Sabtu, 24 September 2016

TANAMKAN GOTONG ROYONG DALAM PEMBUATAN TERAS SERING

Mapitara – KN, Beberapa kelompok tani dampingan WTM dalam kerja samanya dengan CPEF di wilayah Mapitara seperti: kelompok Kaju Wair, Uma Tawu, Cinta Sesama dan Lero Bekor I menerapkan gotong royong dalam mempersiapkan kebun secara bergilir dalam kelompok. Dalam bahasa Sikka, gotong royong disebut Sako Seng. Kegiatan yang berlangsung Rabu (6-14) dihadiri oleh belasan anggota kelompok tani dan kader tani. Kegiatan ini difasilitasi oleh Kristoforus Gregorius (Koordinator Lapangan) dan Fasilitator Lapangan (Marianus Mayolis, Mus Mulyadi, Gabriel Maryanto). Kegiatan diawali dengan diskusi di setiap kelompok tentang konservasi tanah dan air, pada malamnya dan besoknya dilakukan demo pembuatan teras sering dengan menggunakan bingkai “A” yang difasilitasi oleh Kristoforus Gregorius (Koordinator Lapangan) dan Fasilitator Lapangan (Marianus Mayolis, Mus Mulyadi, Gabriel Maryanto). Menurut Kristo, tujuan pembuatan teras di kebun adalah untuk menjaga erosi dan mengembalikan kesuburan tanah. Selain itu juga, tanaman teras juga dapat dijadikan sebagai pupuk hijau dan pakan ternak. Para petani hendaknya melakukan penanaman jenis-jenis tanaman teras; seperti: kaliandra merah, kaliandra putih, lamtoro, gamal dan fleminqia. “Saya akan mengunjungi setiap anggota dan terlibat melakukan kerja bergilir sesuai dengan rencana kelompok,”ujar Kristo. Sedangkan, Mus Mulyadi menjelaskan bahwa sebelum memulai menanam, para petani terlebih dahulu melakukan penyebaran daun-daun hijau dan kotoran ternak; seperti kambing dan babi serta kotoran ayam sebagai pupuk dasar di kebun mereka. Lebih lanjut dikatakannya, pestisida organik dan pupuk organik adalah bahan alam yang tersedia di sekitar kebun petani. Untuk itu, hendaknya petani membuat dan menggunakan bahan organik tersebut (pestisida organik)untuk menyemprot tanaman sebelum diserang hama atau penyakit. Seyonya, petani sudah menyiapkannya pestisida organik sebelum kebun mereka ditanami tanaman. Cara-cara inilah yang dikembangkan Wahana Tani Mandiri (WTM) bersama para kelompok tani dampingan guna melestarikan kehidupan petani untuk mandiri dalam bekerja sebagai petani. (Tim KN)

Pisang: Dari Budaya sampai Kripik

Oleh: Getrudis Dari

Koordinator Keuangan WTM

Petani, pemilik aset sumber daya yang paling besar. Petani menjadi subjek utama dalam menggerakan dan menghidupi sebuah bangsa. Tiada negara yang hidup dan berkembang maju tanpa sumbangsi petani. Itu berarti, bahwa petani menjadi soko guru perekonomian nasional. Petani menjadi pemenuh kebutuhan primer (pangan) bagi sebuah negara.
Namun secara faktual, ditemukan bahwa petani juga menjadi kelompok rentan akan kemiskinan. Tidak heran, bila dilihat dari grafik kemiskinan petani yang paling banyak mengalami kemiskinan. Padahal, Indonesia adalah negara agraris. Indonesia memiliki luas areal pertanian baik lahan basah (Persawahan) seluas 10,6 juta Ha, dengan produksi padi 57,16 juta ton gabah kering (2007) maupun kering yang sangat luas. Ironisnya, hingga hari ini Indonesia menjadi negara importir hasil pertanian dari bangsa-bangsa lain di Asia.
Ini menunjukkan bahwa petani Indonesia menjadi mayoritas kelompok miskin. Sedikit petani yang mencapai kehidupan yang layak atau memiliki kualitas hidup yang baik. Petani menjadi bulan-bulanan dijerat berbagai problem. Menyikapi fakta ini, ada begitu banyak bantuan yang dimuarakan kepada petani. Bagaimana dapat diukur berapa dampaknya? Ini selalu menjadi pertanyaan para pihak.
Dari fakta ini, disimpulkan bahwa bukankah petani seakan menjadi penadah bantuan? Atau sering orang menyebut petani ibarat pasien yang diterus diinfus. Artinya, tanpa infus maka petani menjadi tak berdaya.
Kebergantungan petani dengan dunia luar sangat besar. Petani yang mandiri terus menjadi cita-cita. Lalu pertanyaannya, kapan petani kita menjadi berdaulat atas diri dan sumber daya alam yang dimiliki? Seyogyanya petani didorong untuk mencapai kemandirian. Tesisnya bahwa petani adalah pemilik lahan. Antitesa petani mengelola lahan menjadi sumber-sumber penghidupan. Lalu, sintesisnya adalah petani berdaulat atas dirinya dan sumber daya yang dimiliki.
Dengan pernyataan sintesis ini, secara empiris petani mestinya bukan hanya menjadi alat pemuas dan pemenuh kebijakan serta kebutuhan para modal dan penguasa. Karen itu, dikenal adanya kemiskinan struktural yang yang tersistem dan terpolarisasi dalam sistem ekonomi kapitalisme yang menggurita. Bahwa yang punya kuasa dan uang mengkapling lahan lebih luas dari petani.
Perlu ada sebuah solusi riil dalam upaya memperkuat posisi tawar petani dalam sistem ekonomi kapital yang terus menggurita. Rakyat harus didorong sebagai produsen dan sekalin menjadi konsumen yang kritis. Bukan sekedar memproduksi tetapi harus secara ekonomi memiliki bacaan dan analisa pasar yang jelas. Petani bisa memprediksi dan secara ekonomi bisa mengkalkulasikan perkembangan ekonomi yang mau diemban dalam menjamin kehidupannya. Lebih dari itu, petani mampu menciptakan kedaulatan terhadap dirinya dan komunitasnya.

Gagasan Dasar

Dalam upaya meningkatkan pendapatan ekonomi petani melalui pengelolaan hasil kebun merupakan sebuah strategi riil yang harus dijalankan. Selama ini, hasil kebun dijual serampangan ke pasar tanpa pengelolaan. Apabila semua hasil kebun itu diolah setengah jadi, maka pendapatan ekonomi akan meningkat seiring meningkatnya jumlah pendapatan yang diterima petani.
Pengolahan hasil sebagai wujud pertambahan (nilai lebih) kepada petani yang perlu digagas bersama. Tanpa pengolahan hasil kebun mereka hanya sebatas produsen dari kebun atau secara vulgar dikatakan bahwa petani hanyalah menjadi penjaga kebunnya para pemilik modal. Karena itu, dalam mendorong peningkatan ekonomi petani, Wahana Tani Mandiri (WTM) bersama petani merefleksikan bahwa saatnya petani perlu mengelola hasil kebun yang ada, pengolahan paskah panen.
Dalam hukum ekonomi, mengawali kegiatan suatu usaha produksi atau bisnis, sebuah perusahaan atau seorang pebisnis, akan mendahulukan keuntungan atau netto dari usaha tersebut. Begitu pun dengan kelompok tani, perlu melakukan analisa ekonomi agar biaya produksi itu lebih rendah dari biaya distribusi dan penjualan.
Nilai pendapatan dari penjualan harus melebihi biaya produksi. Atau dalam kata lain, usaha itu harus membawa (keuntungan/laba) untuk meningkatkan kualitas hidup petani. Usaha atau bisnis tergantung pada bagaimana menjalankannya dan membaca peluang bisnis yang bisa menjanjikan keuntungan yang berlipat ganda.

Secuil Pengalaman bersama Petani

Dalam program “Peningkatan Kapasitas Masyarakat Tani dalam Adaptasi Perubahan Iklim lewat Pendekatan Usaha Tani Berbasis Konservasi” kerja sama WTM dengan Miserior Jerman, telah diidentifikasi beberapa hasil kebun yang ingin dikembangkan sebagai penopang ekonomi keluarga dan kelompok Tani. Para petani dampingan Wahana Tani Mandiri kemudian mengidentifikasi hasil-hasil kebun yang bisa dijadikan sebagai penambah pendapatan petani selain hasil pangan yang diperoleh, agar dikelola dan dipasarkan di pasar-pasar lokal. Ada kelompok yang ingin mengembangkan kelapa, kacang, mente dan pisang.
Pengelolaan hasil kelapa didominasi oleh kelompok tani di dataran pantai selatan sedang pengolahan pisang didominasi oleh kelompok tani di wilayah Mangepanda (pantai utara). Sedangkan kacang-kacangan di wilayah pengunungan (Napu Gera) dan Tuwa. Tulisan ini akan difokuskan pada pengolahan pisang menjadi kripik yang sedang ramai dikembangkan kelompok tani di wilayah Detugau (Mego), Koro dan Done (Magepanda) dan Tuwa (Tanawawo).

Pisang dijadikan Penambah Pendapatan Petani

Pisang merupakan jenis buah yang bisa ditemui dengan mudah hampir di seluruh pelosok tanah air di Indonesia terutama di Kabupaten Sikka. Buah pisang bukan saja enak dimakan, tapi juga kaya akan gizinya. Selain itu rasanya pun manis. Buah pisang memiliki berbagai macam jenis, selain bisa langsung dimakan juga bisa diolah dalam bentuk keripik pisang. Cara membuat keripik pisang pun sangatlah mudah.
Namun untuk membuat keripik pisang yang enak dan dijual ke pasaran, dibutuhkan pisang yang berkualitas dan cara pengemasan pun yang menarik. Bukan hanya itu saja, keripik pisang juga merupakan cemilan keluarga dengan harga terjangkau, sehingga bisa dinikmati baik di kalangan anak-anak maupun di kalangan orang dewasa.
Apabila seorang petani yang memiliki keterampilan yang baik, tidak akan menjual pisang di pasar dengan harga yang murah baik di jual dalam 1 sisir atau pun 1 tandan yang hanya mendapatkan hasil Rp 10.000, per sisir atau Rp 50.000, per tandan. Petani yang memiliki keterampilan, akan mengolah kembali pisang yang ada dengan membuatnya menjadi keripik pisang.

Pisang dalam Potret Budaya Sikka

Bila kita memotret budaya Sikka, pisang menjadi salah satu prasarana yang biasa dihadirkan dalam acara adat-budaya sikka. Pisang menjadi bawaan keluarga laki-laki pada saat acara adat di rumah perempuan, dan kemudian pisang itu akan dibagikan kepada keluarga perempuan sebagai tanda bahwa perempuan tersebut telah dilamar laki-laki (Mu’u Manu).
Atau pada acara nikah (benjer gete) biasaya ada pohon pisang yang utuh (batang, daun, buah dan jantung pisang). Pisang ini sebagai simbol bahwa perkawinan itu dilangsungkan secara mulia. Artinya sebelum upacara tersebut, belum ada hubungan intim sebagaiamana suami istri. Dalam kehidupan seharin orang sikka bahwa pisang menjadi bagian yang tak terpisahkan. Bagi mereka pisang adalah teman moke. Bahwa bila mereka berkumpul untuk minum moke pasti pisang menjadi utama yang dicari selain ikan. Dengan demikian, pisang memiliki nilai yang penting bagi masyarakat Sikka.

Pengolah Pisang (Kripik Pisang) dalam Analisa Ekonomi Apabila petani membuat analisa usaha ekonomi terutama pada pengembangan tanaman pisang dan pengolahan pisang menjadi kripik pastinya akan mendorong petani tidak akan menjual pisang di pasar dengan harga yang murah baik di jual dalam 1 sisir atau pun 1 tandan yang hanya mendapatkan hasil Rp 10.000,.per sisir atau Rp 1000.000, per tandan. Petani yang ingin mengolah pisang untuk menjadi keripik pisang, semestinya diawali dengan analisa untung-rugi. Ada pun cara membuat dan menjual ke pasar dengan keuntungan yang lebih besar adalah sebagai berikut :

Tabel. 1. Perhitungan Pengeluaran dalam Pembuatan Kripik Bahan-bahan : Harga/per unit : Pisang 1 tandan Rp 100.000,. Bumbu-bumbu Rp 10.000,. Minyak gorang 1 botol kecil Rp 10.000,. Pengepakan ( plastik ) Rp 20.000,. Biaya Tenaga kerja/ orang Rp 25.000,. Keperluan lainnya Rp 10.000,. Total Rp 175.000,.

Perhitungan laba-rugi dalam proses produksi sampai proses pemasaran keripik pisang, mulai dari 1 hari, 1 minggu, 1 bulan dan laba yang didapatkan selama 1 hari, 1 minggu dan 1 bulan yaitu :
Tabel 2. Analisa Perkiraan Pengeluaran Produksi Pisang sebagai modal awal Biaya-biaya : Harga/unit : Pisang 1 tandan Rp 100.000,. Bumbu-bumbu Rp. 30.000,. Minyak goreng 1 jirigen : Rp 70.000,. Transportasi : Rp 50.000,. Pengepakan : Rp 50.000. Tenaga kerja : 5 orang x Rp 25.000,. : Rp 125.000,. Keperluan lainnya : Rp 50.000,. Total : Rp 475.000,. Misalkan harga jual keripik pisang : Rp 35.000,./kg Jika dalam sehari menjual 25 kilo maka hasil penjualan yang didapat adalah 25 kg x Rp 35.000, = Rp 875.000,. Maka keuntungan yang diperoleh dalam 1 hari dengan menjual 25 kilo adalah sebesar : Rp 875.000 – Rp 475.000,. = Rp 400.000,.

Tabel. 3 Analisa Laba dalam Sebulan dalam Usaha Kripik Pisang
URAIAN PERHITUNGAN (Rupiah) Modal per hari Rp 475.000,. Modal per minggu Rp 475.000 x 7 hari = Rp 3.325.000,. Modal per bulan Rp 3.325.000 x 4 minggu = Rp 13.300.000,. Laba per hari Rp 400.000 Laba per minggu : Rp 175.000 x 7 hari = Rp 2.800.000,. Laba per bulan : Rp 1.225.000 x 4 minggu Rp 11.200.000

Analisa Ekologis

Pengembangan usaha tani yang digagas pemerintah dengan menggunakan pupuk dan pestisida kimia telah menimbulkan ketergantungan yang tinggi terhadap pihak luar. Malah yang lebih parah, benih pun itu didatangkan dari luar. Itu berarti petani memang tidak berdaulat atas dirinya, mulai dari benih, pemeliharaan tanaman hingga panen.
Lebih dari itu, Situasi panas dan tidak ada hujan sama sekali pastinya berdampak negatif bagi kehidupan masyarakat tani terutama pemenuhan pangan. Karena itu, para petani dianjurkan untuk menanam pisang sebagai salah satu tanaman yang berfungsi ganda, bisa membantu petani sebagai pangan lokal dan pisang adalah tanaman yang bisa menghasilkan sepanjang tahun.
Malah secara ekologis pisang dianjurkan untuk ditanam sebagai pohon pelindung di wilayah kawasann mata air dan kebun. Tanaman pisang juga membantu proses kelembaban tanah, yang akan memberi dampak positif kepada tanaman di sekitarnya.
Pengelolaan usaha tani yang tidak memperhatikan keseimbangan alam mengakibatkan kesuburan tanah berkurang dan rendahnya produksi tanaman. Kurangnya kemampuan teknologi pengelolaan usaha tani memungkinkan petani tetap menggunakan budaya bertani tebas bakar dan ladang berpindah-pindah.

Kamis, 22 September 2016

WTM BAHAS PROGRAM BERSAMA MISERIOR

Maumere, KN. Setelah tiga tahun (2014-2016) menjalankan program “Penguatan Kapasitas Masyarakat Tani Adaptasi Perubahan Iklim lewat Pendekatan Usaha Tani Berbasis Konservasi”kerja sama WTM dengan Misserior- Jerman. Jenjang waktu yang sangat pendek dalam upaya mendorong kemandirian petani, karena itu Misserior - Jerman bersama WTM berniat melanjutkan kerja samanya demi memfokuskan diri pada beberapa isu pengembangan pertanian yang mana dapat mengembangkan kapasitas petani dampingan. Selain itu, pendampingan ini juga harus berdampak pada perubahan kualitas hidup masyarakat yang baik. Pertemuan pembahasan program ini dihadiri oleh Seluruh staf WTM dan 3 kader tani utusan dari 3 kecamatan yakni: Beatriks Rika (Mego), Fransiskus Toki (Magepanda) dan Siprianus Rehing (Tanawawo). Selain itu hadir juga Inge Lempp dari Misserior Jerman.
Pada acara pembukaan pertemuan itu, Carolus Winfridus Keupung mengatakan bahwa selama tiga tahun program ini WTM berinteraksi dengan para petani melalui berbagai aktifitas yang dilakukan entah itu advokasi teknis maupun advokasi kebijakan di tingkat pemeritah lokal (pemerintah desa). Bahwa ada begitu banyak hal positif dan negatif yang ditemukan di sana semestinya menjadi pembelajaran agar gagasan organic farming dari waktu ke waktu menjadi pilihan petani. WTM punya konsep yang selalu diperkenalkan kepada petani adalah sistem pertanian terpadu. Konsep ini awalnya ditantang banyak pihak terutama oleh para agen korporasi tetapi WTM bersama petani dampingan perlahan-lahan melakukan kampanye dan aktifitas yang mendukung pengejawantahan pertanian organik. Sedangkan Inge Lempp yang memfasilitasi kegiatan itu memperkenalkan beberapa konsep baru terutama dalam manajemen pengelolaan kelembagaan dan keuangan. Menurutnya diharapkan WTM dalam menjalankan program tiga tahun mendatang itu lebih transparan dan sehat. Setelah itu, para staf WTM, kader tani dan Inge dari Miserior bersama-sama mendrafting proposal tiga tahun mendatang (2017-2020). Dalam kesempatan itu juga, Inge mengharapkan pengelolaan keuangan menggunakan sistem quick books, untuk mengontrol sistem keuangan baik program dan kelembagaan. Lebih dari itu juga diperkenalkan agar bagaimana WTM bisa melakukan pengontrolan keuangan dengan waktu pelaksanaan agar terjadi perimbangan, jelas Inge. Dalam proses pen-draftingan tentang kegiatan apa saja yang akan dilakukan untuk mendorong dan mendukung upaya perubahan kualitas hidup masyarakat tani dengan pengelolaan pertanian organik. Dari pertemuan itu menghasilkan sebuah drafting proposal WTM kerja sama dengan Misserior. (HN-KN)

Sabtu, 03 September 2016

MASSIPAG KUNJUNGI KEBUN PENELITIAN BEATRIKS RIKA

Kunjungan Masipag di Kebun Penelitian Beatriks Rika
Kegiatan evaluasi penelitian Kawin silang padi bersama Massipag Filipina yang akan dilaksanakan pada tanggal 20-21 Agustus itu diawali dengan kunjungan kebun ke area penelitian Beatriks Rika, pada tanggal 19 Agustus. Dorongan semangat karena kesuksesan Peneliti Beatriks Rika, Tim dipimpin oleh Elisabet (Konsultan Massipag), Darius Goranggo (Petani Peneliti Massipag), Lusia Ortiz (Koordinator Penelitian Massipag), Kristopel (Miserior Jerman) dan Diah (Mahasiswa UGM). Tim ini didampingi koordinator Advokasi, Penelitian dan Pengelolaan lingkungan dan Hasil (Herry Naif).

Kunjungan kebun ini dimaksud untuk memantau langsung padi F1 hasil kawin padi kupa dan ciherang yang dikawinkan oleh Beagriks Rika. Kedatangan tim disambut baik oleh Petani Peneliti Beatriks Rika di Sawahnya yang terletak di Lowo Lo'o, desa Bhera, Kecamatan Mego,Kabupaten Sikka.

Herry Naif, yang memandu kunjungan ini mengutarakan sekilas tentang apa yang telah dicapai oleh Beatriks dan kemudian diskusi dan tanya jawab para pengunjung dengan Beatriks Rika. Dari kunjunga itu ditemukan bahwa ada hama yang menyerang tanaman padi di Lokasi persawahan Lowo Lo'o. Dari pantauan itu, menurut Darius, bahwa semestinya tahun ini setelah panen Beatriks harus membiarkan lokasi persawahannya kering dan dijemur selama sebulan agar terjadi proses pemulihan dan pembasmian hama atau berbagai organisme pengganggu lain. Setelah itu, baru ibu Beatriks bisa melanjutkan dengan proses persiapan kebun untuk penanaman. Tambah Darius, setelah panen jerami padi dibakar lalu dicampur dengan kotoran ayam dan disiram di petak saya. Bila perlu ditambah dedaunan baru dibajak. Dengan demikian akan terjadi penambahan pasokan organik.

Selain itu juga perlu disiapkan pestisida organik. Malah lebih bagus, dibiarkan begitu saja agar diketahui hama apa saja yang menggangu dan bisa tumbuh juga organisme yang datang dan membantu menghalami masuknya hama.

Ibu Bess, sapaan Elisabet Curado mengapreseasi keberhasilan ibu beatriks dalam aktifitas kawin silang. Ia mengharapkan agar ke depan lebih bersemangat dan dicari padi lokal untuk dimuliahkan. Saran ini disambut baik oleh Beatriks bahwa pada musim tanam tahun ini, saya akan berusaha mendapatkan benih padi lokal untuk dimuliahkan, tutur Beatriks.

Hanya saja bahwa komunikasi yang terbangun di persawahan ini dalam tiga bahasa yakni: bahasa Tagalog, Ingris dan Indonesia.

CEPF LAKUKAN CAPACITY BUILDING BERSAMA STAF WTM

Pelaksanaan program “Peningkatan Kapasitas Masyarakat dalam Mendukung Ecosistem Berkelanjutan di Kawasan Egon” kerja sama Wahana Tani Mandiri (WTM) dengan Crytical Ecosystem Partnership Fund (CEPF) yang mulai berjalan sejak bulan Mei. Pada awal program ini, dilakukan pertemuan internal antara WTM dengan Tiburtius Hani (Yayasan Burung Indonesia) sebagai bentuk konsolidasi sekaligus sebagai sharing pengalaman dalam pengimplementasian program-program CEPF. Kegiatan ini dilakukan, pada hari Jumaat, 3 Juni 2016.

Kegiatan ini berlangsung di Maumere (kantor WTM) dipimpin oleh Carolus Winfridus Keupung (Direktur). Dalam sambuatan pembukaan, Win Keupung mengucapkan terima kasih kehadiran Tibur Hani yang mewakili Yayasan Burung Indonesia sekaligus pihak CEPF di Indonesia. Bahwa, sebelum proyek ini berjalan, kami berkomunikasi dengan pihak Pemdes, dan memetahkan kembali kelompok yang ada di desa. Di desa ada dua jenis kelompok yang didampingi yakni kelompok HKm dan kelompok tani. 

Ada beberapa persoalan yang kami jumpai di lapangan seperti kesulitan bertemu petani dan ketakutan masyarakat untuk bergabung dan membentuk kelompok HKm. Akan tetapi disamping itu di saat yang bersamaan juga antusiasme masyarakat lain sangat baik. Kemudian dalam hubungan komunikasi kami dengan pihak pemerintah juga masih berjalan baik.

Setelah itu, Tibur  Hani mengucapkan terima terima kasih kepada WTM yang sudah memberi kesempatan untuk bertemu kembali. Bagi saya ini hal yang baik, karena kita bertemu di awal sebelum program berjalan. Beda dengan teman-teman lain  yang mengelolah dana burung kecil. Kami bertemu setelah program berjalan lama sehingga ada banyak kekeliruan dalam menerjemahkan konsep dan maksud program. Seperti yang sudah saya katakan tadi bahwa WTM mendapat keuntungan karena kita bertemu di awal sebelum program berjalan sehingga jika ada beberapa hal yang belum jelas kita akan perjelas di sini, sehingga tidak terjadi kekeliruan dalam menjalankan program seperti kesalahan yang terjadi di teman teman lain.


Program CEPF ini sebenarnya pas dengan cita cita burunng indonesia. Tadi om Win sudah menjelaskan hubungan burung indonesia dengan CEPF. Sederhananya CEPF yang paling dekat ada di kami Burung Indonesia dalam beberapa hal diantaranya;  Pertama. Saya mau mendengar cerita dari kawan-kawan sehingga kita bisa mengidentifikasi persoalan di lapangan. Kalau saya bisa membantu saya akan dengan senang hati membantu. CEPF menyebut pemberian nama ini program ini sebagai investasi. Oleh karena itu mereka mau dampaknya jangka panjang ke depan atau berkelanjutan. Salah satu diantaraya adalah kapasitas kelembagaan (Capacity Building). Untuk pelacakan kapasitas kelembagaan ini nanti ada satu LSM yang mengurus kita. 

Oleh karena itu mereka butuh asesment. Kemudian saya juga akan memperkenalkan Form Monitorin KBA yang akan dipegang oleh teman teman lapangan dan bisa juga dilatih masyarakat untuk mengisi Form tersebut.

Jumat, 02 September 2016

WTM-MASSIPAG LAKUKAN EVALUASI PENELITIAN BENIH PADI

Bess (Massipag) memfasilitasi evaluasi penelitian benih padi
Maumere, KN. Penelitian kawin silang padi yang dilakukan oleh beberapa petani dampingan WTM setelah berjalan setahun atas kerja sama Wahana Tani Mandir (WTM) dengan Miserior Jerman itu dilakukan evaluasi bersama kader tani, para peneliti dan Massipag Filipina yang dilakukan di Puskolap Jiro-Jaro WTM, 20 - 22 Agustus 2016. Kegiatan ini dihadiri oleh Elisabt Curada (Konsultan Massipag), Lucille Ortiz (Koordinator Penelitian Massipag - Filipina) dan Darius Goranggo (Peneliti dari Massipag) dan Christopel (Konsultan Miserior Jerman wilayah Indonesia).

Dalam pembukaan acara tersebut, Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM) mengatakan bahwa penelitian ini sedang dilakukan oleh beberapa petani peneliti, ada yang gagal dalam proses dan ada yang gagal setelah mendapatkan bulir padi hasil kawin. Namun bagi kami, yang terpenting bahwa petani sudah mulai mencoba untuk melakukan penelitian dan sampai hari ini Beatriks Rika, Peneliti yang sukses dalam membuat kawin silang, padi chiherang dan padi kupa. 

Herry Sedang presentasi tentang penelitian yang dilakukan WTM
Mengawali acara ini, Herry Naif Koordinator Advokasi, Penelitian dan Pengelolaan Hasil dalam Program Miserior mempresentasikan tentang proses dan mekanisme penelitian yang dilakukan petani dengan beberapa latar belakang diantaranya: Pertama, banyak padi lokal yang mulai punah karena masuknya padi-padi varietas luar, yang belum tentu cocok dengan wilayah lio (Pulau Flores), kegiatan ini sebagai Pemulian varietas lokal. Kedua, nilai tawar petani; yang selama ini hanya dilihat sebagai penjaga kebun tetapi sekarang mereka juga sudah dikapasitasi untuk mulai masuk pada penelitian, agar memenuhi kebutuhan petani dengan varietas lokal; Ketiga, Mengembangkan padi varietas lokal telah terbukti tahan terhadap hama dan cocok dengan iklim yang curah hujannya sedikit; Keempat, Sebagai upaya kedaulatan benih, karena petani harus memenuhi kebutuhan benih jangan bergantung pada beni yang didatangka dari luar, kelima, sebagai salah satu ilmu yang dapat meningkatan kapasitas bagi petani di Sikka. Kelima dasar ini mejadi dasar yang mendorong WTM secara kelembagaan melakukan penelitian kawin silang padi, ujar Herry.

Sedangkan ruang penelitian yang sedang dikembangkan petani peneliti difokuskan pada tiga ruang yakni: Masalah apa saja yang dihadapi petani dalam mengembangkan benih padi lokal. Mencatat setiap fase perkembangan padi agar mengetahui permasalahan agar bisa mengetahui faktor penyebab kegagalan dan keberhasilan dalam menemukan benih varietas padi lokal yang unggul. Dan, bagaimana solusi atas permasalahan yang dihadapi petani dalam upaya pemenuhan bibit/benih padi?

Lebih lanjut, diungkapkan Herry bahwa penelitian ini bertujuan untuk menyediakan informasi yang holistik tentang varietas padi lokal dan karakter masing-masing varietas yang diidentifikasi dan dikawinkan. Kegiatan ini juga hendaknya menjadikan Petani sebagai peneliti dalam meningkatkan kapasitas terutama penemuan varietas baru (pemulian) padi. Selain itu diharapkan penelitian ini kemudian memperdalam hasil penelitian benih demi terciptanya laboratorium padi lokal di Puskolap Jiro-Jaro. 

Setelah itu dilanjutkan dengan presentasi dari kedelapan peneliti. Presentasi itu diawali oleh Beatriks Rika yang sudah terpublikasi sebagai peneliti yang sukses dalam perkawinan silang padi. 

Beatriks Rika, presentasinya diawali dari penanaman, proses kawin silang sampai pada penanaman kembali. Ia mempresentasi secara runut sesuai dengan tahapan dan fase perkembangan padi dan apa yang dilakukannya sebagai petani. Malah untuk menghindari hama, padi yang sudah ditanam di areal persawahan ditutup dengan kelambu, agar padi F1 itu tidak diganggu hama, kata Beatriks. 

Sedangkan peneliti yang lain adalah Sipri Rehing (Bu Selatan), Hendrikus Hende (Napugera), Yosep Dara, Agus Tiga, Kanis Garu. Beberapa peneliti ini pun menyampaikan tentang proses penelitian yang dilakukannya. Dalam presentasi mereka disampaikan tentang berbagai hama yang menyerang tanaman padi. Selain itu diungkapkan soal kegagalan mereka. Menurut Sipri, saya hanya sukses mengembangkan kaji terap terap pada yang didatangkan dari filipina varietas Pili Tapol. Sedangkan penelitian saya soal padi Gogoransa dan Gorotuna sebetulnya sudah sampai pada proses pengeringan benih tetapi kemudian dimakan habis oleh ayam. Ini adalah tantangan bagi saya dalam mengembangkan penelitian kawin silang. 

Setelah itu, Kegiatan difasilitasi oleh Herry dan Bess sapaan dari Elisabet dengan nara sumber Darius Goranggo. Kegiatan ini harus mengalami beberapa terjemahan, yakni: bahasa Tagalog, Inggris dan Indonesia. Tetapi kondisi ini tidak menjadi kendala selama proses evaluasi dan pelatihan berlangsung. Malah, memaksa para petani untuk mengerti tentang apa yang sedang dipresentasikan oleh petani dari Filipina. 

Menurut, Thomas Didimus salah satu kader tani desa Dobo Nuapuu menyatakan bahwa permasalahan yang dialami petani di sana tidak jauh berbeda dengan petani di Sikka. Malah dalam forum itu, Didi menyarankan agar Massipag juga membawa petani yang paham tentang pengembangan tanaman kakao, cengkeh, vanili biar kami bisa belajar bersama. 

Kegiatan ini kemudian ditutup dengan acara penutup yang mana ada sepata kata dari Mikhaela Adelinde (Kader Tani desa dobo) mewakili perempuan dan Hendrikus Hende (Kader Tani desa Napugera) dan sebaliknya juga dari Darius Goranggo dan Lusia Ortiz dan diakhir kegiatan diambil foto bersama. (Tim KN)

















Albertus Ruben, Sosok Motivator Kelompok Tani

Lebih dari sekedar bicara, pria hitam manis berjanggut mirip orang timur tenga yang mempunyai nama lengkap Albertus Ruben asal Desa Hale, Kecamatan Mapitara ini memang sudah lama mencintai aktifitas pertanian. Yang menarik bagi orang sekampungnya adalah ia memang sosok pekerja yang rajin, ulet dalam usaha kecilnya, bukan sekedar bicara. Ruben menghabiskan 2 setengah tahun bersekolah di salah satu SMA di Jakarta dan kemuadian memutuskan untuk kembali ke Flores dan akhirnya mengakhiri studinya di SMK Tawatana, Maumere. Ia sebenarnya punya keinginan untuk melanjutkan studi ke jenjang berikutnya, dan ia berminat mengambil jurusan pertanian, namun karena satu dan lain hal terpaksa back to vilage alias pulang kampung.

Namun pria dengan sapaan manis orang sekampungnya “Nong” atau bagi orang muda kampung biasa memanggilnya “Akang Ewok” karena janggutnya, memang tidak patah semangat. Setelah berkeluarga dengan kondisi apa adanya, ia mencoba dengan memulai usaha kecil-kecilan bersama istrinya, Ety. Mulai dari berjualan di pasar dan usaha lainnya seperti ternak kambing dan ayam yang ia kerjakan di kebun kecilnya. Dari usaha yang dijalankan belum begitu menopang keluarganya, namun semangat dan kerja kerasnya serta dorongan dari kedua orangtua yang masih hidup mengalakan rasa putus asa.

Tahun 2014, ia terus melakukan usahanya dengan menanam sayur di pekarangan rumahnya sambil beternak babi, hasilnya cukup memuaskan. Dalam perjalanan usaha kecilnya ini, ia pun berhasil membeli mesin penggiling padi yang beroperasi hingga hari ini. Mengingat waktu kerjanya cukup padat, ia mulai fokus dalam usaha kecilnya ini dengan beternak babi dan operasi mesin giling serta aktifitas lainnya di kebun.

Sungguh tidak egois, walaupun kerjaan menumpuk, selain sibuk dengan usahanya dan saat ini ia juga terpilih sebagai anggota BPD Desa Hale, pria yang sudah dikaruniai 3 orang anak ini (Jose, Putri dan Wulan) sejak mendengar Wahana Tani Mandiri (WTM) merekrut kader tani di Desa Hale, Juni 2016 ia pun semangat untuk bergabung dengan WTM. Menurutnya, ia senang bergabung karena ada beberapa tujuan anatara lain; ia mau belajar pertanian dan mau mendorong orang sekampungnya dalam hal bertani yang benar, dan menurutnya hal ini akan dilakukan sesuai dengan apa yang diperoleh dari WTM.

Pria hitam manis ini, memang sudah pernah melakukan advokasi sendiri  dan membentuk sebuah kelompok tani yang cukup solid di tahun 2013 yang aktif sekitar 1 tahun, sejak masih berada di kampung sebelahnya Kaborbuluk. Namun sejak memboyong istri bersama anak pertamanya, Putri ke Enbatun kampung ayahnya, rupanya kelompok yang dibentuknya kehilangan sosok ruben dan perlahan nama kelompok itu pun menghilang. Dan saat ini sejak dengan WTM, Ruben kembali sudah membentuk tiga kelompok dampingan di desanya dibawa bimbingan WTM, antara lain kelompok, Suka Tani, Maju Tani dan Tani Lestari. Ia juga terlibat sebagai ketua kelompok di salah satu kelompok yakni Tani Lestari.


Sejak bergabung dengan WTM sebagai Kader Tani, Ruben mengaku senang dan berniat untuk mendampingi petani sekampungnya terkhusus kelompok tani yang dibentuknya untuk mencapai kemandirian sesuai platform WTM. Ruben mengaku senang dengan WTM yang salah satunya menerapkan pola pertanian organik yang memang sesuai dengan keinginannya. Selain itu, menurutnya pola pendekatan yang dilakukan WTM memang menarik, karena WTM bukan memberikan sumbangan material melainkan sumbangan pengetahuan teknis dan mendorong petani melakukannya sendiri. (MM-Tim KN)

<marquee>WTM LAKUKAN VAKSIN AYAM DI 3 KELOMPOK TANI DI EGON GAHAR</marquee>

Ansel Gogu (Kader Tani WTM) sedang Vaksin ayam anggota Kel. Tani Egon Gahar, KN , Dalam rangka mendorong sebuah pola budi daya ternak t...