Kamis, 01 Juni 2017

POTRET APLIKASI IUP HKM DI MAPITARA



I.          LATAR BELAKANG
Kawasan  Hutan Lindung Egon Ilimedo, Kab. Sikka
Kawasan Egon Ilimedo dikenal sebagai kawasan lindung terluas di kabupaten Sikka, dibanding dengan kawasan Wuko Lewo Loroh dan Kawasan Iliwuli. Kawasan lindung  Egon Ilimedo memiliki luas 19.456,80 ha atau 78,6% dari total luas kawasan hutan kabupaten Sikka 24,738,43 ha, mencakupi tiga kecamatan yakni, Waigete, Mapitara dan Doreng.
Kawasan Egon Ilimedo juga dipandangnya sebagai susu dan madu bagi warga sekitar kawasan. Pemberian alam seutuhnya sebagai hakikat dasar dalam pengelolaan sumber daya alam yang mana dijadikan pusat hidup mereka (kosmosentris).
Tidak heran, warga pada empat (4) desa, yakni: Natakoli, Egon Gahar, Hale dan Hebing berusaha mempertahankan hidup dan eksistensinya, struggle for life and struggle for existence di tengah perdebatan akan tapal batas 1932 dan 1984 yang berdampak pada ketidakpastian ruang kelola mereka.
Ketidakpastian ruang kelola rakyat, yang mana warga dipandangnya sebagai objek dalam kawasan dengan tidak adanya sebuah konsep pengelolaan kawasan hutan yang melestarikan berdampak pada berbagai aktifitas, seperti: perambahan hutan, ladang berpindah dengan sistem tebas-bakar, dan tidak adanya teras sering di lahan yang miring berdampak pada menurunnya dukungan dan layanan kawasan Egon. Akibatnya sering terjadi erosi, banjir dan menurunnya debit air di beberapa sumber mata air. 
Dari catatan Dinas Kehutanan Sikka, aktifitas perambahan dilakukan hampir setiap saat dan berdampak luas pada rusaknya 280 ha hutan di Kecamatan Mapitara wilayah Egon Ilimedo desa Hale (130 Ha), Egon Gahar 100 Ha, Natakoli (50 Ha) yang menimbulkan debit 8 mata air menurun yaitu mata air, Wair Oridar, Napun Urut (Natakoli), Napun Ewa, Rejo Gajot (Egon Gahar) Napun Dagar (Hebing), Wair Heni, Wari Boto (Hale). Pada Wilayah desa Hale, Hebing dan Egon Gahar, perambahan sudah mendekati puncak Gunung Egon.
Penyebab utama kemerosotan kualitas lingkungan di Indonesia adalah adanya destructive logging, ekspansi industri pertambangan, reklamasi pantai, konversi kawasan hutan menjadi lahan perkebunan. Fakta-fakta ini teridentifikasi sebagai aktivitas yang terberi dari kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak berpihak pada nilai-nilai eco-humanis.
Berpijak pada beberapa gagasan dan permasalahan yang diungkap di atas, Wahana Tani (WTM) dalam kerja samanya dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF) melalui Program “Improving Ecosystem Manajemen and Livehoods Arround Mt. Egon yang berkelanjutan di kawasan Egon Ilimedo dan bersama beberapa stakholder di Kabupaen Sikka akan melakukan beberapa rangkaian kegiatan, seperti: (1) Pelatihan PRA untuk peningkatan kapasitas para peneliti (2). Pengambilan Data (Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam) (3). Presentasi Hasil Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan (4) Workshop Pengelolaan Sumber Daya Alam (5). Penyusunan Legal Drafting Peraturan Desa (Perdes) tentang Pengelolaan Sumber daya Alam yang berkelanjutan
Kelima rangkaian kegiatan itu dilakukan dalam upaya penyelamatan kawasan Egon Ilimedo yang mana bagi banyak pihak dijadikan sebagai pusat layanan alam.  Lebih dari itu, beberapa aktifitas, seperti: Workshop Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) dan Penyusunan Legal Drafting Perdes melibatkan aparatur pemerintah kabupaten yang memiliki keterkaitan kinerja dengan upaya penyelamatan ekologi; (Dinas Lingkungan Hidup, UPT Kesatuan Pengelolaan Kehutanan Kabupaten Sikka dan Dinas Pertanian serta pemerintah desa).

II.        TUJUAN KEGIATAN
·    Meningkatkan Kapasitas para pihak pengelola IUP HKm tentang urgensitas penyelematan kawasan ekologi melalui pengelolaan hutan kemasyarakatan;
·   Kepastian ruang kelolah bagi masyarakat sekitar kawasan Egon Ilimedo terutama di desa Egon Gahar, Hebing dan Hale ;
·      Meningkatnya partisipasi para pihak (Stakeholder) dalam upaya pengimplementasian IUP HKm;

III.      STATUS DAN APLIKASI IUP HKM DI EGON GAHAR, HALE DAN HEBING

3.1   STATUS DAN APLIKASI IUP HKM EGON GAHAR
Konflik pengelolaan hutan yang telah lama terjadi mengenai pal batas hutan 1932 dan 1984, yang mana pihak negara mempersalahkan rakyat sebagai perambah kawasan dan sebaliknya rakyat pun menganggap pemerintah telah merampas ruang kelola mereka. Permasalahan yang sama hampir terjadi di seantero Nusantara.
Perdebatan ini kemudian berpuncak pada re-negosiasi negara dengan rakyat di sekitar kawasan dengan dikeluarkannya kebijakan pengelolaan Hutan Kemasyarakatan di seluruh Indonesia, dengan diterbitkannya Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.37/Mehut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, yang kemudian diubah sebagai pengganti dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor: P.52/Menhut-II/2011. Dan malah pada tahun 2014, diterbitkan lagi Peraturan Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.88/Menhut-II/2014 tentang Hutan Kemasyarakatan.
Sebagai upaya respon kebijakan daerah terhadap perdebatan tentang pengelolaan kawasan Egon Ilimedo, maka sejak tahun 213 diterbitkan SK Bupati No. 354/HK/2013 tentang IUP-HKm Mapi Detun Tara Gahar dengan luas areal HKm 809,80 Ha di wilayah Egon Gahar sebagai bentuk legalitas terhadap proses pengelolaan hutan di wilayah desa Egon Gahar.
Terbitnya SK Bupati  tersebut seharusnya anggota pemegang IUP HKm sudah mulai melakukan pembagian lahan berdasarkan aturan yang sudah tentukan dengan memperhatikan pengelolaan yang  ekologis dimana ada dua zona, yaitu: Zona Pemanfaatan dan zona lindung. Zona pemanfaatan menjadi lahan yang bisa dikelola, sedangkan zona perlindungan, yakni: mata air, hutan keramat, dll harus  dijaga. Dengan demikian status pengelolaan HKm di Wilayah Egon Gahar menjadi Legal.
·         Pada tahun 2015, ketua inti HKm Mapi Detun Tara Gahar bersama anggota HKm 1 melakukan pembagian areal kelola di Blok I di areal Rotan lok hanya saja kemudian seorang staf Dinas Kehutanan Maumere menemui pengurus HKm dan melakukan komplain atas apa yang dilakukan oleh pengurus HKm, karena tidak melalui prosedur yang baik dan benar. Prinsipnya pembagian areal harus disaksikan oleh pihak UPT KPH Sikka.
Distribusi Lahan HKM Mapi Detun Tara Gahar (UPT KPH Sikka & WTM)
·     Hal ini juga kemudian diakui oleh anggota kelompok, bahwa pembagian areal kelolah yang telah dilakukan itu pun hanya dilakukan oleh pengurus inti tanpa melibatkan seluruh anggota HKm dan pihak UPT KPH Sikka sebagai instansi yang bertanggung jawab.
Kemandekan ini terjadi, karena kurang adanya sosialisasi dan pendampingan dari pihak Dinas Kehutanan (UPT KPH) Sikka mengenai desain Rencana Kelola Hutan Kemasyarakatan (RK-HKm) Mapi Detun Tara Gahar.
·         Distribusi Lahan di areal Wolon Busur dan Popo Regang yang dilakukan pada 29 Maret – 5 April 2017, yang mana setiap pemegang IUP mendapatkan lahan seluas 50x50m2
·         Sedang diagendakan untuk pembahasann RK-HKM untuk mengimplementasikan dua zona yang diminta yakni: zona lindung dan zona kelola.
·         Pembersihan lahan di mulai tanggal 20 april sampai tuntas

3.2  STATUS DAN APLIKASI IUP HKM GAWER GAHAR (HEBING) DAN HKM GLAK (HALE)
Ijin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUP-HKm) untuk desa Hale dan  desa Hebing mengalami proses yang lamban karena semua proses administrasi perijinan belum direspon oleh Kementrian kemudian terjadi perubahan kebijakan yang mana Dinas kehutanan kabupaten berafiliasi ke tingkat propinsi sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 23 tahun Tahun 2014, kewenangan dinas kehutanan kabupaten dialihkan ke tingkat propinsi dan di tingkat kabupaten menjadi Unit Pelayanan Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT - KPH).
Dengan perubahan kebijakan ini membuat proses penerbitan IUP HKM untuk Gawer Gahar (Hebing) dan IUP HKM Glak (Hale) menjadi lamban. Segala pengurusan IUP akan berhubungan langsung dengan Dinas Kehutanan Propinsi. 
Menyikapi fakta ini, UPT KPH Wilayah Sikka bersama WTM dan Sandi Florata telah melakukan re-konsolidasi bagi komunitas Gawer Gahar (Hebing) dan Glak (Hale). Berdasarkan informasi yang diberikan UPT KPH Sikka , IUP HKm untuk dua desa ini akan terbit di tahun 2017 setelah dikonsolidasi dan mendapat keputusan pemerintah pusat.
Kendatipun belum jelasnya status IUP tersebut, warga petani di desa Hale dan Hebing tetap menjalankan aktifitas bertani, mereka sebab areal yang ditetapkan sebagai lokasi HKm merupakan wilayah kelolah sejak nenek moyang mereka. Misalnya; di desa Hebing dusun Watu baler, kampung Gawer Gahar,  sebagian besar masyarakat yang mengolah lahan di kawasan PAL Batas 84 bermukim langsung di kawasan dengan pondok-pondok. Sedangkan satu dusun (Dusun Glak)  di wilayah desa Hale masuk dalam tapal batas 84. Saat ini dusun Glak masuk dalam calon daerah enclave yang saat ini sedang dalam proses penetapan.

3.3  STATUS NATAKOLI
Berbicara tentang Ijin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUP-HKM) desa Natakoli mendapat penolakan. Menurut mereka bahwa menerima kebijakan Hutan Kemasyarakatan itu berarti mengakui proses pengambilan areal kelolah rakyat menjadi kawasan hutan terutama di pal batas 1984.
Karena itu tidak heran apabila petani di desa Natakoli tetap menjalankan aktifitas bertani mereka. Dan malah ada beberapa perkampungan itu berada dalam kawasan 1984. Asumsi mereka bahwa tanah mereka akan diambil pemerintah jika mereka tergabung dalam HKm. Dengan demikian, tidak ada IUP-HKM di desa Natakoli.

3.            KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pengimplemetasian IUP HKm Mapi Detun Tara Gahar sedang dilakukan mulai dari Rekonsolidasi hingga pada distribusi lahan areal HKm tersebut kepada pemegang IUP.
Sedangkan proses pengurusan IUP untuk HKm Gawer Gahar (Hebing) dan HKm Glak (desa Hale) harus dimulai dari re-konsolidasi terutama pendataan ulang dan kemudian pengajuan IUP HKm kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan Republik Indonesia.
Diyakini bahwa proses ini tidak akan dipersulit seiring dengan program pemerintah akan adanya perhutanan sosial yang mana HKm adalah satu bentuk dari HKm.




Tidak ada komentar:

<marquee>WTM LAKUKAN VAKSIN AYAM DI 3 KELOMPOK TANI DI EGON GAHAR</marquee>

Ansel Gogu (Kader Tani WTM) sedang Vaksin ayam anggota Kel. Tani Egon Gahar, KN , Dalam rangka mendorong sebuah pola budi daya ternak t...