Jumat, 25 November 2016

WTM MENGEVALUASI PERKEMBANGAN PELAKSANAAN PROGRAM DI MAPITARA

Maumere, KN. Breaving kader tani dan staf adalah sebuah rutinitas yang dijalankan oleh WTM setiap bulan. Untuk itu kegiatan breaving kader tani wilayah Mapitara dilakukan di desa Egon Gahar, Kecamatan Mapitara, pada kamis, 24 November 2016.

Kegiatan ini dibuka oleh Herry Naif, Koordinator Program WTM kerja sama CEPF dalam program “Improving Ecosystem Manajemen and Livehoods Arround Mt, Egon in Flores – Indonesia dihadiri oleh para kader tani WTM wilayah Mapitara dengan para staf Lapangan. Hadir juga dalam kegiatan itu, diantaranya koordinator Pertanian (Dedy Alexander Bambang) dan Koordinator Advokasi Media (Wihelmus Woda).

Pada pembukaan, Herry menegaskan bahwa pelaksanaan program WTM harus dievaluasi dan terus dipantau perkembangannya agar benar-benar berdampak pada partisipan project. Kuatirnya, bila tidak terus dipantau dan dievaluasi kita akan terperangkap dalam persoalan yang dianggap biasa dan tujuan bersama kita bersama petani tidak tercapai. Pada kesempatan itu juga, Herry mengatakan bahwa para kader juga harus lebih progresif dan serius sehingga membantu kawan-kawan petani.

Kegiatan breafing ini difasilitasi oleh Alex Bambang dengan memfokuskan pembahasan pada Hal yang harus dibahas pada pengadaan polibag yang sudah dilakukan WTM dan sejauhmana perkembangannya. Karena target program adalah penghijaan bersama seluruh komponen di Mapitara akan dilakukan pada bulan Februari. Selain itu, juga dibahas soal pengadaan bibit tanaman umur panjang, seperti kakao, pala dan cengkeh. Menurut Alex bahwa petani harus mencoba mulai dari pembibitan agar mengetahui proses pembibitan yang baik. Kita tidak mendrop anakan pohon, tegasnya.

Sedangkan mengenai topik budidaya ternak ayam dan vaksin ayam mendapat sorotan karena pada pendistribusian tahap pertama banyak ayam hasil droping banyak yang mati. Menanggapi itu, Herry mengatakan bahwa kematian ayam hasil distribusi itu di luar niat WTM. Prinsipnya WTM ingin membantu para petani dampingan dalam sebuah proses budidaya ternak hanya saja ini adalah sebuah kejadian yang harusnya menjadi pembelajaran bersama baik di kelembagaan dan petani. Kami sudah berkomunikasi dengan supplaeir ayam bahwa sesuai dengan kontrak WTM itu harus ada pergantian ayam tersebut dan beliau siap menyatakan siap, tegas Herry.

Selain itu juga dibahas tentang manajemen organisasi kelompok tani. Bahwa sebuah organisaisi harus memenuhi standar dimana harus punya struktur, manajemen organisasi dan kesepakatan-kesepakatan yang dibangun dalam organisasi.

Menanggapi itu, Gabrial Maryanto mengatakan bahwa beberapa kelompok yang didampingi sedang terjadi dinamika organisasi dimana ada jumlah kelompok yang tidak sesuai dengan pendataan awal. Karena itu memang harus ada pembenahan pendataan. Saya sedang mencoba untuk membenahi organisasi kelompok tani yang didampingi, ujarnya. (Tim KN).

Senin, 21 November 2016

KRIPIK PISANG JADI SNACK ORGANIK YANG DITAWARKAN

Pengolahan pisang menjadi kripik pisang menjadi sebuah model pengelolaan yang dipilih oleh beberapa kelompok yang didampingi oleh Beatriks Rika.

Kegiatan pengolahan hasil yang telah lama diinisiasi oleh kelompok Usaha Baru, dapat dijalankan pada Minggu, 20 November 2016. Kegiatan pengolahan hasil ini difasilitasi oleh Ernsita Dua Sina dihadiri oleh kelompok Lowo Lo’o, Moretambombe, sawa kamuroja. Kegiatan ini dibuka oleh Mus Mulyadi (fasilitator Lapangan Wilayah Mego). Selain itu juga kegiatan ini dihadiri oleh Herry Naif (Koordinator Advokasi, Pengolahan Hasil, dan Lingkungan Hidup) dan Dedy Alexander (Koordinator Pertanian), Wahana Tani Mandiri.

Pada pembukaan acara, Beatriks (Kader Tani Desa Bhera) menandaskan bahwa pada prinsipnya kegiatan ini dilakukan karena dari hasil analisa usaha tani yang dilakukan oleh kelompok temukan bahwa penjualan yang serampangan itu lebih menguntungkan para pemodal. Kedua, pengolahan pisang ini juga mau menunjukkan upaya membudidayakan pangan lokal sebagai snack pada keluarga dan terutama anak-anak, jangan hanya berharap snack dari luar yang tentunya sudah dikasih zat pengawet. Malah sering warga tidak melihat masa kadaluarsanya.

Lebih lanjut, Perempuan yang baru mendapat penganugarahan sebagai Pemenang Perempuan Pejuang Pangan, 2016 oleh Oxfam di jakarta, 15 Oktober lalu mengatakan bahwa, pengolahan pisang ini akan dapat meningkatkan pendapatan keluarga diawali dengan peningkatan ketrampilan pengolahan. Kedua, Pengolahan pisang secara bersama-sama ini akan memupuk rasa persaudaraan diantara kelompok. Lebih dari itu, kegiatan ini dilakukan sebagai bentuk arisan kelompok pada setiap minggu di kelompok tani oleh para ibu-ibu.

Pada acara penutupan kegiatan, Alexander mengharapkan bahwa kegiatan seperti ini tidak hanya dilakukan sesaat, atau sekedar ramai-ramai tetapi ini harus menjadi salah satu aktifitas industri rumah tangga (home industry) yang diyakini akan memperbaiki kualitas hidup petani dari waktu ke waktu. Bila tidak, kita hanya dinilai sekedar melakukan untuk diketahui publik, tukas putra Medan yang sudah menjadi warga Woloboa.

Jumat, 18 November 2016

PEMDES REROROJA: BANTU FASILITAS PRODUKSI PISANG BAGI KELOMPOK SE’ATE

Maumere, KN. Pemberdayaan masyarakat tani dalam mencapai sebuah penghidupan layak adalah tugas yang harus dijamin negara. Selama beberapa periode pemerintahan bangsa ini, petani seolah menjadi anak tiri dalam berbagai pembangunan. Bahkan petani hanyalah sebagai objek pembangunan. Sejak runtuhnya rezim orde baru, paradigma pembangunan mulai diubah, yang mana beroritentasi pada pemenuhan Hak Asasi Manusia (HAM) dengan ditetapkannya Undang-Undang No. 11 Tahun 1999 tentang HAM. Selain itu, partisipasi rakyat dalam pembangunan menjadi sebuah tuntutan yang harus dipenuhi dalam sebuah proses pembangunan dan malah dalam proses pembuatan undang-undang, seperti yang diatur dalam Undang-Undang No. 10 Tahun 2004 tentang Pembentukan Peraturan Perundang-undangan.

Tidak heran, abal-abalan dalam musrenbangdus sampai pada Musrenbang sudah dinilainya menjadi sesuatu yang kaduluarsa. Partisipasi rakyat dalam pembangunan mendapat prioritas. Bila sampai ada fakta yang demikian itu adalah kekecualian.

Sejak ditetapkannya Undang-Undang No. 6 Tahun 2014 tentang Desa, pemerintah desa dituntut untuk melakukan Pemberdayaan Masyarakat Desa sebagai upaya mengembangkan kemandirian dan kesejahteraan masyarakat dengan meningkatkan pengetahuan, sikap, keterampilan, perilaku, kemampuan, kesadaran, serta memanfaatkan sumber daya melalui penetapan kebijakan, program, kegiatan, dan pendampingan yang sesuai dengan esensi masalah dan prioritas kebutuhan masyarakat Desa. Itu berarti bahwa pemberdayaan menjadi skala prioritas.

Menurut Kepala Desa Rero Roja, Bernadus Benhar Kelan bahwa berdasar pada Undang-Undang tersebut, Pemerintah Desa Rero Roja mendorong berbagai upaya pemberdayaan yang dilakukan warganya, apalagi itu sudah lebih dulu dilakukan atas insiasi mereka.

Beberapa bulan ini kami melihat bahwa kelompok tani Se’ate, kelompok tani perempuan yang sudah berinisiatif melakukan produksi pisang menjadi kripik pisang yang dinamai “Kripok” perlu mendapat stimulan dari pemerintah berupa bantuan 1 paket peralatan yang mendukung produksi mereka. Penyerahan bantuan berupa : 1 moll pisang, pisau, saringan 1 paket pembuatan kripik. Kita tidak bantu dari nol. Kelompok Seate, Koro, 10 Oktober 2016, ujar Benhar.

Penyerahan peralatan ini oleh Kepala desa (Bernadus Benhard Kelan) kepada Afriana (Ketua Kelompok tani Seate). Acara penyerahan ini dihadiri BPD Reroroja, Kasie Kesos (Fransiska Nurak) selaku pelaksan kegiatan. Bendahara desa (Yulius Sawa), Kasie Trantib (Yuliana Tambo). Turut hadir dalam penyerahan itu, fasilitator lapangan (Maria marta Muda), dan semua anggota kelompok.

Pada acara penyerahan itu, Benhar mengaku melihat langsung bagaimana kelompok ini melakukan produksi pisang secara manual. Kalau pake manual, pasti lama. Karena itu, saya yang mengajak mereka untuk bekerja sama dalam pembagian prosentasi hasil. Lebih dari itu juga tujuannya adalah mendorong usaha rakyat, agar meningkatkan pendapatan. Mungkin selama ini, hanya kebutuhan anggota tetapi kita dorong untuk berkembang lebih besar, ujarnya.

Selain itu, Benhard menegaskan bahwa ke depannya, pembangunan fisik harus dikurangi tetapi lebih mengutamakan pemberdayaan pemberdayaan sumber daya manusia. Selama ini, kita memikirkan untuk bagaimana agar kemudian rakyat bisa maju dan kemudian membantu mengembangakan secara fisik, ujar alumni SMA Negeri 2 Maumere.

Afriana (ketua kelompok tani Se’ate) secara terpisah mengaku bangga karena mendapat perhatian dari pemerintah desa, namun ini sekalian menjadi wujud tanggung jawab agar kami secara maksimal mendorong kemandirian petani. Bahwa ada begitu banyak aktifitas yang dilakukan dalam kelompok kami terutama mendorong pertanian organik dan berbagai kegiatan lainnya. (Tim KN)

Kamis, 17 November 2016

Hendrikus Gedo, Petani Ulet dan Disiplin

Hendrikus Gedo, Petani Ulet dan Disiplin Kelompok Tani Kaju Naja O’a adalah salah satu kelompok yang berdomosili di dusun Nawuteu tepatnya di desa Kolisia B, Kecamatan Magepanda. Kelompok ini bergabung bersama WTM (Wahan Tani Mandiri) sejak tahun 2014. Kelompok ini beranggotakan 24 orang yang terdiri dari 15 orang laki dan 9 orang perempuan. Tentunya di dalam sebuah komunitas pasti memiliki tipikal atau ciri yang berbeda dari masing-masing anggotanya. Berbeda dengan yang satu ini anggota dengan nama lengkapnya Hendrikus Gedo, lahir di sebuah kampung kecil .....pada tanggal.... Ia mempunyai 4 orang anak dan 3 orang cucu. Hendrikus Gedo dengan sapaan akrabnya bapa Minggus dianugerahi sebagai seorang petani yang tulen. Sosok yang begitu semangat dan boleh dikatakan sangat aktif dan kreatif. Kini, bapa Minggus dipercayakan sebagai salah satu pengurus yang mana bertugas sebagai operator mesin, karena kebetulan kelompok ini memiliki sumur bor yang dimanfaatkan oleh anggota untuk kebutuhan air minum dan siram sayur. Tugas yang dipercayakan kepada Bapa Minggus ia laksanakan dengan sungguh-sungguh dan bertanggung jawab, tepat waktu sehingga aggota tetap semangat. Apabila ada kemacetan atau kesalahan teknis dalam menggunakan mesin bor air, Bapa Minggus langsung menghadirkan tenaga ahli untuk memperbaikinya. Hanya dalam kesehariannya di kelompok, bapa Minggus dikenal memiliki watak keras dan tegas sehingga anggota bisa belajar disiplin sehingga pada saat pertemuan anggota semuanya hadir. Dalam setiap pertemuan selalu ada konsep baru yang ia lontarkan dan ternyata diterima baik oleh anggotanya. Awalnya belum ada arisan kelompok, tiba-tiba dengan spontan dan nada begitu halus beliau menyampaikan “Bagaimana kalau dibuat arisan kecil sehingga bisa membantu kita anggota“. Ungkapan spontan ini kemudian disepakati anggota untuk mengumpulkan uang (Iuran) yang mana setiap anggota duapuluh ribu rupiah (Rp. 20.000) sebagai dana awal kelompok. Bagi Bapak yang mempunyai empat orang anak ini, menurutnya pendampingan WTM cukup bagus. Sangat berbeda dengan pendampingan-pendampingan yang sebelumnya dan sementara ini ia ikuti, ujarnya. Walaupun hanya dengan ilmu dan teknik pola pertanian yang sederhana sudah cukup membantu para petani, tergantung pada petani untuk melihatnya sebagai kesempatan emas untuk anggota terapkan. Pada tanggal 1 Juni 2016, Fasilitator Maria Martha Muda (Fasilitator Lapangan Wilayah Magepanda) bersama anggota melakukan praktek Teknik Olah Jalur di kelompok Kaju Naja O’a. Praktek ini langsung di kebunnya. Sebelumnya lahan sudah disiapkan dengan baik, kira-kira sekitar 20 mx 20 m luasnya. Bapa Minggus selama 2 minggu tidak pernah istirahat hanya karena mencangkul tanah sedalam 50cm, dengan lebar 1 m panjang 7 m untuk olah jalur ini. Dari lahan yang ada semuanya sudah dicangkul sesuai petunjuk yang diberikan. Jumlah olah jalur yang dicangkul berjumlah 20 lajur. Jangankan 2 atau 3 orang yang kerjakan, 5 orang pun pasti tidak sanggup bahkan tidak bisa menghabiskan waktu hanya dalam 2 minggu. Tetapi bagi bapa benar-benar mau ujicoba, apakah ilmu yang diberikan WTM bisa dibuktinyatakan? demikian ulasnya. Ternyata benar, pada bulan berikutnya; yaitu bulan Agustus pada saat kunjungan ke kebunnya, lahan yang dijadikan praktek tersebut semuanya sudah dipenuhi dengan tanaman jagung. Jagung tumbuh subur, karena awalnya bahan organik yang disisihkan cukup padat. Di samping sebelah atas lahan yang masih sisa, ia tanami dengan terung organik, tanahnya pun subur, daunnya hijau dan sudah mulai berbunga. Mari kita belajar dari Bapa Minggus, seorang petani yang tekun, ulet, aktif dan penuh sabar. Apa pun sesuatu yang baru, ia ingin mencobanya.

Senin, 14 November 2016

Lokasi mata air “WAIR MU’U” tidak jauh dari mata air “Wair Ean” dan masih termasuk wilayah Dusun Glak, Desa Hale yang letaknya kurang lebih 500 meter dari wair ean dan berada di tengah kebun warga.

Debit mata air ini cukup bagus, mengalir sepanjang tahun dengan volume yang tetap dan bertamba jika pada musim hujan. Mata air “Wair Mu’u” dimanfaakan warga sebagai air minum dengan mengambil langsung di lokasi mata air karena sampai saat ini belum ada pengembangan seperti pipanisasi. Hanya saja kondisi mata air sangat terbuka dan belum ada penghijauan.

Pohon pelindung disekitar mata air masih sangat kurang, hanya beberapa pohon pelindung yang masih terlihat seperti rumpunan pohon waru, pisang, kemiri, kakao dan beberapa jenis pohon hutan lainnya. Di sebelah utara mata air ini kurang lebih 200 m terdapat kebun milik warga setempat yang masih terlihat kosong sehingga ini bisa berpotensi mengurangi debit air yang ada.

PROFIL MATA AIR "WAIR EAN"

“WAIR EAN” adalah sebuah mata air dengan debit yang cukup besar yang terletak di Dusun Glak, Desa Hale, dan berjarak kurang lebih 10 km dari pusat desa. Mata air ini terletak di tengah kebun warga yakni kebun milik Marselinus anggota kelompok tani Gaging Pani. Di

kawasan sumber mata air tersebut terdapat beberapa pohon pelindung, seperti: bamboo, ara, beringin dan tanaman komoditi seperti, kemiri dan kakao.

Volume debit mata air ini cukup bagus dan tetap sepanjang tahun bahkan jika pada musim hujan debit mata air ini bertambah volumenya.

Walaupun terdapat beberapa pohon pelindung, namun kondisi di area mata air masih terlihat kosong, karena belum begitu banyak tanaman maupun pohon pelindung, sehingga mat air ini menjadi perhatian kelompok Da’an Dadin dalam perencanaan penghijauan. Pada tahun 1999 ada sebuah LSM yang kerjasama dengan AusAid pernah melakukan survey dan membuat sebuah bak penampung kemudian mengalirkan sepanjang 500 m dari titik mata air ke perkampungan selatan yakni menuju SDK Glak.

Namun dalam perjalanan ada perselisihan warga sehingga saluran pipa dibongkar dan sekarang hanya sampai di Tu’an Kepit, sebuah lokasi dekat SDK Glak yang berjarak kurang lebih 1 km dari sekolah dan perkampungan sekitar sekolah. Hingga saat ini belum ada perhatian dari pemerintah desa maupun NGO manapun.

Profil Mata Air Wair Tu'an Tobong

Mata air “WAIR TU’AN TOBONG” terdapat di Dusun paling timur Desa Hale yakni Dusun Glak, sekitar 10 km dari pusat desa.

Mata air ini dimanfaatkan sekitar 23 Kepala Keluarga (bukan keseluruhan KK di Dusun Glak) sebagai sumber air minum dan perkebunan dalam areal yang luasnya kurang lebih 30 Ha.

Letak mata air ini berada di tengah kebun milik warga, yakni di kebun Bapak Antonius Tesen dan Lorens Lo’o. Dalam kawasan itu terdapat tanaman perkebunan seperti, kemiri, kakao, pisang dan beberapa jenis pohon pelindung seperti ara dan lamtoro.

Mata air ini mengalir sepanjang tahun dengan volume debit yang tetap, dan apabila pada musim hujan debitnya bisa meningkat. Model pemanfatan air ini masih secara tradisional, artinya warga bisa mengambilnya langsung di mata air dan bisa juga dialirkan melalui bamboo bulat yang sudah dirancang secara khusus yang bertujuan untuk memudahkan dalam pengambilannya.

Sabtu, 12 November 2016

MEMOTRET SUMBER MATA AIR WAIR PU'AT

WAIR PU’AT, sebuah nama mata air yang kini menjadi nama perkampungan setempat dimana sebaran rumah warga berada di sekitar mata air tersebut. Mata air ini terletak di sebelah timur Desa Hale tepatnya di RT 010 jalur sebelum memasuki kampong Glak dan berjarak kurang lebih 3 km dari pusat desa.

Mata air ini hanya dimanfaatkan oleh sebagian masyarakat RT 010 dari 84 KK di RT setempat, karena belum ada pengembangan jaringan pipa hingga sekarang. Kondisi lingkungan disekitar mata air adalah kebun milik warga dimana sebagiannya sudah ditanami tanaman umur panjang seperti kemiri dan kakao.

Ada beberapa jenis pohon pelindung yang masih ada di sekitar mata air seperti lawan, beringin, dihi dan bambu. Jenis pohon pelindung mata air sudah berkurang yang berdampak pada menurunnya debit air saat musim kemarau, sehingga titik mata air ini juga sudah direncanakan oleh kelompok untuk dilakukan penghijauan.

Mata air “WAIR PU’AT ini dikelolah pemanfaatannya sejak Tahun 2010 dari program PNPM namun belum dimanfaatkan secara merta oleh masyarakat setempat karena belum ada pengembangan jaringan pipa hingga sekarang.

MEMOTRET WAIR BRUMAT

Sumber mata air “WAIR BRUMAT” terletak di sebelah utara, desa Hale. Jaraknya kurang lebih 5 km dari pusat desa. Sumber mata air ini diapiti dua kali besar, yakni kali Wair Paut dan Wair Baot yang kemudian bermuara ke kali Waiara.

Lokasi titik mata air masih termasuk daerah hutan tutup dalam kawasan ‘84 dengan luas kurang lebih 10 Ha dan jauh dari pemukiman warga. Debit mata air ini sangat bagus dan volumenya tetap sepanjang tahun. Saat ini pemanfaatan mata air mencakup dua desa antara lain sebagian Desa Hale dan Desa Hebing. Pemanfaatan mata air yang mencakup dua desa ini dimulai sejak tahun 80-an dibawa koordinasi seorang guru saat itu yakni Bernadus Baba melalui program AusAID kemudian pengembangan selanjutnya melalui program Pamsimas.

Pemanfaatan air dari sumber mata air “WAIR BRUMAT” oleh masyarakat desa Hale dan Hebing saat ini belum merata ke seluruh warga desa, hal ini disebabkan oleh beberapa faktor antara lain, karena kondisi geografis yang tidak memungkinkan, seperti sebagian warga Desa Hale yang bermukim di sebelah Timur kali Waiara dimana pemukiman berada di daerah ketinggian. Dengan demikian pemanfatan air ini hanya bisa digunakan warga yang bermukim di sebelah Selatan lokasi mata air itu pun belum secara keseluruhan karena keterbatasan jaringan pipanisasi. Selain itu, ada warga yang mengeluh karena air tidak mengalir dalam jaringan pipa terlebih warga yang berada di bagian hilir dari kedua desa tersebut. Hal ini karena system pembuatan jaringan pipa belum maksimal bagus.

Rabu, 09 November 2016

CPEF dan Burung Indonesia Monitoring Program WTM

Maumere, KN. Kerja sama Wahana Tani Mandiri (WTM) dengan Critycal Ecosystem Parthnersip Fund (CEPF) dalam program “Improving Ecosystm Manajemen and Livehoods around Mountion Egon In Floses – Indonesia” yang telah berlangsung enam (6) bulan. Kegiatan ini dihadiri oleh Skylar (CEPF), Adi Widiyanto, Tiburtius Hani (Burung Indonesia), Winfridus Keupung (Direktur WTM) dan semua Fasilitator Lapangan dan Kantor, Jln Wairklau Maumere (8/11/16).

Kegiatan ini difasilitasi dalam bahasa Inggris oleh Herry Naif (Koordinator Program) itu mengutarakan soal pelaksanaan program entah itu tentang kesuksesan yang dicapai sesuai target program dan tantangan atau kendala yang dialami dalam program. Dalam presentasi itu, Herry menyinggung bahwa program yang dilaksakan di Wilayah Mapitara ini mengalami dinamika pelaksanaan yang luar biasa. Bahwa ada sebuah pola pertanian yang ditawarkan WTM dimana sistem pertanian terpadu (selaras alam).

Model pertanian menjadi pilihan alternatif ketika banyak petani mengembangkan pertanian kimiawi. WTM secara serius mendorong pertanian yang bernuansa konservasi. Berbabagai aktifitas yang telah dilakukan adalah pembentukan kelompok tani, rekruitman dan seleksi kader, Diskusi perencanaan dan permasalahan pengelolaan pertanian, kunjungan sumber mata air, pembuatan kandang, vaksin ayam, pembibitan tanaman umur panjang (Kakao, Pala dan Cengkeh), pembibitan tanaman sumber mata air, kunjungan kebun dan berbagai aktifitas lain, ujar Herry.

Dalam presentasi itu, Skylar (CEPF) mempertanyakan tentang perbedaan data base jumlah sumber mata air yang ada dalam penulisan awal dengan yang sekarang, dan kondisinya juga berbeda. Menjawabinya, Winfridus Keupung mengatakan bahwa perbedaan itu terjadi setelah dilakukann indentifikasi dan penelusuran kondisi mata air yang ada. Benar bahwa yang ditulis itu 8 sumber mata air tetapi setelah ditelusuri secara faktual, padahal di Wilayah kecamatan Mapitara ada 36 sumber mata air, dengan kondisi stabil dan kurang. Sampai hari ini belum ada yang kering. Tetapi kondisi ini tidak berarti bahwa kita membiarkannya tetapi proses konservasi harus dilakukan.

Sedangkan Mengenai perkembangan pelaksanaan Hutan Kemasyarakatan (HKM) Mapi Detun Tara Gahar sudah diperoleh sejak bulan Oktober 2013 tetapi hingga hari ini belum dilakukan karena, pertama. Miskomunikasi yang terjadi antara pemegang Ijin Usaha Pengelolaan (IUP) HKM dengan Dinas Kehutanan Propinsi. Bahwa IUP sudah ada, tetapi belum ada RKHKMnya. Kedua, perubahan kewenangan yang sebelumnya menjadi kewenangan pemerintah kota/kabupaten, saat ini menjadi diambil alih oleh pemerintah provinsi, seperti yang diatur dalam Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang pemerintah daerah. Kondisi ini mestinya mendorong para pihak agar mempercepat proses pelaksaan IUP HKM tersebut, sambil menunggu IUP HKM untuk Desa Hale dan Hebing, demikian ungkap Win Keupung.

Setelah pertemuan di kampung dengan melihat beberapa data administratif dilakukan kunjungan lapangan ke Desa Egon Gahar oleh Tim CEPF, Burung Indonesia dan WTM. Disana pula dibahas tentang kondisi perkembangan HKM yang belum dijalankan. Menurut Yulianus, kami pemdes akan siap membantu untuk mempercepat pelaksaan HKM di sini. Kami berharap bahwa keterlibatan WTM dalam advokasi ini akan mendorong percepatan pelaksanaan HKM Mapi Detun Tara Gahar, ungkapnya.

Jumat, 04 November 2016

MISSERIOR KUNJUNGI DAERAH DAMPINGAN WTM

Maumere, KN. Sebelum mengakhiri pelaksaan program “Peningkatan Kapasitas Petani dalam Adaptasi Perubahan Iklim lewat Pendekatan Usaha Tani Berbasis Konservasi” kerja sama WTM dengan Misserior Jerman, Ulrich Donnberg (Perwakilan Misserior Indonesia) dan Inge Lampp (Pendamping Mitra Misserior Indonesia Timur) melakukan kunjungan lapangan ke Kelompok Tani Nua Heu Pega, Desa Bu Selatan, Kecamatan Tanawawo. Kunjungan Misserior ini didampingi Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM) dan para staf lapangan dan kantor serta para kader tani di Kecamatan Tanawawo. Acara ini dibuka oleh (31/11/16).

Siprianus Rehing (Kader Tani Desa Bu Selatan) yang memandu diskusi para petani dampingan WTM dengan Misserior ini mengatakan bahwa pendampingan yang sudah berjalan dua tahun ini, semestinya menjadi pembelajaran bagi publik yang mana ada hal positif dan negatif. Karena itu, sy berharap bahwa para petani dampingan tidak perlu ragu dalam menyampaikan apa yang terjadi di lapangan agar ada perbaikan dan pembenahan ke depan. Hari ini ada 5 kelompok tani yang hadir dalam diskusi, seperti kelompok tani Nua Heu Pega, Muri Sama, Lando Lae, Kale tau Mbale, Dau Mbale). WTM bagi warga tani Bu Selatan dan Lio pada umumnya bukan lembaga baru. Malah dulu, WTM hadir dalam pemberdayaan dengan mendatangkan bantuan berupa banyak hal terutama, anakan pohon tanaman umur panjang, seperti kakao, cengkeh, kopi, vanili dan berbagai ternak seperti kambing, ayam dan sapi, kenang Sipri.

Sedangkan Carolus Winfridus Kepung (Direktur WTM) mengatakan bahwa tujuan kunjungan lapangan yang dilakukan hari ini adalah pertama, Misserior ingin tahu secara detail tentang perkembangan lapangan setelah pelaksanaan program 2 tahun. Kedua. Misserior ingin memantau langsung dan berbicara langsung dengan partisipan proyek tentang apa yang dialami sebelum dan setelah dua tahun projek ini berjalan.

Dari hasil diskusi dengan lima kelompok dampingan WTM (Dari diskusi ada beberapa point refleksi yang ditemukan bahwa, masyarakat dampingan WTM tidak sungkan bicara dengan siapa saja. Yang mana, warga dengan lugas menyampaikan realitas yang dialami warga baik secara positif dan negatif. Menariknya lagi, warga juga mengungkapkan tentang keswadayaan yang tumbuh kembang di tengah para petani, ujar Ulrich.

Sedangkan menurut Dominikus Lefi, warga petani dari kelompok Kale Tambale Ndoko yang mengenal WTM sejak berdirinya menyatakan bahwa ada dampak positif yang dialami dirinya dan kelompoknya dimana banyak memiliki tanaman umur panjang yang dulu diberi sekarang dipanen. Karena itu, apreseasi kami perlu sampaikan pada pendampingan WTM selama ini.

<marquee>WTM LAKUKAN VAKSIN AYAM DI 3 KELOMPOK TANI DI EGON GAHAR</marquee>

Ansel Gogu (Kader Tani WTM) sedang Vaksin ayam anggota Kel. Tani Egon Gahar, KN , Dalam rangka mendorong sebuah pola budi daya ternak t...