     Di tengah kegentingan ekologi, pemerintah provinsi NTT dan pemerintah kabupaten mengobral Ijin Usaha Pertambangan. Kebijakan ini dinilai tidak sinkron dengan paradigma pengurangan resiko bencana dan Penyelamatan lingkungan

Banjir
Banjir dapat terjadi karena murni gejala alam dan juga karena dampak dari ulah manusia sendiri. Banjir dikatakan sebagai gejala alam murni jika kondisi alam memang mempengaruhi terjadinya banjir, misalnya hujan yang turun terus menerus, terjadi di daerah basin, dataran rendah, di lembah-lembah sungai.

Banjir dapat juga disebabkan karena ulah manusia. Misalnya, karena penggundulan hutan di kawasan resapan, timbunan sampah yang menyumbat aliran air, ataupun karena rusaknya dan atau pintu pengendali aliran air. Kerugian yang ditimbulkan akibat banjir, antara lain, hilangnya lapisan permukaan tanah yang subur karena tererosi aliran air, rusaknya tanaman, dan rusaknya berbagai bangunan hasil budidaya manusia.

Tanah Longsor
 Karakteristik tanah longsor hampir sama dengan karakteristik banjir. Longsor dapat terjadi karena proses alam atau pun karena dampak kecerobohan manusia.

Longsor dapat merusak struktur tanah, merusak lahan pertanian, pemukiman, sarana dan prasarana penduduk serta berbagai bangunan lainnya.
   
TAWARAN SOLUSI

Krisis air dilihat sebagai  ancaman bersama yang dijadikan refleksi dan evaluasi terhadap kualitas ekologi.

Prinsipnya hutan, tanah dan air harus dilihat dalam satu kesatuan yang utuh. Hutan harusnya dilihat sebagai pelayan alam dan air adalah darah kehidupan serta tanah adalah daging.  

Dari analogi ini ketiganya menjadi bagian dari hidup manusia yang tak terpisahkan. Proses pemulihan ekologi melalui perluasan wilayah kawasan penyanggah dan perbaikan atas sistem pertanian berkelanjutan perlu mendapat perhatian serius pemerintah.


KESIMPULAN
Vandhana Shiva, seorang aktivis lingkungan dunia yang gencar menyoal privatisasi air dalam bukunya Water Wars: Privatisasi, Profit dan Polusi (2003). Budaya ekologi adalah budaya untuk pelestarian dan pengelolaan sumber daya alam oleh masyarakat, sehingga air sebagai salah satu sumber daya alam adalah milik publik yang dapat dipergunakan oleh seluruh umat manusia dengan bebas dan gratis. Sementara, budaya kapitalisme adalah budaya yang mengabdi pada kepentingan orang beruang, di mana segala sesuatu di lihat dar keuntungan ekonomis. Air tak ubahnya barang di pasar yang siap untuk diperjual belikan.

Sedangkan dalam konteks di Sikka analisis difokuskan beberapa rekomendasi  aktifitas penting yang perlu dilakukan adalah: Monitoring dan evaluasi terhadap kualitas kawasan lindung dan hulu yang ada di kabupaten Sikka agar diketahui kondisinya.

Perlu penanaman kembali pada kawasan yang dinilai rusak dan hendaknya ini menjadi gerakan bersama rakyat. Rakyat harus dilibatkan secara penuh dan diberi tanggung jawab.     Rakyat yang sukses menghijaukan dan menjaga wilayahnya perlu diberi apreseasi dana stimulan.

Dari beberapa catatan ini, mau dikatakan bahwa Orang Sikka sejak dulu selalu hidup bersama alam dan selalu menjaga alam.






PETANI DAN PENGETAHUAN

Oleh : Mus Muliadi, fasilitator lapangan di Wahana Tani mandiri (WTM)

Nusa Tenggara Timur (NTT) dikategorikan menjadi salah satu propinsi yang masyarakatnya berada di bawah garis kemiskinan entah sampai kapan. Lantas, menjadi pertanyaan bagi kita, Mengapa? Ini masih dilihat secara umum untuk seluruh lapisan sosial masyarakat di NTT. Belum lagi kita menengok ke lapisan masyarakat secara mayoritas. Siapa mereka? Tentunya di sini adalah Petani. Para petani seharusnya menjadi objek yang perlu mendapat perhatian fokus dalam roda pembangunan ekonomi masyarakat keseluruhan karena, sejatinya petani adalah nadi kehidupan umat manusia di muka bumi ini. Kita tidak ingin seringkali petani diberi gelar miskin, padahal ada sesuatu yang paling mendasar yang belum diketahui oleh petani itu sendiri yakni pengetahuan dalam mengelola usaha taninya.

Pantaskah petani mendapat predikat miskin?
Benarkah petani menjadi objek yang harus selalu menyandang predikat miskin? Pandangan orang tertentu, menganggap petani miskin itu karena malas bekerja. Kita perlu berpikir kritis atas pemahaman sempit yang dibarengi dengan argumentasi yang tidak mendasar itu. Prinsipnya, adalah tidak ada masalah yang tidak dapat diselesaikan. Begitu pula dengan masalah kaum tani yang selama ini selalu dihantui dengan berbagai bentuk kegagalan yang dihadapinya. Deretan persoalan, seperti cura hujan yang tak menentu, panas berkepanjangan, hama tanaman, gagal panen, berbagai penyakit yang menyerang ternak dan banyak lagi masalah lain yang kemudian berujung pada rendahnya pendapatan. Selain dihadapi dengan setumpuk persoalan tersebut, kebijakan negara seringkali tidak memihak pada rakyat yang kemudian menambah beban persoalan. Lalu apakah tumpukan persoalan tersebut menjadi jalan buntuh bagi para petani untuk menuju sebuah kehidupan lebih baik? Tentunya petani menginginkan sebuah perubahan, namun hal ini tidak terlepas dari pengetahuan petani itu sendiri. Jika petani dibekali dengan pengetahuan yang cukup baik secara teknis maupun manajement, tentunya predikat miskin itu tidak melekat dalam diri petani. Dengan demikian pengetahuan menjadi penting bagi petani demi mengelola usaha taninya sendiri menuju kemandirian.

Apakah petani malas bekerja, ini fakta lapangan
Berbeda dengan pekerja kebanyakan, misalnya seorang pegawai kantoran yang bekerja pada instansi pemerintahan akan berbeda jam kerjanya dengan seorang petani. Seorang pegawai akan masuk kerja jam 08.00 pagi sampai  jam 05.00 atau pkl. 17.00 sore dalam 5 hari kerja, itu pun masih ada waktu istirahatnya. Bagaimana dengan kerja seorang petani? Hampir semua petani tidak pernah mengeluh dengan jam kerja mereka. Mereka harus bangun pagi jam 05.00 bahkan jam 04.00 untuk memulai aktivitasnya dari mengurus makan buat anak-anak sekolah, memberi makan ternaknya lalu pergi ke kebun hingga pulang diatas jam 05.00. Apakah kita masih memberi predikat untuk kaum tani dengan kata malas? Tentu ini hanyalah anggapan keliru bagi orang-orang yang sesungguhnya lupa akan kaum pemberi kehidupan.

Apa alasan mendasar petani selalu miskin?
Hampir seluruh petani NTT bertani secara tradisional dengan keterbatasan pengetahuan yang tradisional pula. Bagi saya, alasan inilah yang kemudian memasung petani dalam satu kondisi yang sulit berubah sepanjang sejarah. Tentunya perubahan dimaksud adalah perubahan positip menuju ke arah peningkatan pendapatan usaha tani. Memang bertani tradisional ada hal-hal positip yang perlu dikembangkan terkait kearifan lokal yang diwariskan oleh leluhur. Namun tentunya petani membutuhkan pengetahuan yang lebih dalam bertani yang baik seperti soal manajemen, sarana produksi yang baik, hal teknis dan tentunya jaringan atau relasi dengan pihak lain. Bukan hanya itu, lemahnya analisis usaha tanijuga menjadi salah satu problem di tingkatan masyarakat tani. Hal inilah kemudian membuat para petani kita selalu mendapat predikat miskin sepanjang abad.

Bukan pergi mendata lalu pulang menghilang
Wahana Tani Mandiri memberikan solusi
Tim Wahana Tani Mandiri (WTM) dibekali dengan kapasitas yang cukup dan nantinya bersama kader tani akan mendampingi secara serius untuk kelompok tani dampingan. Memang tidak mudah merubah keadaan, ada tahapan proses yang kita lalui dari mendata kelompok tani, analisis usaha, rencana kerja, aksi dan evaluasi yang akan kita lalui bersama. Dengan demikian kami membutuhkan kerja sama dan partisipasi dari sahabat tani semuanya . Adapun hal yang akan diberikan dalam pendampingan nanti terkait pengetahuan petani dari perencanaan kelompok, analisis usaha, manajement hingga hal-hal teknis dalam bertani. Dengan demikian harapan besar akan sebuah perubahan tentunya menjadi sebuah cita-cita kita dapat diraih.

Sallom..........

<marquee>WTM LAKUKAN VAKSIN AYAM DI 3 KELOMPOK TANI DI EGON GAHAR</marquee>

Ansel Gogu (Kader Tani WTM) sedang Vaksin ayam anggota Kel. Tani Egon Gahar, KN , Dalam rangka mendorong sebuah pola budi daya ternak t...