Jumat, 14 Oktober 2016

WTM SELENGGARAKAN PELATIHAN PRA DAN STUDI SUMBER DAYA ALAM DI MAPITARA

WTM SELENGGARAKAN PELATIHAN PRA DAN STUDI SUMBER DAYA ALAM DI MAPITARA
Maumere-KN, Wahana Tani Mandiri dalam kerja samanya dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dalam program “Peningkatan Pendapatan Masyarakat dalam Mendukung Manajemen Ekosistem yang berkelanjutan di kawasan Egon” ingin melibatkan para pihak, baik pemerintah kecamatan, pemerintah desa dan masyarakat agar menjadikan kawasan Egon sebagai penyedia layanan. Untuk itu dilakukan kegiatan Pelatihan Participatory Rural Appraisal (PRA) sebagai referensi bagi kader tani dalam melakukan studi pengelolaan sumber daya alam. Kegiatan ini difasilitasi oleh P. Yuven Wangge (Caritas Maumere dan Kristoforus Gregorius, dihadiri oleh 15 kader tani dan para staf WTM di Aula Kantor Camat Mapitara, 12 -13 Oktober 2016. Kegiatan ini Kegiatan pelatihan ini dibuka oleh Herry Naif (Koordinator Program WTM). Dalam acara ini, dikatakan bahwa dalam beberapa dekade terakhir ini, persoalan lingkungan hidup menjadi topik yang ramai diperbincangkan banyak pihak, terutama mengenai banyak fenomena alam yang memberi dampak negatif kepada manusia dan kondisi lingkungan pada umumnya. Dimana-mana terjadi kekeringan sumber mata air sebab adanya penurunan kualitas lingkungan akibat kerusakan kawasan penyanggah (water scatchman area).

Lebih lanjut, Herry mengungkapkan bahwa beberapa tujuan yang ingin dicapai dalam kegiatan itu, diantaranya; Pertama, meningkatnya pemahaman tentang pentingnya paradigma pembangunan yang berpusat pada rakyat (people sentry development) bagi kehidupan para kader dan masyarakat Mapitara; Kedua. Menjadikan Kader Tani dan Masyarakat sebagai peneliti, perencana dan pelaksana pembangunan di wilayah Mapitara. Ketiga, Adanya praktek pengembilan data, Keempat, Menemukan sebuah potret ekologi desa yang faktual seturut kondisinya. Keempat tujuan ini menjadi dasar dalam kegiatan studi pengelolaan sumber daya alam.

Diharapkan para kader tani sebagai motifator lapangan akan melakukan studi Pengelolaan sumber daya alam (PSDA) dalam sebuah rangkaian kegiatan yang tak terpisahkan, diantaranya: Pelatihan Participatory Rural Appraisal (PRA) kepada kader Tani, Pengambilan Data lapangan, Analisa/Olahan Data, Focus Group Disscusion (FGD), Presentasi Hasil Analisa Data di desa, Tabulasi Data oleh Tim Peneliti dan WTM, Penyusunan Profil Ekologi Desa oleh Peneliti (Kader Tani).

Beberapa rangkaian kegiatan ini, akan diawali dengan Pelatihan Participatory Rural Appraisal (PRA) sebagai sebuah metodologi yang akan digunakan sebagai referensi para kader untuk melakukan pengambilan dan analisa data.

Dalam pelatihan itu diperkenalkan metode Kelender musim, bahwa apa saja yang biasa terjadi dan berpengaruh negatif terhadap kehidupan manusia. Metode Diagram Venn, lebih menekankan relasi para pihak yang berkaitan dengan upaya penyelamatan ekologi. Dalam pelatihan para peserta mendaftarkan para pihak yang selama ini berupaya dalam menyelamatkan kawasan ekologi di Kawasan Egon. Selain itu, para peserta juga membuat sketsa peta desa dengan mengidentifikasi potensi sumber daya alam dan infrastruktur publik dan memetakan ancaman yang sering terjadi. Setelah itu para peserta juga melakukan metode transek (penelusuran wilayah) dan juga melakukan praktek lapangan di kelompok tani Watukogang yang dekat dengan tempat pelatihan.

Para peserta kelihatannya tetap ceriah dan bersemangat karena mereka terlibat dalam analisis kondisi desanya agar kemudian menghasilkan sebuat potret ekologi yang akan dijadikan sebagai referensi atau draf akademis dalam pembuatan perdes pengelolaan sumber daya alam. Usai pertemuan, Aleks Bambang (Koordinator Lapangan) mengungkapkan bahwa Pelatihan ini hendaknya akan menjadikan anggota masyarakat sebagai peneliti, perencana, dan pelaksana program pembangunan. Ia menambahkan bahwa ini adalah wujud pembekalan metodologis dari sebuah proses Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam. Setelah pembekalan, para kader tani akan kembali ke desa dan melakukan pengambilan data (Praktek), yang kemudian dianalisa data lapangan, demikian ulasnya.

Sedangkan Albertus Ruben, salah satu peserta (Kader Tani Hale) yang ditemui dalam sela-sela pertemuan mengatakan bahwa pelatihan ini menjadi modal kami desa agar terlibat dalam segala perencanaan yang mana akan mengutamakan isu penyelamatan sumber daya alam terutama di Hale dan kawasan Egon pada umumnya.

Minggu, 09 Oktober 2016

SELEKSI DAN REKRUITMEN KADER TANI

1. LATAR BELAKANG

Secara kelembagaan WTM telah memilih petani dan kepentingannya sebagai pilihan advokasi baik dalam kebijakan maupun secara teknis pertanian. Berbagai pengalaman bersama petani telah menjadi pembelajaran menarik untuk disimak. Dalam menjalankan berbagai aktifitas lembaga dan program di tingkat lokal maupun regional, kader tani menjadi andalan WTM. Kader tani dipandangnya sebagai agen perubahan (agen of change) di tingkat desa.

Bagi yang belum mengenal apa peran dari kader WTM sering tidak mempercayai gagasan itu. Tetapi berdasar pada beberapa fakta yang dialami WTM selama ini, kader tani menjadi sebuah kelompok penting yang perlu dibentuk demi menjadi kekuatan pengimbang di kampung ataupun di regional. Kader tani dilihat sebagai community organizer (CO) yang terus bergerak dalam melakukan advokasi-advokasi kebijakan yang berpihak pada rakyat (petani) dan Community Development (CD) sebagai upaya mendorong pengembangan ekonomi rakyat terutama dalam memanfaatkan potensi lokal dalam membangun kualitas hidup yang layak.

Perpaduan kedua gagasan ini akan membawa dinamika kelompok tani dan wilayah setempat. Tidak heran, bila kader tani menjadi salah satu kelompok di lapangan yang akan membantu kerja-kerja advokasi dan teknis-teknis pertanian. Karena itu, seleksi dan rekruitmen yang kemudian diperkuat dengan adanya capacity building yang dilakukan lembaga terhadap kader tani dalam meningkatkan kemampuan teknis pertanian dan kemampuan lainnya agar membantu mengimplementasikan program-program yang dicanangkan WTM.

Kader tani yang diseleksi dan dikapasitasi tersebut diyakini mampu mengimplementasikan program-program yang dijalankan. Tanpa pengkapasitasan bagi kader tani maka pelaksanaan program tidak maksimal dilakukan di lapangan. Sebab itu menjadi satu kesatuan yang integral dengan program yang dijalankan lembaga dan menjadi nilai lebih yang akan meningkatkan barganing position.

2. KADER TANI

2.1. SIAPA ITU KADER TANI
Kader Tani adalah seorang petani yang kesehariannya melakukan kerja usaha tani seperti yang dilakukan petani lainnya. Kader tani adalah konsolidator sekaligus fasilitator. Artinya bahwa kader tani akan membawahi beberapa kelompok tani di suatu wilayah kemudian mengkonsolidasinya dengan Wahana Tani Mandiri. Kader tani dituntut harus memiliki kemampuan lebih dari petani lainnya, agar ia dipercayai para petani dan bila perlu ia adalah tauladan dan panutan bagi petani lainnya. Prinsipnya, kader tani memiliki kemampuan intelektual, emosional yang mendukung serta memiliki semangat keberpihakan kepada kelompoknya. Beberapa fungsi dan kriteria mejadi kader tani, adalah:

a) Sebagai Pemimpin Gerakan Petani dan Kelompok

Kader Tani berperan sebagai pemimpin gerakan petani dan kelompok tani serta pembina kelompok tani, maka harus: • Berkomunikasi yang baik;

• Merumuskan pendapat dan keinginan serta aspirasi dari para anggota kelompoknya; • Mengambil keputusan secara tepat, cepat dan bijaksana;

• Menjabarkan tujuan yang akan dicapai oleh petani dan kelompok tani dalam kegiatan-kegiatan;

• Mengkoordinasi dan mengawasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan dengan kesepakatan kelompok;

• Mengkoordinasikan dan mengawasi pelaksanaan kegiatan-kegiatan yang dilakukan, yang berhubungan dengan kepentingan petani;

• Menjadikan dirinya sebagai teladan bagi para anggota kelompoknya.

b) Sebagai Simpul dalam Pembelajaran Bersama

• Menggali dan merumuskan keperluan belajar petani dan kelompok;

• Mengatur agar proses belajar baik antara petani dalam wilayah desa maupun ke wilayah lain dapat berjalan dengan baik; • Menumbuhkan motivasi untuk belajar petani dan anggota kelompok;

• Memfasilitasi manajemen organisasi tani agar dapat berkembang baik;

• Memahami keinginan, pendapat maupun masalah yang dihadapi petani dan anggota kelompok.

c) Sebagai Penggagas Organisasi Pengembangan Pertanian Untuk berperan sebagai penggagas pengembangan pertanian, pembinaan kader tani diarahkan untuk memiliki kemampuan dalam; • kelola kelompok tani; • Menganalisa kemungkinan perkembangan kemajuan di masa yang akan datang dan berani menerapkan inovasi baru dengan resiko sendiri; • Melakukan terobosan dengan memanfaatkan semua potensi sumber daya pertanian, baik yang ada di dalam maupun dari luar kelompoknya untuk kepentingan kesejahteraan para anggota kelompoknya.

d) Sebagai Mitra Kerja Stacholder Pertanian di Desa

Untuk dapat berperan sebagai mitra kerja stacholder petani, pembinaan kader tani diarahkan untuk memiliki kemampuan dalam: • Berkomunikasi melalui berbagai media penyampaian informasi;

• Menjadi penghubung antara pemerintah dengan petani dalam kegiatan pembangunan pertanian, meliputi aspek perencanaan, pelaksaan dan evaluasi; • Memahami kebijakan pemerintah dan pembangunan pertanian, meliputi aspek perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi;

• Menyusun rencana kerja kelompok yang disesuaikan dengan kepentingan petani disesuaikan dengan kelender musim serta kepentingan nasional.

2.2. PENTINGNYA KADER TANI DALAM PROGRAM

Program Penigkatan Pendapatan Masyarakat dalam Mendukung Manajemen Ekosistem Berkelanjutan di Kawasan Egon merupakan sebuah program kerja sama antara Wahana Tani Mandiri dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) yang akan dilaksanakan selama 2 tahun (Mei 2016 – April 2018). Salah satu tujuan program adalah peningkatan pengelolaan kawasan Egon Ili Medo yang diukur dengan: Pertama: 280 Ha hutan yang rusak dipulihkan. Kedua, Debit air dari 8 Sumber mata air meningkat dan ketiga, Masyarakat 4 Desa yang tinggal dalam kawasan mengalami pengingkatan kualitas hidup. Bila dilihat dari beberapa tujuan program dimaksud, secara sederhana disimpulkan bahwa program ini lebih diarahkan pada proses pemulihan dan penyelamatan ekologi kawasan Egon Ilimedo melalui pengelolaan pertanian. Berasas pada tujuan program tersebut, ada beberapa aktifitas telah dirancang untuk memenuhi tujuan program tersebut. Mengawali program tersebut, WTM mendiskusikannya secara kelembagaan dan kemudian ditugaskan tim untuk melakukan tugas pembentukan kelompok tani dan struktur organisasi yang telah dibentuk dan sedang berjalan agar dipastikan pelaksanaan program. Setelah dilakukan pembenahan organisasi tani, didorong agar adanya petani yang didoorong menjadi kader tani dalam implementasi program yang perlu mengetahui tentang implementasi program. Tidak menafikan peran kader tani, WTM bertanggung jawab dalam memperbaiki kualitas kader baik secara teknis pertanian dan kemampuan dirinya sebagai fasilitator dan konsolidator lapangan.

3. SISTEM PEREKRUTAN KADER TANI
Sesuai dengan apa peran kader tani dalam mencapai tujuan program WTM melakukan sistem perekrutan agar para kader yang terpilih adalah orang-orang yang kredibel. Lebih dari itu juga memiliki kapasitas diri yang dapat mendukung pengimplementasian program di di lapangan. Untuk itu, dilakukan sosialiasi program kepada kelompok sasar yang akan menjadi penerima project (partisipan). Kunjungan ini dipimpin oleh Kristofus Gregorius (Koordinator Pertanian) bersama Will (Koordinator Advokasi dan Pengelolaan Lingkungan) serta 3 Fasilitator Lapangan yakni; Gabriel Maryanto, Marianus Yolis dan Mus Mulyadi). Untuk itu sejak tanggal 3 – 7 Mei 2016, Tim WTM melakukan pertemuan dengan pemerintahan desa di Mapitara, diantaranya: Pemerintah Desa Hebing, Pemerintah Desa Nata Koli, Hale dan Egon Gahar. Selain dilakukan pertemuan dengan beberapa pemerintah desa, Tim WTM juga melakukan pertemuan dengan beberapa kelompok tani sekaligus sebagai wujud sosialisasi program. Wilayah Mapitara bukanlah sebuah wilayah baru bagi Wahana Tani Mandiri. Tidak ada masalah yang signifikan muncul, karena itu semua berjalan lancar seperti yang diharapkan. Dari beberapa aktifitas yang dilakukan Tim WTM bersama Pemerintah Desa dan Masyarakat Mapitara, ada beberapa hal yang ditemukan. Dari hasil pertemuan kampung di kelompok tani direkomendasikan 20 orang sebagai kader (Lih. Tabel 1).

Tabel. 1. Data Kader Tani Kec. Mapitara NO NAMA JENIS KELAMIN WILAYAH KELOMPOK TANI HALE 1 Robertus Sadi Nong Heri Marten L Glak Da’an Dadin 2 Gervasius Alfred L Glak Gading Pani 3 Antonius Tesen L Glak Ru Reo 4 Maria Kasmin P Natar Mage Natar Mage 5 Albertus Ruben L Napun Kontas HKM Napun Kontas EGON GAHAR 6 Bernadus Gete L Welin Watu HKm 2 7 Anselmus Gogu L Lere Lero Bekor 1 8 Masias Merimo L Lere HKM 1 9 Yonisius Suli Soge L Baokrenget HKM 4 10 Romanus Gleko L Baokrenget HKM 3 HEBING 11 Hermanus Peong L Hebing Ru Laling 12 Margaretha Oktaviana P Hebing Cinta Sesama 13 Ambrosius Nong Bona L Watubaler Gawer Gahar 14 Servasiun Nong Epi L Hebing Watuwawit 15 Maksesius Edison L Galit Watu Kogang NATAKOLI 16 Kristina Kris P Umatawu Kojawair 17 Firginus L Umatawu Popo Wolot 18 Rikardus Soge Laka L Wolomotong Tukeler 19 Ferdinandus Hedung L Wolomotong Bola Wair 20 Ignasius Irianto L Natakoli Namang Hebar Sumber: Dok. Wahana Tani Mandiri (WTM), Mei 2016 Para kader yang merupakan utusan dari setiap kelompok yang diseleksi agar kemudian WTM secara kelembagaan bertanggung jawab meningkatkan kapasitas mereka. Dalam kepentingan itu, Wahana Tani Mandiri kemudian sebagai langka awal program, maka seluruh komponen dikonsolidasi di lapangan dan kapasitas beberapa komponen juga perlu ditingkatkan. Para kader yang telah teridentifikasi di lapangan itu diundang untuk dikapasitasi sesuai kebutuhan program yang telah disepakati antara WTM dan CEPF. Secara kelembagaan kemudian melihat bahwa dua pelatihan yang penting diberikan di awal kegiatan adalah Pelatihan untuk Pelatih (Traing of Trainer) dan Pelatihan Konservasi Tanah dan Air. Kedua pelatihan ini diberikan pada awal program, yakni tanggal 6 – 11 Juni. Keduapuluh orang ini diundang dalam rangka kapasitasi diri para kader dalam persiapan penerapan program lapangan. Dari dua pelatihan ini kemudian dihadiri oleh 15 kader yang hadir (Lihat Tabel 2. )

Tabel 2. Data Kader Tani yang hadir dalam Peningkatan Kapasitas Petani, (Periode Pertama) NO NAMA JENIS KELAMIN TEMPAT TANGGAL LAHIR ASAL KAMPUNG KELOMPOK TANI HEBING 1 MARGARETA OKTAVIANA N. H. P HEBING, 21 OKTOBER 1979 HEBING CINTA SESAMA 2 MAKSENSIUS EDISON L GALIT, 14 JANUARI 1978 HEBING 3 HERMENUS PEONG L HEBING, 12 SEPTEMBER 1967 HEBING RULALING EGON GAHAR 4 MESIAS MERIMO L LERE, 1 OKTOBER 1982 LERE 5 ANSELMUS GOGU L LERE, 17 AGUSTUS 1970 KLOANGBOLAT LERO BEKOR 1 6 YONISIUS SULI SOGE L MAUMERE, 20 APRIL 1992 BAOKRENGET 7 ROMANUS GLEKO L LERE, 21 DESEMBER 1981 BAOKRENGET NATAKOLI 8 IGNASIUS WARAT L BORA, 4 FEBRUARI 1974 UMATAWU 9 KRISTINA KRIS P UMATAWU, 28 AGUST. 1973 UMATAWU 10 IGNASIUS IRIANTO L NATAKOLI, 2 NOVEMBER 1970 NATAKOLI NAMANG HEBAR HALE 11 GERVASIUS ALFRED L GLAK, 30 AGUSTUS 1983 GLAK 12 ROBERTUS SADI NONG HERI L GLAK, 10 NOVEMBER 1984 GLAK 13 ALBERTUS RUBEN L HALE, 18 DESEMBER 1980 NAPUN KONTAS NAPUN KONTAS 14 MARIA KASMIN P HALE, 24 DESEMBER 1979 NATAR MAGE WATUWOLOD 15 ANTONIUS TEYSSEN L GLAK, 5 AGUSTUS 1972 GLAK Sumber: Dok. Wahana Tani Mandiri (WTM), Juni 2016 Realitas kehadiran tidak mencapai apa yang ditargetkan karena berbagai alasan yang dialami kader, yakni ada yang sakit di rumah sakit, ada yang keluarganya meninggal. WTM kemudian memaknai ini sebagai dinamika organisasi tetapi bukan berarti bahwa kader yang tidak hadir adalah sebuah keputusan final agar tidak menjadinya sebagai kader tani.

4. KESIMPULAN

Prinsipnya, peran kader dibutuhkan sebagai bentuk kaderisasi petani yang berkualitas dalam kemampuan teknis dan advokasi yang mana akan mendukung pertanian organik dan penyelamatan ekologi di akhir program. Sejauh pengalaman bahwa bila para pelaku program itu diambil dari luar kampung akan tidak memberi nilai kontiniutas konsep program. Tetapi peran kader tani akan berkontribusi positif pada pascah projek yang mana mereka menjadi kelompok yang dapat mengkampanyekan nilai-nilai program yang ingin dicapai. Selain itu, bahwa kader tani dapat mempengaruhi kebijakan pemerintah lokal agar berpihak pada kepentingan petani di tingkat lokal

Jumat, 07 Oktober 2016

POTRET SUMBER MATA AIR DAN ANALISANYA DI WILAYAH KECAMATAN MAGEPANDA, MEGO DAN TANAWAWO

Oleh: Herry Naif

 Air menjadi sebuah kebutuhan yang tak terpisahkan dari manusia dan semua makhluk hidup yang lain. Air menjadi unsur hakiki. Tiada kehiduapan tanpa air. Kebutuhan akan air terus meningkat dari waktu ke waktu. Seiring dengan itu pula, banyak sumber mata air yang mengalami penurunan debit akibat rusaknya kawasan tangkapan air (water scatchman area). 
Beberapa dasawarsa lalu, krisis air adalah masalah perkotaan sebab di sana banyak jumlah penduduk dan banyak lahan dikonversi. Kini, kelangkaan air tanpa mengenal sekat wilayah, baik di daerah kota maupun daerah hulu sekalipun. Belum lagi perampasan air dari perusahaan-perusahan pun kian meningkat, setelah adanya privatisasi air yang terurai dalam Undang-Undang Sumber Daya Air Nomor 7 Tahun 2004, yang mana secara prinsipil mengatur tentang hak guna pakai air dan hak guna usaha air. Itu berarti bahwa dalam undang-undang tersebut mencuatkan kontroversi tentang hak guna usaha air yang dapat diberikan kepada perseoangan atau badan usaha dari pemerintah daerah. Ini seakan memantik kontroversi tentang monopoli atau penguasaan air sebagai salah sumber daya alam yang sebetulnya merupakan kebutuhan dasar manusia. 
Keterlibatan sektor swasta dalam investasi air akan memperparah upaya pemenuhan kebutuhan air bagi rakyat yang populasinya terus bertambah, sedangkan jumlah debit air berbanding terbalik dimana debit air semakin menurun seturut kerusakan lingkungan terutama daerah-daerah kawasan tangkapan air. 
Dalam konteks kabupaten Sikka, terutama di kecamatan Mego, Magepanda dan Tanawawo belum mengalami eksploitasi air oleh perusahaan tetapi permasalahan air menjadi krusial. 
Karena itu, Wahana Tani Mandiri melihat bahwa permasalahan air tanpa mengenal sekat ruang. Kondisi ini sangat terasa pada tahun 2016 di Sikka mengalami musim kemarau/musim panas yang mana banyak mata air menjadi kering dan berdampak pada tanaman pertanian dan tanaman umur panjang petani pun mengalami kematian/kekeringan. Suatu pengalaman yang dilihatnya sebagai fenomena alam yang ekstrim. 
Menjawabi fenomena alam tersebut, WTM dalam kerja samanya dengan Misserio dalam Program “Penguatan Kapasitas Masyarakat Tani Adaptasi Perubahan Iklim lewat Pendekatan Usaha Tani Berbasis Konservasi” (2014 – 2016) memfokuskan diri pada penyelamatan ekologi melalui sebuah model pengelolaan pertanian yang berbasis konservasi. 

POTRET KONDISI MATA AIR DI WILAYAH DAMPINGAN 
Untuk mengetahui kondisi perkembangan kondisi mata air di setiap wilayah dampingan WTM terutama di 3 Kecamatan, yakni: Magepanda, Mego dan Tanawawo dilakukan pengidentifikasian mata air di setiap wilayah desa terutama kelompok tani yang didampingi untuk mengetahui sejauhmana yang dilakukan para pihak dalam merespon kondisi tersebut. 
Dari hasil pengidentifikasian sumber mata air di ketiga kecamatan tersebut kemudian dilakukan analisa untuk mengetahui secara pasti kondisi riil dari sumber-sumber mata air yang ada. Dari analisis yang dilakukan WTM, seperti tergambar dalam grafik kondisi mata air ditemukan bahwa yang masih memiliki kondisi lingkungan hidup yang masih baik adalah wilayah Mego dan Tanawawo. Sedangkan wilayah Magepanda dinilai sudah pada tingkatan krisis ekologi. 
Namun, wilayah Magepanda diuntungkan secara geografis karena berada dikawasan hilir yang mana mendapatkan manfaat dari kondisi lingkungan di kawasan hulu, yakni: Mego dan Tanawawo. Sebab dengan data tersebut, WTM dan berbagai pihak yang berkewenangan secara pasti bisa menentukan model advokasi dan intervensi apa yang dilakukan dalam penyelamatan ekologi. Dari data yang dikumpulkan WTM dapat dilihat, bahwa ada 136 sumber mata air, dengan total luasan kawasan tangkapan air 203,75 Ha. Bila dirata-ratakan maka setiap mata air memiliki luasan 1,4 Ha. Itu berarti bahwa jumlah luasan kawasan tangkapan air masih sangat kecil dalam memberi jaminan akan pemenuhan kebutuhan air, apalagi diperparah oleh kondisi kualitas lingkungan hidupnya. 
Dengan demikian, dapat dilihat bahwa kondisi ekologi sedang mengalami penurunan kualitas yang akan berdampak pada penyediaan air. Apabila kita coba melihat kondisi riil setiap wilayah kecamatan dan desa, kita tentunya memiliki beberapa pertanyaan dasar? Apakah kondisi lingkungan dan sumber mata air masih bisa menjamin kebutuhan warga? Ataukah akan terjadi hal yang paling buruk dimana warga akan mengalami keterdesakan air yang lebih parah dari sekarang. 

KECAMATAN MAGEPANDA 
Kecamatan Magepanda adalah salah satu wilayah penghasil beras, karena memiliki dataran persawahan yang cukup luas. Kondisi ini menjadikan kecamatan Magepanda sebagai salah satu gudang beras (pangan) di kabupaten Sikka. Tidak heran bila Magepanda semestinya menjadi wilayah harus mendapatkan perhatian lebih kepada bagaimana mengelola persawahan yang ada. Dari data terlihat bahwa wilayah desa Done yang memiliki kawasan hutan (13, 25 ha), Reroroja (11,50), Magepanda (2,50 Ha) dan Kolisia (1,50 ha). Dari kacamata luasan wilayah Done lebih luas dari ketiga desa lainnya, tetapi dari data kondisi mata air yang ada, wilayah Done memiliki 6 sumber mata air yang kering dari 11 sumber mata air. Pastinya muncul pertanyaan, mengapa demikian? Sedangkan bila dilihat dari logika tentunya tidak benar. Tetapi secara analisis kami melihat dari letak geografis yang mana wilayah Done itu berada di lembah yang masih memiliki ketinggian lebih dari ketiga wilayah lainnya. Bahwa kawasan tangkapan air yang ada itu berkontribusi kepada sumber mata air yang berada di bawa seperti Magepanda dan Kolisia. Dari analisis kawasan mata air di kecamatan Magepanda, dapat dilihat dalam kacamata ekologi secara jelas tergambar bahwa daerah hulu adalah penyumbang air bagi kawasan hilir, seperti tergambar Magepanda (2,50 ha) dan Kolisia (1,50 ha) memiliki sedikit kawasan tetapi mereka memiliki ketersedian air jauh lebih baik dari wilayah Done.

KECAMATAN MEGO 
Kecamatan Mego merupakan wilayah kecamatan yang memiliki kawasan pengunungan dan pesisir. Wilayah Mego memiliki dataran persawahan yang kurang luas dibanding wilayah Magepanda. Namun dipotret dari data luasan kawasan tangkapan seluas 157, 25 ha, lebih luas dibanding dengan Tanawawo dan Magenpanda. Sedangkan dalam konteks wilayah desa, Napugera memiliki luasan (123 ha) yang lebih luas dibanding dengan wilayah desa lainnya. Yang memiliki luasan kawasan tangkapan yang kecil adalah Dobo (1 Ha) dan Korobhera (1,25 Ha). (Lih. Tabel. 3) Sedangkan, wilayah Korobhera adalah wilayah pesisir dan berada di dataran rendah dan menjadi kawasan hilir dari Kaliwajo yang tentunya mendapatkan banyak air sehingga dapat dimanfaatkan untuk mengairi persawahan. Mayoritas penduduk wilayah Dobo adalah petani lahan kering. Malah, daerah ini menjadi daerah yang setiap tahun mengalami keterbatasan air karena sangat bergantung pada sumber mata air yang teradapat di wilayah Dobo Nuapu’u. 

KECAMATAN TANAWAWO 
Kecamatan Tanawawo merupakan wilayah kecamatan yang terletak kawasan pengunungan. Kendati demikian, di wilayah ini terdapat areal persawahan yang secara sporadis, di daerah-daerah pinngir kali/suangai. Wilayah persawahannya tidak seluas wilayah Magepanda dan Mego. Bila dilihat dari data luasan kawasan tangkapan di kecamatan Tanawawo. wilayah desa Bu Selatan memiliki luasan (4 Ha) yang lebih luas dibanding dengan wilayah desa lainnya. Yang memiliki luasan kawasan tangkapan yang kecil adalah desa Poma (1 Ha). Dari data yang ada kita melihat bahwa upaya penyelamatan lingkungan hidup terutama kawasan tangkapan air masih sangat kecil. Tetapi secara umum dilihat bahwa kondisi mata air di wilayah Tanawawo masih memiliki kondisi yang baik dimana dari 42 sumber mata air yang terdata, ternyata 64,29 % masih stabil. Artinya bahwa kondisi mata airnya stabil sekalipun pada musim kemarau atau musim panas. 

KETERLIBATAN PARA PIHAK DALAM MENGHADAPI KRISIS EKOLOGI 
Jawaban atas kian buruknya kondisi lingkungan terutama kawasan tangkapan air kemudian mendorong para pihak untuk terlibat dalam penyelamatan kawasan dan pemulihan lingkungan. Untuk melihat respons tersebut, kami mencoba membuat grafik keterlibatan para pihak di wilayah Magepanda. Dari grafik yang ada, digambarkan bahwa keterlibatan lembaga-lembaga sosial (LSM) jauh lebih tinggi dibanding dengan pemerintah. Itu berarti bahwa kebijakan penyelamatan kawasan tangakapan air belum direspons secara serius oleh negara/pemerintah. Padahal itu salah satu tugas negara untuk melindungi sumber-sumber penghidupan rakyat (air). 

KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Dari telaahan beberapa data, disimpulkan bahwa upaya penyelamatan lingkungan harus terus digalakan dalam berbagai wujud kegiatan. Kesadaran ekologis mulai tumbuh kembang dalam masyarakat di 3 kecamatan ini agar proses pemulihan dan penyelamatan dilakukan itu dilakukan atas inisiatif mereka sendiri. Bukan bergantung pada pihak lain. Karena itu, advokasi penyelamatan ekologi itu harus sampai pada: • Pembagian tata ruang yang mana dialokasikan untuk kawasan tangkapan air itu dipulihkan dan dilindung; • Adanya peraturan desa yang mengatur tentang perlindungan kawasan tangkapan air dan adanya sebuah sistem pengelolaan sumber daya alam yang berpihak pada penyelamatan ekologi • Didorong keterlibatan para pemangku adat dalam upaya pemulihan dan penyelamatan lingkungan • Mendorong pertanian yang berbasis pada konservasi

Kamis, 06 Oktober 2016

TRESS, LOMBOK MENJADI SUMBER HIDUPNYA

Theresia Ere adalah anak petani di desa Napugera. Ia dilahirkan di Luku, 18 Juli 1990. Saat ini, ia sementara mengenyam pendidikan di PGSD (Universitas Terbuka), Semester 10. Sejak mengenyam pendidikan di bangku SMP, Tres membiayai diri dari hasil usaha tanaman hortikutura yang dia tekuni. Semasa SMP hingga SMA, Tres sudah mengembangkan tanaman sayur sawi, terung, kacang panjang dan kunyit serta halia.
Dari hasil usahanya itu Tres memperoleh hasil yang cukup memuaskan. Jika dihitung secara keseluruhan Tres sudah memiliki penghasilan di masa SMA-nya berkisar Rp. 800.000 hingga Rp. 1.000.000 di tiap kali panen.
Saat ini ia sedang serius menekuni usaha tanaman lombok di kawasan mata air Pita Oka. Karena ketekunannya dalam mengembangkan tanaman lombok, saat ini Tress bukan hanya membiayai diri tetapi bisa membiayai adik-adiknya.
Menurut pengakuannya, sebagai anak perempuan sulung yang saat ini masih bersama orang tuanya, ia berjuang keras untuk membiayai kuliahnya dan adik laki-lakinya yang berada di bangku SMA, serta kedua orang tuanya. Saat ini, Tress menjadi tulang punggung keluarganya sebab ayah dan ibunya sudah tua. Demi kebahagiaan kedua orang tuanya dan adik-adiknya Tres rela mengorbankan masa mudanya dengan memfokuskan diri untuk mengembangkan usaha tanaman hortikutura. Sebagai salah satu mahasiswa yang tinggal di desa, Tress juga dipercaya sebagai bendahara desa dan kader Tani Wahana Tani Mandiri.
Ditengah kesibukannya itu, Tres juga harus pintar untuk membagi waktunya karena ia harus menjalankan tiga aktifitas yang sangat penting yakni, usaha tani, kuliah dan bendahara desa. Apalagi jarak antara kampus yang berada di kota Maumere, ibukota kabupaten Sikka dan rumahnya sangat jauh. Kampung Oepase (Desa Napugera) di pelosok kecamatan Mego yang fasilitas jalannya sangat memprihatinkan.
Sehingga untuk sampai ke kota Maumere, Tres harus menghabiskan uang transportasi sekitar Rp. 150.000-Rp. 200.000 dalam setiap perjalanannya. Untuk menyiasatinya anak keempat dari enam bersaudara ini membuat jadwal aktifitasnya, yakni tiga hari bekerja di kantor dan tiga hari kuliah. Selama enam hari itu, Tres selalu meluangkan waktunya untuk mengurusi tanaman lomboknya. Saat ini tanaman lombok keriting yang dikembangkannya siap dipanen.

Sabtu, 01 Oktober 2016

WTM BAHAS PROGRAM BERSAMA MISERIOR
Maumere, KN. Setelah tiga tahun (2014-2016) menjalankan program “Penguatan Kapasitas Masyarakat Tani Adaptasi Perubahan Iklim lewat Pendekatan Usaha Tani Berbasis Konservasi”kerja sama WTM dengan Misserior- Jerman. Jenjang waktu yang sangat pendek dalam upaya mendorong kemandirian petani, karena itu Misserior - Jerman bersama WTM berniat melanjutkan kerja samanya demi memfokuskan diri pada beberapa isu pengembangan pertanian yang mana dapat mengembangkan kapasitas petani dampingan. Selain itu, pendampingan ini juga harus berdampak pada perubahan kualitas hidup masyarakat yang baik.
Pertemuan pembahasan program ini dihadiri oleh Seluruh staf WTM dan 3 kader tani utusan dari 3 kecamatan yakni: Beatriks Rika (Mego), Fransiskus Toki (Magepanda) dan Siprianus Rehing (Tanawawo). Selain itu hadir juga Inge Lempp dari Misserior Jerman. Pertemuan ini dilakukan di kantor WTM, pada hari Rabu – Kamis (20 – 22) September 2016.
Pada acara pembukaan pertemuan itu, Carolus Winfridus Keupung mengatakan bahwa, pertama, selama tiga tahun program ini WTM berinteraksi dengan para petani melalui berbagai aktifitas yang dilakukan entah itu advokasi teknis maupun advokasi kebijakan di tingkat pemeritah lokal (pemerintah desa). Kedua, dalam program ini WTM mendorong konsep People Led Development (PLD), pembangunan dipimpin oleh rakyat yang mana melalui para kader tani yang diseleksi dari setiap desa bersama fasilitator lapangan melakukan pendampingan kepada kelompok tani. Ketiga, beberapa desa di wilayah program telah menjadikan petani sebagai salah satu subjek dimana ada anggaran pendapatan belanja Desa yang dialokasikan kepada petani. Keempat, semangat perbaikan ekologi bukan hanya datang dari pola pertanian tetapi ada sebuah kesadaran baru dari warga dampingan untuk melakukan penghijauan di beberapa sumber mata air.
Bahwa ada begitu banyak hal positif dan negatif yang ditemukan di sana semestinya menjadi pembelajaran agar gagasan organic farming dari waktu ke waktu menjadi pilihan petani. WTM punya konsep yang selalu diperkenalkan kepada petani adalah sistem pertanian terpadu. Konsep ini awalnya ditantang banyak pihak terutama oleh para agen korporasi tetapi WTM bersama petani dampingan perlahan-lahan melakukan kampanye dan aktifitas yang mendukung pengejawantahan pertanian organik, ujar Win Keupung.
Sedangkan Inge Lempp yang memfasilitasi kegiatan itu memperkenalkan beberapa konsep baru terutama dalam manajemen pengelolaan kelembagaan dan keuangan. Menurutnya diharapkan WTM dalam menjalankan program tiga tahun mendatang itu lebih transparan dan sehat. Setelah itu, para staf WTM, kader tani dan Inge dari Miserior bersama-sama mendrafting proposal tiga tahun mendatang (2017-2020).
Dalam kesempatan itu juga, Inge mengharapkan pengelolaan keuangan menggunakan sistem quick books, untuk mengontrol sistem keuangan baik program dan kelembagaan. Lebih dari itu juga diperkenalkan agar bagaimana WTM bisa melakukan pengontrolan keuangan dengan waktu pelaksanaan agar terjadi perimbangan, jelas Inge.
Dalam proses pen-draftingan tentang kegiatan apa saja yang akan dilakukan untuk mendorong dan mendukung upaya perubahan kualitas hidup masyarakat tani dengan pengelolaan pertanian organik. Dari pertemuan itu menghasilkan sebuah drafting proposal WTM kerja sama dengan Misserior.

<marquee>WTM LAKUKAN VAKSIN AYAM DI 3 KELOMPOK TANI DI EGON GAHAR</marquee>

Ansel Gogu (Kader Tani WTM) sedang Vaksin ayam anggota Kel. Tani Egon Gahar, KN , Dalam rangka mendorong sebuah pola budi daya ternak t...