Tim Program:
Carolus Winfridus Keupung (Direktur) Herry Naif (Koordinator Program), Alexander
Saragih (Koord. Bidang Pertanian), Wihelmus
Woda (Koordinator Advokasi) Marianus
mayolis, Moes Mulyadi, Yustinus Yanto (Fasilitator Lapangan), Ernesita D. Hariona (Finance)
“Paradigma Perwujudan Pengelolaan Kawasan Egon Ilimedo yang Eco- Populis ”
Pelataran Paroki Renya Rosari Hebinng
23-24 Agustus 2017
Wahana Tani Mandiri (WTM)
Perkumpulan Burung
Indonesia
Critycal Ecosystem
Partnership Fund (CEPF)
Catatan Editor
Suara Direktur
BAB 1. STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
1.1. Teropong Studi Pengelolaan Sumber
Daya Alam
1.2. Tujuan Penelitian
1.3. Sistematika dan Metode Penelitian
a. Proses
Penelitian
b. Metode Penelitian
1.4. Pastisipan Penelitian
1.5. Rekomendasi dari Hasil
Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam
BAB 2. BUTIR-BUTIR PEMIKIRAN PADA WORKSHOP
2.1. Potret Pembukaan Kegiatan Workshop
2.2. Dari Panelis
2.3. Resume Hasil Penelitian
2.4. Point-Point Sidang Komisi A dan B
2.2. Dari Panelis
2.3. Resume Hasil Penelitian
2.4. Point-Point Sidang Komisi A dan B
BAB 3. HASIL DAN REKOMENDASI WORKSHOP
LAMPIRAN-LAMPIR
Lampiran A. TOR Kegiatan
Lampiran B. Susunan Acara
Lampiran C. Daftar Peserta
Lampiran D. Foto Dokumentasi
Tentang Program WTM-Burung Indonesia dan CEPF
Lampiran B. Susunan Acara
Lampiran C. Daftar Peserta
Lampiran D. Foto Dokumentasi
Tentang Program WTM-Burung Indonesia dan CEPF
CATATAN EDITOR
Tiga
kelompok yang teridentifkasi sesuai dengan dasar persepsinya terhadap
pengelolaan sumber daya alam. Pertama,
Sekelompok orang melihat bahwa dampak buruk dari kerusakan lingkungan yang
terjadi akibat perilaku yang binal dalam meraup keuntungan ekonomi dalam
menumpuk kekayaan. Mereka tidak peduli dengan kerusakan yang penting prinsipnya
pengelolaan itu bermanfaat bagi diri dan kelompoknya (eco-developmentalis). Kedua, Sekelompok orang melihat bahwa
pengelolaan harus diatur sesuai dengan asas perimbangan baik bagi manusia
maupun alam. Ketiga, alam dipandang sebagai sesuatu yang sakral, artinya bahwa
manusia tidak bisa seenaknya memanfaatkan alam dengan alasan konservasi
(eco-fasis).
Wahana
Tani Mandiri (WTM) sebuah lembaga sosial yang sejak keberdiriannya tahun
1996, mengkonsolidasi petani dalam
advokasi tenis pertanian berkelanjutan yang tentunya memiliki korelasi dengan
penyelamatan lingkungan hidup.
Diyakini,
bahwa pengelolaan sumber daya alam yang eco-hominis tentunya para petani akan
kehilangan daya dukung dan daya tampung lingkungan mendungkung usaha-usaha
produktif melalui pengelolaan pertanian.
Berasas
pada pemikiran ini, WTM dalam kerja samanya dengan Perkumpulan Burung Indonesia
dan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF)
menggagas Program “Improving Ecosystem
and Livehoods around Egon Mountion – Indonesia”. Gagasan fundamen program
ini adalah bagaimana menjadikan alam sebagai layanan bagi petani dan warga di
sekitar kawasan Egon Ilimedo.
Sebagai
langka awal, dilakukan Kajian Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) dengan
menggunakan metode Participatory Rural
Appraissal (PRA) yang mana di dalamnya termaktub 4 alat bantu, yakni
diagram ven (analisa aktor), kelender musim, transek dan pemetaan.
Kajian
ini dilakukan oleh 14 Kader Tani dan Tim WTM, yang mana para partisipan projek
(Kelompok Tani) menjadi kelompok masyarakat yang dilibatkan dalam studi
tersebut. Hasil kajian ini kemudian dipresentasikan kepada publik (warga desa)
dan Pemerintah desa agar mendapatkan masukan untuk proses penyempurnaan.
Presentasi yang dilakukan Tim Peneliti di empat desa itu menghasilkan Profil
ekologi di keempat desa yakni Egon Gahar, Hale, Hebing dan Natakoli.
Peta Areal Kawasan
HKm di Kwawasan Egon Ilimedo
|
Itu
berarti kawasan ini adalah paru-paru bagi kabupaten Sikka. Fungsi dan peran
kawasan hutan Egon Ilimedo sebagai ruang penting bagi kehidupan masyarakat sekitar kawasan yang mana
memberi nilai keseimbangan ekologi mulai terganggu.
Hal ini disebabkan berbagai perilaku negatif,
seperti: perambahan hutan, ladang berpindah dengan sistem tebas-bakar, dan
tidak adanya teras sering di lahan yang miring berdampak pada menurunnya
dukungan dan layanan kawasan Egon.
Secara umum, ditemukan bahwa penyebab kemerosotan kualitas lingkungan,
seperti adanya destructive logging, persoalan pal batas yang belum
tuntas, kesadaran ekologis masih rendah dan masyarakat di kawasan sebagai
objek, sebelum adanya perubahan paradigma pengelolaan hutan.
Berbagai
hasil temuan fakta dan analisis itu dinarasikan Peluang dan Tantangan dalam Pengelolaan Kawasan Egon Ilimedo yang
Eco-Populis. Narasi ini ditulis berbagai fakta dan proses selama dilakukan
advokasi penyelamatan kawasan Egon Ilimedo.
Herry Naif
(Koordinator Program WTM-CEPF )
Suara Direktur WTM:
Yang kami hormati Wakil Bupati Sikka;
Yang kami hormati Camat Mapitara;
Yang kami hormati Camat Mapitara;
Yang kami hormati Bapak-Ibu Panelis;
Yang kami hormati tokoh-tokoh masyarakat, tokoh
agama,
Yang kami hormati Pimpinan Kelompok Tani serta
Mitra kerja;
Yang kami banggakan kawan-kawan Sahabat Petani di
Seputaran Kawasan Egon Ilimedo serta seluruh masyarakat yang memiliki
kepedulian terhadap lingkungan hidup;
Singkatnya, sama saudara pencinta penyelamatan
kawasan Egon Ilimedo yang kami muliakan,
Assalamualaikum
Warahmatullahi Wabarakatuh
Salam Sejahtera
untuk Kita Semua,
Pertama-tama, saya
mengajak bapak, ibu dan saudara-saudara sekalian untuk memanjatkan puji syukur
kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas kasih dan anugerah-Nya, perjuangan akan
perlindungan ekologi di Nian Tana Sikka
terus diemban sebagai wujud kesadaran kritis dalam mempertahankan eksistensi nian
tana Sikka yang lestari. Hari ini kita menyelenggarakan workshop pengelolaan
sumber daya alam yang eco-populis.
Atas nama keluarga
besar Wahana Tani Mandiri (WTM) menyampaikan apreseasi dan terima kasih atas
kehadiran kita semua.
Bahwa masih
buruknya pengelolaan sumber daya alam di nian tana Sikka yang dilakukan dengan
tindakan koruptif-manipulatif, dan perhatian pemerintah atasi persoalan
lingkungan hidup masih sangat lemah terutama pada pemulihan daerah-daerah
krisis ekologi.
De
facto, wilayah Kawasan Egon Ilimedo yang dipermasalahkan tentang pal batas 1932
dan 1984 namun kini sedang dikuasai masyarakat setempat. Secara yuridis, belum
ada produk hukum yang memberi kekuatan bagi masyarakat dan malah masih
memarginalisasikan rakyat.
Berbagai
forum multi pihak diciptakan untuk mencari dan menemukan solusi alternatif.
Pada tataran ini, negara dinilai belum jujur mengakui keberadaan masyarakat
dalam Pengelolaan Sumberdaya Alam. Atau, negara belum secara jelas menyatakan
keberpihakannya pada rakyat. Ini didukung produk-produk hukum yang dinilainya
tidak berpihak pada kaum marginal terutama masyarakat adat, seperti
Undang-Undang No. 1 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing, Undang-Undang No.
6 Tahun 1968 tentang Penanaman Modal dalam Negeri (PMDN), dll.
Bila
ditelusuri, peraturan perundang-perundangan secara detail dan dikritisir
ternyata mencerminkan pengabaian negara atas hak-hak masyarakat tradisional
yang hidup di sekitar kawasan hutan berabad-abad lamanya. Kini, mereka menjadi
terasing di dalam hutannya sendiri. Pada gilirannya mereka terpaksa divonis
perambah hutan yang melanggar hukum, padahal itu hanya sekedar untuk
mempertahankan hidupnya.
Atas
pertimbangan itu, masyarakat adat telah berjuang mempertahankan hak ulayat
mereka dan hak-hak lainnya demi menjamin pemenuhan hak-hak dasarnya. Apa pun
argumentasinya, negara mestinya mengambil suatu kebijakan yang berpihak pada
kaum marginal, bukan mengabaikan hak mereka. Apalagi ditambah dengan persoalan
menyempitnya lahan pertanian. Mereka bertindak tanpa mempedulikan apa pun
resikonya. Atau kompetisi ekonomi-kapitalistik semakin menjebloskan kelompok
marginal dalam jurang kemiskinan.
Konflik
antar masyarakat dalam mempersengketakan hak ulayat (horisontal), atau
mempersengketakan tanah (hutan) dengan negara (konflik Vertikal) tidak gampang
dibendung. Bila tidak konflik-konflik itu terus mencedarai demokrasi, Hak Asasi
Manusia (HAM), lingkungan hidup yang berimplikasi pada persoalan ekonomi,
pendidikan, kesehatan, budaya dan politik. Atau ringkasnya, pemenuhan kebutuhan
dasar rakyat tidak tercapai.
Di
sisi lain, sistem perpolitikan Indonesia umumnya dan wilayah Nusa Tenggara
Timur pada khususnya yang pro-modal dan kekuasaan telah menjerumuskan
masyarakat marginal dalam keterpurukan sosial. Secara faktual dapat ditunjukkan
dengan produk-produk hukum yang tidak partisipatif. Padahal, partisipasi publik
dalam legal drafting telah dilegetimasi dalam Undang-Udang No. 10 Tahun
2004 terutama pasal 53 yang menyatakan bahwa “Masyarakat berhak memberikan masukan secara lisan atau tertulis dalam
rangka penyiapan atau pembahasan rancangan undang-undang dan rancangan
peraturan daerah.
Produk
ini hanyalah sandiwara politik, dimana harus menembus tembok kekuasaan yang
diatur dalam suatu mekanisme yang sistematis, demi mempertahankan kekuasaan
(status quo). Lebih aneh lagi, yang dilabelkan sebagai representasi rakyat
(DPRD) pun menolak dengan argumentasi politis yang dikonstruksikannya, meskipun
terkesan argumentasinya sangat subyektif dan tidak demokratis. Di Kabupaten
Sikka, Perda Partisipasi Publik yang dibuat atas inisiatif rakyat dalam upaya
mewujudkan partisipasi publik (rakyat Sikka) ditolak. Atau persoalan lain, para
pejabat yang berlabelkan pemimpin rakyat kemudian bergeser menjadi otoritarian,
totaliter dan premanistis. Lebih parah lagi, penguasa seakan melegitimasikan
tindakan Korupsi, Kolusi, Nepotisme dan Koncoisme (KKNK).
Kondisi
riil inilah yang mendorong pelbagai tokoh dan aktivis pro-rakyat serta
lembaga-lembaga sosial lainnya berjuang melawan ketidakadilan akses Pengelolaan
Sumber Daya Alam. Selama duapuluh tahun WTM terus diuji sebagai salah lembaga
sosial yang terus mengkonsilidasi masyarakat petani agar tidak terus terbenam
dalam kebungkaman yang hanya akan menjadi bumerang dalam mendukung
praktek-praktek hoministis yang membawa pemiskinan/penindasan yang terurai
dalam pelanggaran atas hak ekonomi, sosial, budaya (EKOSOB) bagi masyarakat
Nusa Tenggara. Padahal, konvenan tersebut merupakan tanggung jawab negara
Indonesia (Memenuhi, Melindungi,
Menghormati serta Memajukan) yang telah diratifikasi dengan Undang-undang
No. 39 Tahun 1999 tentang Hak Asasi Manusia (HAM).
Karena
itu, sebagai peringatan Hari Ulang Tanun ke-72 RI, kami mengetengahkan tulisan “Peluang
dan Tantangan Pengelolaan Kawasan Egon Ilimedo” sebagai sebuah refleksi
atas pergulatan rakyat dalam menentukan pilihan akan pengelolaan sumber daya
alam yang bernuansa keberlanjutan bagi generasinya (eco humanis).
Beberapa kajian sederhana dilakukan WTM
sebagai potret buram akan kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang
diakesentuasikan pada pertimbangan jaminan ekonomi yang adil dan jaminan
ekologi yang berkelanjuan bagi generasi pewaris. Kini faktanya yang dituai
adalah berbagai problem kemerosotan lingkungan yang membawa bencana ekologi.
Maumere, 23 Agustus 2017
Hormat Kami
Carolus Winfridus Keupung
Direktur
BAB 1.
STUDI PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
1.1.
Teropong Studi Pengelolaan Sumber
Daya Alam
Sebagai upaya penyelamatan kawasan
Egon Ilimedo terutama di desa Hebing, Hale, Egon Gahar dan Natakoli, Wahana
Tani Mandiri (WTM)[1] dalam
kerja samanya dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF)[2]
dalam program “Improving Ecosystem
Managemen and Livehoods Around Mt. Egon
Ilimedo – Indonesia”, dilakukan Studi pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA)
untuk menghasilkan Potret Ekologi Desa Hebing, Hale, Egon Gahar dan Natakoli[3].
Potret ekologi ini sebagai dasar pengetahuan riil tentang kondisi wilayah desa
dampingan (Hebing, Hale, Egon Gahar dan Natakoli).
Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam
(PSDA) yang dilakukan ini menggunakan metode Participatory Rural Appraisal (PRA), yang termaktub dalam 4
(empat) alat bantu, yakni: Pemetaan,
Transek, Kelender Musim dan Diagram Venn. Metode PRA menjadi salah satu
teknik yang digunakan dalam metode pekerjaan sosial pengembangan masyarakat.
Metode ini digunakan untuk merumuskan rencana kerja pembangunan dalam menjawabi
permasalahan-permasalahan yang terjadi di wilayah dampingan. Metode ini juga
mendorong partisipasi masyarakat dalam keseluruhan kegiatan pembangunan
sejak perencanaan hingga evaluasi dan monitoring.
Tujuan asasi
penelitian ini adalah menjadikan anggota masyarakat sebagai
peneliti, perencana dan pelaksana program pembangunan.
Masyarakat bukan hanya sekedar obyek pembangunan. Paradigmanya adalah
pembangunan yang berpusat pada rakyat (people
centry development).
Sebelum
dilakukan kegiatan penelitian tersebut, WTM menyelenggarakan Pelatihan
Penelitian dengan metode PRA kepada para kader dan Fasilitator lapangan yang
akan menjadi tim peneliti, agar mereka mampu menggunakan metode ini sebagai
alat bantu dalam menemukan fakta-fakta lapangan yang sering terjadi.
1.2.
Tujuan Penelitian
Tujuan
yang ingin dicapai dalam kegiatan Studi
Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA),
adalah:
· Meningkatkan kapasitas petani/kader tani WTM di
wilayah Hebing, Hale, Egon Gahar dan Natakoli agar mampu memimpin dan
memfasilitasi berbagai kegiatan Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dengan
metode PRA;
· Meningkatkan sumber daya para petani desa Hebing,
Hale, Egon Gahar dan Natakoli secara khusus bagi kader tani dalam pengelolaan
usaha tani yang berkelanjutan di wilayah masing-masing;
· Mendorong keterlibatan publik dalam pembangunan di
desa Hebing, Hale, Egon Gahar dan Natakoli mulai dari perencanaan, pelaksanaan
hingga monitoring kegiatan;
· Mendorong advokasi kebijakan di tingkat pemerintah
lokal yang berpihak pada petani;
1.3.
Sistematika dan Metode Penelitian
1.
Proses Penelitian
Beberapa aktifitas yang dilakukan
sebagai rangkaian penelitian itu, yakni:
·
Pembentukan Tim Peneliti/Pengkaji
·
Penentuan waktu Penelitian/Pengkajian
·
Rapat Koordinasi dengan kelompok tani untuk
mengechek persiapan dari semua tim;
·
Kajian/Penelitian Lapangan di Kelompok tani
dampingan;
·
Presentasi Hasil kajian/Penelitian Lapangan
·
Analisa Hasil Kajian Tim Peneliti
·
Pembuatan
Profil Ekologi Desa Hebing, Egon Gahar, Hale dan Natakoli.
2.
Metode
Penelitian
Dalam
Penelitian Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) yang dilakukan Tim Peneliti desa Hebing, Hale, Egon
Gahar dan Natakoli menggunakan metode Participatory Rural Apraissal (PRA).
Beberapa alasan mengapa metode ini
digunakan dalam penelitian ini, diantaranya:
· Metode
ini dipilih tim peneliti karena metode ini menjadi salah satu teknik untuk
digunakan dalam pekerjaan sosial pengembangan Masyarakat. Teknik ini sering
digunakan oleh orang-orang yang bekerja dengan masyarakat untuk merumuskan
rencana kerja pembangunan dalam wilayah teritorial masyarakat tersebut.
· Metode ini sebagai suatu metode pendekatan dalam
proses pemberdayaan dan peningkatan partisipasi masyarakat, yang tekanannya
pada keterlibatan masyarakat dalam keseluruhan kegiatan pembangunan.
· Metode tersebut juga dipandang telah memiliki
teknis-teknis yang dijabarkan cukup operasioanal dengan konsep bahwa
keterlibatan masyarakat sangat diperlukan dalam seluruh kegiatan.
Pendekatan
PRA bercita-cita menjadikan masyarakat sebagai peneliti, perencana dan
pelaksana pembangunan. Tekanan penelitiannya adalah validitas data yang
diperoleh dan solusi praksis (rekomendasi) untuk pengembangan program dalam
menjawabi permasalahan-permasalahan di wilayah Program.
1.4.
Partisipan Studi PSDA
Partisipan Studi PSDA
Di sini
juga coba digambarkan tentang partisipasi rakyat dalam kegiatan tersebut.
Kemudian dibuat analisa partisipasi rakyat dalam kegiatan studi pengelolaan
sumber daya alam, sesuai dengan wilayah/teritori desa:
·
Egon
Gahar, Petani dampingan 105, namun yang terlibat 78 orang;
·
Hebing,
Petani dampingan 120, yang terlibat dalam Studi PSDA, 89 orang
·
Hale,
Petani dampingan 131, yang terlibat dalam Studi PSDA, 84
·
Natakoli,
Petani dampingan 115, yang terlibat dalam studi PSDA 71
Secara
detail bisa dibaca pada grafik partisipasi warga dalam kegiatan studi
pengelolaan sumber daya alam. Lihat. Tabel 1. Partisipasi Anggota dalam Kegiatan Studi PSDA.
Tabel 1 Partisipasi Warga dalam Kegiatan Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam
NO WAKTU LOKASI PESERTA
L P TOTAL
1 6/01/17 Hebing 18 6 24
2 29/02/17 Natakoli 16 6 22
3 21/03/17 Egon Gahar 12 4 16
4 22/03/17 Hale 24 6 30
TOTAL 70 20 90
Sumber Dok. Studi WTM
NO WAKTU LOKASI PESERTA
L P TOTAL
1 6/01/17 Hebing 18 6 24
2 29/02/17 Natakoli 16 6 22
3 21/03/17 Egon Gahar 12 4 16
4 22/03/17 Hale 24 6 30
TOTAL 70 20 90
Sumber Dok. Studi WTM
Dengan
gambaran grafik ini dapat dilihat, bahwa jumlah petani dampingan yang paling
banyak terdapat di wilayah desa Hale (131) orang dan yang paling sedikit itu
ada di wilayah desa Egon Gahar. Sedangkan partisipan studi pengelolaan Sumber
daya alam yang paling tinggi adalah di wilayah Egon Gahar, yakni mencapai 74,
28%. Sedangkan yang paling rendah adalah wilayah desa Natakoli (61,73%).
1.5.
Analisa dan Rekomendasi Kajian
Pengelolaan Sumber Daya Alam
Dari
presentasi hasil kajian tersebut kemudian dibuat analisa sesuai dengan topik
permasalahan dan diperdalamnya dengan melihat sebab-musabab dari kejadian
tersebut.
Bahwa, hampir di seluruh wilayah
kecamatan Mapitara sering terjadi kebakaran padang di musim kemarau, erosi di
musim hujan, penebangan pohon, tebas bakar, ladang berpindah, banyaknya lokasi
galian C, menurunya debit mata air di musim kemarau, panas panjang, banjir di
musim hujan.
Persoalan-persoalan yang muncul ini
ditenggarai beberapa alasan sebagai berikut:
·
Kebakaran Padang
Kebakaran padang disebabkan oleh
warga yang dengan sengaja melakukan pembakaran dengan beberapa alasan
diantaranya, untuk kebutuhan pakan ternak. Dengan membakar rumput yang sudah
kering maka akan tumbuh lagi tunas rumput yang baru untuk memenuhi kebutuhan
pakan ternak, sebab ketersediaan pakan ternaknya sangat kurang. Apalagi sistem
pemeliharaannya masih tergolong sangat tradisional.
Selain itu, pembakaran padang ini pun
dilakukan warga yang ingin membuat jalan setapak baru untuk sekedar dilewati
ketika hendak ke kebun atau memancing. Hal ini memberi isyarat bahwa warga
setempat belum memiliki pemahaman yang baik tentang pengelolaan lingkungan atau
dapat diidentifikasi sebagai kesadaran ekologis warga masing sangat rendah.
·
Erosi
Erosi dimusim hujan ini terjadi
karena banyak kebun warga yang belum memiliki terasering. Ada sebagian warga
yang sudah memiliki terasering tetapi masih dengan sistem terasering yang
dibuat secara sederhana, sehingga pada saat musim hujan terasering tersebut
tidak mampu menahan aliran air hujan karena topografinya yang miring.
Selain itu di kebun warga pun jarang
ditanami pohon, baik itu di pinggir kebun maupun di pinggiran atas ataupun
pinggr bawah. Hal ini disebabkan minimnya pemahaman teknis pola pertanian yang
baik. Para petani belum didampingi
tenaga lapangan di bidang pertanian (PPL) maupun instansi lainnya yang memiliki
fungsi dan tugas yang sama.
·
Penebangan pohon
Penebangan pohon dilakukan warga
untuk memenuhi kebutuhan kayu bangunan dan kayu api, serta penebangan pohon pun
dilakukan ketika membuka kebun baru.
Bila ditelusuri lebih jauh, penebangan
pohon dilakukan sebab ada sebuah jaringan dagang kayu (mafia logging) dengan
pihak luar di kota Maumere. Faktor inilah yang kemudian menyulitkan banyak
pihak untuk mengadili para pelaku ilegal logging tersebut.
·
Tebas bakar
Kebiasaan tebas bakar yang dilakukan
pada saat membuka kebun baru merupakan tanda bahwa kesadaran masyarakat
mengenai pengelolaan lingkungan masih sangat kurang. Bahwa pola pertanian
sistem gilir balik sudah tidak kontekstual dengan perkembangan pemukiman dan
jumlah penduduk yang menyebabkan sempitnya lahan pertanian.
Tidak heran bila kemudian wilayah-wilayah
kawasan pun dirambah dengan alasan pembukaan kebun petani.
·
Pertanian Ladang berpindah/gilir
balik
Anggapan bahwa lahan kelola di
wilayahnya masih luas membuat warga sering membuka ladang, atau berkebun secara
berpindah-pindah. Penyebab lainnya adalah kurangnya hasil panen yang diperoleh
di kebun garapan warga. Malah dipengaruhi oleh kurangnya pasokan unsur hara
yang memberi kesuburan tanah.
Alasan perpindahan kebun adalah untuk
mendapatkan kesuburan tanaman yang mana akan memberi hasil yang banyak bagi
petani.
·
Galian C
Galian C dilakukan untuk pemenuhan
kebutuhan pembangunan pemukiman warga dan fasilitas publik di wilayah kecamatan
Mapitara. Pengambilan material pasir, batu dan kerikil yang tidak disertai
dengan Amdal (Analisa Mengenai Dampak Lingkungan) tentunya berdampak pada
kerusakan lingkungan dan kerusakan DAS pada umumnya.
·
Debit air menurun
Kecenderungan menebang pohon di
daerah tangkapan air serta hutan di sekitar desa Hebing, Hale, Natakoli dan
Egon Gahar. Ini disebabkan di wilayah ini belum memiliki tata ruang wilayah
yang komprehensif. Lebih dari itu, kurang adanya aktifitas penanaman kembali
pada kawasan tersebut sehingga bisa menjadi alasan mengapa menurunya debit air
di wilayah desa Hebing.
Prinsipnya kerusakan daerah tangkapan
air (water schatchman area) akan mengurungi daya tampung air pada sumber mata
air yang ada.
·
Panas Panjang
Secara global pergeseran musim
dilihat sebagai dampak dari perubahan iklim (climate change). Peristiwa panas
panjang yang melanda warga disebut sebagai akibat dari pengrusakan lingkungan
secara besar-besaran sehingga menyebabkan pergeseran musim.
Selain itu, masyarakat desa Hebing,
Hale, Natakoli dan Egon Gahar melihatnya sebagai akibat dari pelanggaran adat
yang dilakukan oleh warga setempat di tempat-tempat yang dikeramatkan oleh
warga setempat seperti hutan larangan dan tempat-tempat keramat lainnya.
·
Banjir di Musim Hujan
Banjir menjadi fakta riil yang dihadapi
setiap tahun pada beberapa daerah aliran sungai. Pada tahun 2016, banjir telah
menelan 1 korban. Itu berarti bahwa dari waktu ke waktu banjir menjadi
menakutkan seiring dengan kerusakan kawasan hulu.
Selain itu, aliran air atau banjir
yang sering terjadi di musim hujan merusak badan jalan dan menggenangi rumah
warga adalah akibat belum adanya drainase atau saluran got. Atau disebabkan drainase
yang tersumbat oleh sampah masyarakat yang dibuang sembarang.
· Abrasi
Abrasi di sepanjang pesisir pantai
Selatan merupakan sebuah permasalahan yang dialami wilayah-wilayah pesisir.
Abrasi ini dapat terjadi karena kerusakan lingkungan di pesisir.
Berbagai permasalahan yang ditemukan dalam kajian sumber daya alam ini kemudian diidentifikasi
dalam beberapa permasalahan utama, diantaranya:
A. Keterbatasan Air Minum
Air
minum adalah sebuah kebutuhan pokok manusia. Pemenuhan hak atas air dilihatnya
sebagai hak dasar yang harus mejadi tanggung jawab negara.
Dari
kajian permasalahan air minum ditemukan beberapa permasalahan mendasar yang dikemukakan saat presentasi desa Hasil
Studi Pengelolaan Sumber daya alam di desa Hebing, Hale, Natakoli dan Egon
Gahar yang mengakibatkan keterbatasan air minum, diantaranya:
·
Kurangnya air minum
·
Lokasi mata air jauh
·
Debit Mata air berkurang
·
Jaringan pipa rusak
·
Jaringan belum baik
·
Petugas belum aktif
·
Pembukaan Kebun di Areal Mata air
·
Pepohonan Kurang
·
Penghijauan mata air belum dilakukan
B.
Permasalahan
Kehutanan
·
Kerusakan hutan
·
Perambahan hutan
·
Pembakaran hutan
·
Kebakaran padang
·
Belum ada penghijauan
·
Kurangnya lahan garapan
·
Kesadaran warga masih rendah
·
Belum ada aturan terkait lingkungan
C.
Tanah
·
Tanah kurang subur
·
Erosi
·
Tebas Bakar
·
Ladang berpindah
·
Buka kebun baru
·
Belum ada teras sering
·
Topografi miring
·
Pemahaman teraserinng tidak ada
·
Belum ada pendampingan teknis
·
Galian C
·
Longsor
D.
Pertanian
·
Tanaman rusak
·
Tanah kurang subur
·
Tanaman kurang terawat
·
Hama dan penyakit tanaman
·
Petani kurang fokus
·
Petani rangkap kerja
·
Perencanaan kerja tidak ada
·
Pendampingan teknis belum ada
·
Kesadaran warga masih rendah
·
Petani yang berkelompok tidak
didampingi PPL
·
PPL kurang aktif
·
Koordinasi antara dinas pertanian,
Pemdes dan BPD belum maksimal
·
Panas Panjang
·
Pergeseran musim
E.
Peternakan
·
Hama dan penyakit ternak
·
Hewan berkeliaran karena belum ada
kandang
·
Kerusakan lingkungan
F.
Peraturan
·
Belum ada aturan tentang lingkungan
dalam konteks lokal
·
Kurang ada sosialisasi tentang
lingkungan
·
Pelanggaran adat
·
Pemahaman Pemdes tentang lingkungan
masih kurang
·
Pemahaman BPD tentang lingkungan masih
kurang
·
Kurang ada pendampingan dari Dinas
kehutanan (UPT – KPH)
BAB 2.
BUTIR-BUTIR PEMIKIRAN WORKSHOP
2.1.
Potret Pembukaan Kegiatan Workshop
Penyelamatan dan perlindungan kawasan
Egon Ilimedo perlu dibangun sinergisitas kinerja antar para pihak. Wahana Tani Mandiri (WTM) dalam kerja samanya
dengan Burung Indonesia dan Critycal
Ecosystem Partnership Fund (CEPF) menyelenggarakan Workshop Pengelolaan
Sumber Daya Alam dengan tema: “Paradigma
Perwujudan Pengelolaan Kawasan Egon Ilimedo yang Eco-Populis” di
pelataran Gereja Paroki Hebing (23-24/08/17).
Acara Workshop diawali dengan
seremonial pembukaan dengan penyambutan dan sapaan adat (Huler Wair)[4]
oleh para pemuka adat Hebing kepada rombongan Wakil Bupati Sikka.
Selanjutnya kegiatan ini dibuka Paulus
Nong Susar (Wakil Bupati Sikka), didampingi oleh Theresia M. Donata Silmeta
(Camat Mapitara) dan Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM) dan para Panelis,
yakni: Vitalis Nong Fendi (Kepala UPT-KPH Sikka), Agustinus Dj. Koreh (Kepala
BKSDA Unit Flores bagian Timur), Romo Tasman Ware (Pastor Paroki Renya Rosari
Hebing), Rafael Raga (Ketua DPRD Sikka), Markus Dua Lima (Wakili Kepala Dinas
Pertanian Sikka) dan Yunida Polo (Kepala Dinas Lingkungan Hidup Sikka), Yohanes
Suban Kleden (PBH Nusra), Kapolsek Bola, Para Kepala Desa, Ketua BPD, Ketua
Kelompok Tani, Kader Tani.
Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM) mengatakan bahwa Kawasan lindung
Egon Ilimedo merupakan salah satu kawasan hutan di Kabupaten Sikka yang
memiliki luas 19.456,80 ha atau 78,6% dari total luas kawasan hutan kabupaten
Sikka 24,738,43 ha. Kawasan ini
mencakupi beberapa kecamatan, yakni: Waigete, Mapitara, Doreng, Talibura, Waiblama, Bola, dan
Hewokloang yang telah menjadikan kawasan hutan Egon Ili Medo
sebagai susu dan madu bagi hidupnya.
Bahwa, Pemberian alam seutuhnya dijadikan sebagai hakikat dasar dalam
pengelolaan sumber daya alam yang mana dijadikan sebagai pusat hidup mereka
(kosmosentris). Tidak heran, bila warga pada empat (4) desa di kecamatan
Mapitara, yakni: Natakoli, Egon Gahar, Hale dan Hebing berusaha mempertahankan
hidup dan eksistensinya, struggle for life and struggle for existence di
tengah perdebatan akan tapal batas 1932 dan 1984 yang berdampak pada sempitnya
dan ketidakpastian ruang kelola mereka.
Hutan dipahami sebagai sebuah ruang penting bagi kehidupan manusia yang
mana memberi nilai keseimbangan ekologi.
Fungsi dan peran
kawasan hutan Egon Ilimedo seharusnya memberikan layanan alam yang baik dan
nyaman mulai terganggu. Hal ini disebabkan berbagai perilaku negatif, seperti:
perambahan hutan, ladang berpindah dengan sistem tebas-bakar, dan tidak adanya
teras sering di lahan yang miring berdampak pada menurunnya dukungan dan
layanan kawasan Egon Ilimedo. Atau secara umum, dilihat bahwa penyebab kemerosotan kualitas lingkungan,
seperti adanya destructive logging, persoalan pal batas yang belum
tuntas, kesadaran ekologis masih rendah dan masyarakat di kawasan sebagai
objek, sebelum adanya perubahan paradigma pengelolaan hutan. Fakta-fakta ini
diidentifikasi sebagai situasi yang terberi dari kebijakan pengelolaan sumber
daya alam yang tidak berpihak pada nilai-nilai eco-humanis.
Theresia M. Donata Silmeta (Camat Mapitara) mengatakan bahwa kita di sini belum banyak
yang sadar akan kebersihan lingkungan dan bagaimana pentingnya kawasan Egon
Ilimedo bagi kita. Bahwa, Kalau bapak menanam maka ibu merawatnya. Kalau kita
rawat dengan baik maka kenikmatan itu akan dinikmati generasi ke generasi. Mari
kita mulai pola hidup sehat dan cinta lingkungan.
Paulus Nong Susar (Wakil Bupati Sikka), sebelum membuka acara workshop mengatakan bahwa Kegiatan
ini mengingatkan saya akan kerja WTM ketika zaman bupati Lorens Say hingga
sekarang. Untuk itu, saya mewakili pemerintah kabupaten Sikka mengucapkan
terimakasih kepada WTM yang bekerja dalam penyelamatan lingkungan.
Pemerintah daerah akan membuat
Peraturan Daerah tentang Pengelolaan Sumber Daya Alam. Dalam kaitan dengan
pengelolaan kawasan, pemerintah perlu memberi bimbingan dan edukasi seperti
menertibkan mereka yang membangun rumah di dalam kawasan. Kemudian ada program
yang kita kenal dengan HKM. Itu adalah ruang yang diberi pemerintah kepada
masyarakat untuk mengelola hutan dengan baik. Sedangkan Bapak-Ibu guru bisa
memasukan ini sebagai Materi Mulok untuk diajarkan di Sekolah-sekolah.
Pertemuan hari ini dan besok, kita
coba mengecek kondisi kebunnya masing-masing dan menceritakan. Lalu pemerintah
melihat pada hutan yang bukan hanya berdampak pada lingkungan tetapi juga
ekonomi dan sosial. Hari ini sampai besok menjadi waktu yang sangat bermanfaat
untuk kita diskusikan bersama dalam
rangka penyelamatan lingkungan.
2.2.
Butir-Butir Pemikiran dari Para
Panelis
Kegiatan ini dilanjutkan dengan
presentatasi para panelis yang dipandu oleh Yohanes S. Kleden (PBH Nusra).
a.
Bisro Sya’Bani (Kementrian
KLHK-Dirjen KSDAE): Paradigma Baru Pengelolaan Kawasan
Konservasi Berbasis Rakyat.
Di dalam pengelolaan kawasan konservasi,
setidaknya terdapat 5 (lima) kebijakan prioritas dan strategis yang diemban
oleh Direktorat Kawasan Konservasi, yaitu:
• Penyempurnaan NSPK (Norma Standar
Prosedur dan Kriteria), berupa masukan-masukan teknis sebagai bahan
penyusunan Undang-Undang,
Peraturan Menteri LHK, dan Peraturan Dirjen KSDAE
• Peningkatan efektifitas pengelolaan
kawasan konservasimulai
dari Sumberdaya Manusia, Sarpras, Pengamanan, sampai dengan sumberdaya alam
yang berkelanjutan
• Restorasi dan rehabilitasi Kawasan
Konservasi sebagai
bagian dari pemulihan ekosistem kawasan konservasi
• Mengurangi tekanan kawasan konservasi
dan ekosistem esansial melalui pembinaan daerah penyangga dan kemitraan konservasi
• Memperkuat Kerjasama Stakeholder baik dengan masyarakat
sekitar, Pemda, LSM, Perguruan Tinggi, serta para pihak lainnya.
Bahwa ada perubahan paradigma dimana
masyarakat dirangkul dalam mengelola dalam kawasan konservasi, dalam
rambu-rambu yang mana hutan tetap lestari. Beberapa kebijakan pro rakyat di
sekitar Kawasan Suaka Alam dan Kawasan Pelestarian Alam antara lain adalah
sebagai berikut: Pertama, Pasal 49
Peraturan Presiden Nomor 108 tahun 2015 tentang Revisi PP Nomor 28 tahun 2011
tentang Pengelolaan KSA dan KPA (mengatur tentang pengembangan desa konservasi,
akses masyarakat terhadap hasil hutan bukan kayu (HHBK), fasilitasi kemitraan,
izin jasa wisata alam kepada masyarakat);
Kedua,Peraturan Menteri LHK Nomor P.43/Menlhk/Setjen/2017 tentang
Pemberdayaan Masyarakat di sekitar KSA dan KPA berisi tentang penjabaran
pengaturan bentuk pemberdayaan masyarakat pada PP 108 tahun 2015); Ketiga,Peraturan Menteri Kehutanan Nomor
P.64/Menhut-II/2013, tentang Pemanfaatan Air dan Energi di Suaka Margasatwa,
Taman Nasional, Taman Hutan Raya, dan Taman Wisata Alam (dalam peraturan ini
diatur pula mikrohidro dan minihidro non komersial yang diperuntukan untuk
masyarakat).
Keempat, Peraturan
Menteri Kehutanan Nomor: P.48/Menhut-II/2010 tentang Pengusahaan Pariwisata
Alam di suaka Margasatwa, Taman Nasional, Taman Hutan Raya dan Taman Wisata
Alam. Pada peraturan menteri ini terdapat butir-butir keberpihakan kepada
pelaku usaha jasa wisata alam bagi masyarakat setempat; Kelima, Peraturan Menteri Kehutanan P.85/Menhut-II/2014 jo. Peraturan Menteri LHK nomor:
P.44/Menlhk/Setjen/2017, tentang Tata Cara Kerjasama Penyelenggaraan KSA dan
KPA yang mengatur antara lain mengenai peran penguatan fungsi oleh masyarakat
dan kemitraan konservasi. Keenam, Permen
LHK No P.83/2016, tentang Perhutanan Sosial.
Bentuk-bentuk Pemberdayaan Masyarakat yang dapat dikembangkan di daerah
penyangga kawasan konservasi antara lain adalah pengembangan desa konservasi, pemberian akses;
fasilitasi kemitraan,pemberian izin pengusahaan jasa wisata alam, dan pembangunan pondok wisata.
|
|
|
|
- KESEJAHTERAANMASYARAKAT dalam pemenuhan kebutuhan sandang, pangan dan papan MENINGKAT
Tujuan Pemberdayaan Masyarakat/Pembinaan
Desa di daerah Penyangga Kawasan Konservasi:
Prinsip Pemberdayaan Masyarakat/ Pembinaan Desa di Daerah Penyangga Kawasan Konservasi:
ü Pembinaan/pemberdayaan
sebagai proses transformasi
ü Pemberdayaan
untuk meningkatkan kepedulian masyarakat
ü Pemberdayaan
untuk meningkatkan kesejahteraan masyarakat
Saat ini sedang disusun Perdirjen
KSDAE tentang fasilitasi dan kemitraan KSA/KPA dengan masyarakat. Perdirjen ini
diharapkan dapat menjadi payung hukum bagi pengelola kawasan konservasi yang
akan membuka ruang melakukan kemitraan bersama masyarakat. Perdirjen ini
disusun dengan mempertimbangkan prinsip-prinsip sebagai berikut:
1. Masyarakat sebagai subyek dan pelaku
utama.
2. Menyelesaikan masalah dan
pengembangan potensi dialog dan kesepakatan.
3. Kepastian
hukum dan
kepastian berusaha.
4. Proses
sederhana,applicable,
dueable, dan menegeable.
5. Fasilitasi dan Pendampingan dengan
prinsip saling menghargai, saling percaya dan saling menguntungkan.
6. Mendorong dukungan parapihak dan
pengembangan model kelola KSA/KPA dan pengembangan kewirausahaan berbasis
masyarakat
b.
Vitalis Nong Veni (Kepala UPT-KPH
Sikka): “Meneropong Upaya-upaya Penyelamatan dan Apa
Peran Kawasan Egon Ilimedo”.
Hutan Egon
Ilimedo merupakan kawasan terbesar yang meliputi beberapa kecamatan, yakni:
Waiblama, Waigete, Talibura, Hewokloang dan Mapitara. Dalam pengawasannya bukan
hanya UPT KPH tetapi juga BKSDA. Kawasan
hutan di wilayah Kabupaten Sikka seluas 38.442,43 Ha (22,19%) dari luas wilayah
kabupaten Sikka. Keadaan tersebut belum memenuhi ketentungan Undang-Undang
Nomor 41 Tahun 1999 tentang kehutanan pasal 18 yang mengamanatkan agar setiap
wilayah wajib mempertahankan kecukupan luas kawasan hutan dan penutupan seluas
30%.
Kondisi
hutan dan kawasan hutan di Kabupaten Sikka saat ini cenderung menurun
kondisinya, hal tersebut dadpat dilihat dari penutupan lahan/vegetasi mengalami
laju deforestrasi dan degradasi yang cepat dan dinamis sesuai perkembangan
pembangunan dan perjalanan waktu di lapangan.
Beberapa faktor penyebab dan
permasalahan kawasan hutan yang ada di wilayah kabupaten Sikka antara lain:
·
Status
Kawasan hutan:
– Status hukum kawasan hutan masih
berbenturan dengan hak ulayat/tanah suku
– Banyak terjadi jual beli tanah dalam
kawasan hutan
– Pengukuhan sebagia upaya memperoleh
kepasitan hukum kawasan hutan belum tuntas
– Banyak pal batas yang rusak atau
hilang
·
Penggunaan
Kawasan:
– Perambahan kawasan hutan untuk lahan
pertanian dan pemukiman serta sarana prasarana umumnya relatif tinggi
– Penggunaan kawasan hutan untuk
kepentingan di luar kehutanan tidak sesuai dengan prosedur yang berlaku
·
Penebangan
liar
·
Kebakaran
hutan
Upaya penyelamatan Kawasan:
Upaya
penyelamatan kawasan hutan dilakuakn melalui berbagai kegiatan pengelolaan
hutan yang mencakup kegiatan merencanakan, menggunakan, memanfaatkan,
melindungi, rehabilitasi serta mengembalikan ekosistem hutan yang didasarkan
pada fungsi dan status suatu kawasan hutan.
Kegiatan
yang dilakukann dalma rangkan penyelamatan kawasan hutan lindung Egon Ilimedo
selama 5 tahun terakhir. (Lihat Tabel 1. Pelaksanaan program Penyelamatan
Kawasan Egon Ilimedo, Kecamatan Mapitara).
Tabel 1. Pelaksanaan program
Penyelamatan Kawasan Egon Ilimedo, Kecamatan Mapitara.
No
|
Kegiatan
|
Tahun
|
Lokasi
|
Volume
|
1
|
Reboisasi
|
2012
|
Glak,
Desa Hale
|
50 Ha
|
2013
|
Desa
Egon
|
25 Ha
|
||
2015
|
Desa
Wolomotong
|
15 ha
|
||
2016
|
Desa
Egon
|
10 Ha
|
||
Desa
Nangatobong
|
10 Ha
|
|||
Desa
Wairbleler
|
10 Ha
|
|||
2
|
Perlindungan
Mata Air
|
2014
|
Desa
Hebing
|
5 Ha
|
3
|
Rekonstruksi
Pal Batas
|
2012
|
Desa
Pogon
|
10 Pal
|
2013
|
Desa
Aibura
|
10 Pal
|
||
2014
|
Desa
Wairblaler
|
10 Pal
|
||
2015
|
Desa
hoder
|
10 pal
|
||
4
|
Kebun
Bibit Rakyat
|
2015
|
Desa
Egon Gahar
|
1 Unit
|
Sumber: Materi Presentasi Kepala UPT KPH Sikka, 23/08/17
· Pergeseran
paradigma pengelolaan hutan yang berpihak pada kesejahteraan masyarakat lokal
tercermin dalam penjelasan Undang-Undang Nomor 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan
bahwa keberpihakan kepada rakyat banyak merupakan kunci keberhasilan
pengelolaan hutan.
· Praktek
pengelolaan kayu yang berorientasi pada kayu dan kurang memperhatikan hak dan
melibatkan masyarakat perlu diubah
menjadi pengelolaan yang beriorientasi sumber daya kehutanan dan berbasis pada
pemberdayaan masyarakat.
· Untuk
Kabupaten Sikka implementasi pemberdayaan masyarakat desa yang tinggal dalam
dan sekitar kawasan hutan dilakukan melalui skema Hutan Kemasyarakat (HKm)
sesuai dengan keputusan Mentri Kehutanan Nomor 388/Menhut/II/2010 tentang
Penetapan Kawasan Hutan Sebagai Areal Kerja Huntan Kemasyarakatan Seluas ± 16.655 ha di kabupaten Sikka, Provinsi NTT.
· Pengelolaan
Hutan bagi masyarakat di Mapitara. (Lihat
Tabel 2. Perkembangan IUP HKM di Sikka).
Tabel 2. Perkembangan IUP HKM di
Sikka.
No
|
Wilayah
|
IUP HKm
|
Keterangan
|
1
|
Egon
Gahar
|
SK
Bupati Sikka Nomor: SK/354/2013 tanggal 4 Okt. 2013
|
Sudah
Berjalan
|
2
|
Hale
|
-
|
Fasilitasi
Penyusunan Proposal Permohonan IUP HKm
|
3
|
Hebing
|
-
|
Fasilitasi
Penyusunan Proposal Permohonan IUP HKm
|
4
|
Natakoli
|
-
|
Masyarakat
belum merima pal batas 1984
|
Sumber: Materi Presentasi Kepala UPT
KPH Sikka, 23/08/17
c.
Agustinus Dj. Koreh: Kepala BKSD
Sikka: Potret Eksistensi dan Ancaman Satwa Liar di
Kawasan Egon Ilimedo”.
· Tugas Pokok KSDA: Penyelenggaraan
Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistem dan Pengelolaan Kawasan CA, SM, TWA
dan TB serta Koordinasi teknis pengelolaan Tahura dan Kawasan Ekosistem
Essensial berdasarkan peraturan Perundang-undangan.
· Di Kabupaten Sikka, Luasan Konservasi
73.651,44 yang mana kawasan Suaka Margasatwa Egon Ilimedo: 1.694,23 dan Taman
Wisata Alam Laut (TWL) gugus pulau Teluk Maumere: 71.957,21.
· Suaka Margasatwa: kawasan dengan
keanekaragaman dan atau keunikan jenis satwa yang untuk kelangsungan hidupnya
dapat dilakukan pembinaan terhadap habitatnya.
· Potensi: Kondisi Ekosistem:
Perwakilan tipe vegetasi hutan musim dengan kualifikasi hutan primer dan hutan
sekunder.
Flora: Jenis Tolen, Nuper, Ampupu,
Mure, Kenari, Ara, Arnana, Suren, Kesambi, Bidara dan Pulai ; Fauna: Jenis Rusa Timor, Kera ekor
panjang, babi hutan, landak, biawak
beberapa jenis burung seperti: Kakatua, Beo, Kepodang, Nuri, Alap-alap,
tekukur, Ayam Hutan, dll. Jasa
lingkungan: Keindahan Alam Pegunungan yang khas dengan hutan hujan tropis, air
panas di Blidit, kawah lereng gunung Egon, hutan alam ampupu dan gua alam Patiahu.
· Hasil Kajian Potensi Ekologi dan
Sosekbud di SM Egon Ilimedo:
·
Struktur dan Komposisi Vegetasi:
Jumlah species: Pohon: 48 jenis,
Tiang: 32 jenis, Pancang: 32 Jenis dan semai/Tumbuhan Bawah: 33 jenis.
Jenis Pohon dominan: tingkat pohon
Aiwair (Litsea Resinosa) INP: 50,05% dan kodominan: Arnana (Plachonela Obovata) INP, 48,53%. (Besar INP itu menunjukkan nilai kepentingan species dalma suatu
ekosistem)
· Mamalia:
satwa mamalia yang sering ditemukan adalah: Rusa Timor, Babi Hutan dan Landak;
· Burung
(Aves): Di kawasan SM Egon Ilimedo: 17 species dari 11 Familia. Yang umum
ditemukan adalah jenis Srigunting;
Jenis yang dilindungi: Raja Udang,
Koa Kiu, Burung gosong dan Nuri Kecil.
·
Kesimpulan
Hasil Kajian Potensi Ekologi di Suaka Margasatwa Egon Ilimedo:
o
Bahwa
Satwa Liar dalam memenuhi kapasitas hidupnya untuk bisa survive/eksis antara
lain: memenuhi
kapasitas makan, kapasitas berbiak, kapasitas sosial;
o
Perkembangan
dan kondisi satwa liar sangat dipengaruhi oleh berbagai faktor di habitatnya. Satu
kesatuan ekosistem antara lain: kondisi vegetasi sebagai sumber pakan, kondisi
hidrologis untuk memenuhi kapasitas makan dan aktifitas sosial serta aktifitas perkembangbiakan.
o
Peran
satwa liar dalam satu kesatuan ekosistem sangat penting sebagai hubungan
timbal-balik yang saling mempengaruhi satu dengan yang lain baik kondisi biotik
maupun kondisi abiotik.
o
Bahwa Eksistensi dan ancaman terhadap
satwa liar juga sangat dipengaruhi oleh perilaku dan aktivitas manusia dalam
melakukan aktivitas dalam kawasan konservasi seperti pemanfaatan sumber daya
alam dengan pembukaan lahan serta aktivitas perburuan liar.
o
Bahwa adanya kearifan budaya lokal
masyarakat dalam pengelolan sumber daya alam merupakan salah satu faktor
pendukung dalam upaya pelestarian Kawasan sehingga perlu didorong untuk
mengaktifkan kembali kearifan local masyarakat yang sudah secara turun temurun
yang diduga telah mengalami pengikisan oleh arus globalisasi.
o
Adapun kearifan lokal tersebut
diistilahkan sebagai: (1)
Opi Dun Kare Dunan yaitu kearifan local masyarakat yang
mengalokasikan wilayah bagi kepentingan konservasi dan pelaksanaan ritus adat
sebagai tempat hunian para leluhur, umum berada pada puncak-puncak gunung
dengan topografi kemiring yang terjal diatas 45 derajat. (2) Opi Dun Kare
Taden yaitu kearifan local masyarakat yang mengalokasikan
wilayah dengan bentang alam yang dapat dikonversi untuk berbagai kepentingan
dengan fungsi lahan garapan, pemukiman danfungsi eknomis lainnya, umumnya
terdapat pada areal-areal perlindungan berdasarkan keyakinan social budaya dan
jaminan keselamatan alam setempat.
d.
Yunida Pollo, Kepala Dinas Lingkungan
Hidup: “Perspektif Penyelamatan Lingkungan Hidup
dan Apa Perannya”.
Kita harus memahami bahwa lingkungan yang baik dan sehat
merupakan hak asasi setiap warga. Berdasarkan panduan hukum, intervensi kami
lakukan, tetapi untuk egon ilimedo belum terlalu kami intervensi. Kami fokus
pada sumber daya air dan iklim mikro dimana masyarakat merasa nyaman dan tidak
terganggu berada di lingkungannya, ungkap Ibu Kadis.
Selain itu, intervensi kami juga pada
DAS. Ada juga yang kami sebut RTH publik dan beberapa RTH privat. Kami juga
melakukan kajian terhadap setiap usaha kegiatan. Untuk Mapitara belum sempat
kami kaji tetapi belum ada permohonan yang masuk, tetapi ke depan kami akan
mencoba untuk terlibat melalui program-program dari dinas kami, urainya.
e.
Rm. Tasman Ware, Pr: Pastor Paroki
Renya Rosari Hale-Hebing: “Pandangan Gereja Masa Kini dalam
Upaya Penyelamatan Kawasan Lindung”.
Mahatma Gandi: “Bumi ini cukup untuk memenuhi kebutuhan manusia tetapi tidak cukup
untuk memenuhi kebutuhan satu manusia yang rakus” Di tahun terakhir ini ada
ensilklik yang dikeluarkan oleh Paus Fransiskus dalam ensiklik ini paus
mengkritik sifat konsumerisme manusia yang menyebabkan kian rusaknya bumi.
Ensiklik Laudato si merupaka ensiklik kedua.
Paus Fransiskus mengajak supaya kita
melihat ibu bumi kita, sebagai rumah kita. Kalau bumi ini adalah rumah kita
mengapa kita harus merusaknya? sebagai saudari kita perlu juga kita menmperlakukan
bumi seperti ibu kita, kutipnya.
Dalam konteks kita di Egon Ilimedo
adalah perambahan, pembukaan lahan baru dan kebakaran. Ini adalah sebuah
perilaku negatif yang mestinya perlu dilihat dan ditata bagaimana menemukan
sebuah pola pegelolaan yang tepat.
f.
Markus Dua Lima (Wakili Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten
Sikka): “Memotret Pola Pertanian Berkelanjutan dalam Upaya Penyelamatan
Lingkungan Hidup di Sikka”.
Ada lima
bidang di dinas: yakni bidang perkebunan (TUP), bidang tanaman pangan dan
horti, bidang budidaya ternak dan kesehatan hewan, bidang penyuluhan dan bidang sarana prasarana
pertanian.
· Sistem
pertanian ramah lingkungan adalah aktivitas pertanian yang secara ekologi
sesuai, secara ekonomi menguntungkan, secara sosial ekonomi diterima dan mampu
menjaga kelestarian sumber daya alam dan lingkungan.
· Sistem
pertanian ramah lingkungan dapat terlaksana bila memenuhi 5 pilar yakni:
produktif, beresiko kecil, tidak menimbulkan degradasi lahan, menguntungkan
secara ekonomi jangka panjang dan diterima oleh masyarakat.
· Secara
umum pertanian ramah lingkungan sulit untuk dilakukan namun dengan pengetahuan
dan kemauan yang keras maka sistem pertanian yang ramah lingkungan dapat kita
implementasikan dalma pembangunan pertanian ke depan.
· Tujuan
sistem pertanian ramah lingkungan adalah: Keseimbangan ekologis, terjaganya
keanekaragaman hayati, terjaganya sumber daya alam, lingkungan yang tidak
tercemar, tercapainya produksi pertanian yang berkelanjutan;
· Pertanian
ramah lingkungan dapat diimplementasikan dengan beberapa sistem yakni: pertanian
organik, sistem pertanian terpadu dan sistem pertanian masukan luar yang
rendah.
· Sistem
pertanian organik merupakan suatu sistem
produksi pertanian dimana bahan organik mejadi faktor penting dalam produksi
usaha tani. Contohnya penggunanaan pupuk organik (alami dan buatan) dan pupuk
hayati serta pemberantasan hama, penyakit dan gulma secara biologis.
Pertanian organik berupaya
mendayagunakan potensi lokal yang ada sebagai suatu agroekosistem yang tertutup
dengan memanfaatkan bahan baku atau input dari sekitarnya. Berupaya menjaga,
merawat dan memperbaiki kualitas kesuburan tanah melalui tindakan pemupukan
organik, pergiliran tanaman, konservasi lahan, dll.
· Dalam
konteks hari ini, Mengapa di satu pulau perlu kawasan hutan? Di situ ada hutan
maka ada tanah. Ada hutan maka mata air. Untuk itu pertahankan kondisi kawasan
kita.
g.
Rafael Raga, Ketua DPRD Sikka: “Potret Legislasi dalam Penyelamatan Kawasan Egon Ilimedo”.
Pengelolaan
yang eco populis berarti pengelolaan yang
pro-rakyat. Dulu kami selalu melakukan demo karena penetapan tapal batas
sebab dianggap mempersempit ruang kelolah rakyat. Di Nangahale tapal batasnya
di pinggir jalan memang.
Saat ini
wewenang kehutanan dilimpahkan ke propinsi. Akan tetapi tanggung jawab menjaga
hutan itu adalah tugas kita semua. Karena fungsi hutan sangat penting untuk
kehidupan manusia. Dalam aturan itu dalam satu pulau harus mengalokasikan lahan 30 % menjadi hutan. Kita
di sikka baru 23,9 %. Untuk itu kita perlu melakukan perlindungan atau
konservasi. Konservasi berarti menjaga dan merawat yang ada serta menanamnya
lagi. Yang ada jangan dibongkar untuk ditanam kembali.
2.3.
Resume Hasil Penelitian
Beberapa fakta lapangan yang ditemukan sebagai kondisi hari
ini Gambaran Kawasan Egon Ilimedo. Studi PRA ini dilakukan di keempat wilayah
Program diantaranya: Egon Gahar, Natakoli, Hebing dan Hale.
Persoalan-persoalan yang muncul ini ditenggarai oleh beberapa
alasan sebagai berikut: Kebakaran padang, Erosi, Penebangan pohon, Tebas bakar,
Ladang berpindah, Banyak lokasi galian C, Debit air menurun, Panas panjang,
Banjir di musim hujan, Angin kencang dan puting beliung, Abrasi tejadi di
sepanjang pesisir pantai selatan dari Natakoli hingga Hale.
Permasalahan yang ditemukan dan diklasifikasi sesuai
permasalah pokok, diantaranya:
a.
Keterbatasan Air Minum itu terjadi karena: Kurangnya air minum
bersih, Lokasi mata air Jauh, debit mata air berkurang, jaringan pipa rusak, jaringan
belum baik, petugas belum aktif, pembukaan kebun di areal mata air, pepohonan kurang,
penghijauan mata air belum dilakukan.
b.
Kehutanan, ada beberapa permasalahan
diantaranya: kerusakan hutan, perambahan hutan, pembakaran hutan, kebakaran padang,
masih kurang penghijauan, kurangnya Lahan garapan, kesadaran warga masih
rendah, belum ada aturan terkait lingkungan.
c.
Permasalahan Peternakan
ditemukan bahwa Hama dan penyakit ternak, Hewan berkeliaran, Belum ada kandang,
Kerusakan lingkungan.
Dalam bidang pertanian dapat dilihat
bahwa pemahaman teknis pertanian dan peternakan
masih kurang, tanah kurang subur,
ternak berkeliaran, hama dan penyakit pada
tanaman, tanaman mati, hasil panen
berkurang, topografi miring, banjir,
erosi dan longsor, angin kencang,
kearifan lokal menurun.
d.
Kebijakan, studi ini menemukan bahwa belum ada
aturan tentang lingkungan; kurang ada sosialisasi tentang lingkungan, pelanggaran
adat, pemahaman pemdes tentang lingkungan masih kurang, pemahaman BPD tentang
lingkungan masih kurang, kurang ada pendampingan dari dinas kehutanan (UPT-KPH).
Menyikapi
berbagai permasalahan ini secara program WTM bersama Pemerintah desa di Hale,
Hebing, Natakoli dan Egon Gahar kemudian membentuk tim Legal Drafting (perumusan peraturan) untuk dibuatkan Peraturan
Desa. Desa Hebing; Peraturan Desa tentang Perlindungan Kawasan Mata Air, Desa
Hale: Peraturan desa tentang Penertiban Ternak Pemeliharaan, Desa Egon Gahar,
Perdes tentang Pengelolaan Air Minum, dan Natakoli, Perdes tentang Perlindungan
Kawasan Mata Air. Keempat perdes ini telah didrafting. Perdes Hebing dan Egon
Gahar telah dilakukan Konsultasi Publik dan sekaranng sedang dikonsultasikan di
Pemerintah Kecamatan dan Bagian hukum sedangkan dua perdes lainnya masih
menunggu waktu konsultasi publik di dusun-dusun untuk mendapatkan masukan dari
masyarakat.
2.4.
Sidang Komisi
Dalam workshop ini, peserta dibagi
dalam dua komisi yakni:
Komisi A:
Pengelolaan dan Pengawasan yang dipimpin oleh Arkadius Deti (Ketua BPD Hebing)
dan Vitalis Nong Veni.
Pertanyaan Penuntun:
1. Idenfikasikan potensi yang ada di
wilayah masing-masing
2. bagaimana kondisinya Sekarang?
Banding waktu 3 tahun sebelumnya?
– (Hutan, tanah, mata Air, Lahan kebun,
sungai, gunung, padang, suhu/temperatur, batu pasir, ternak, perkebunan, situs2
adat)
– Infrastruktur: Sekolah, Puskesmas,
Gereja, Posyandu, Jalan, bak air, jaringan air bersih, pemukiman, kantor desa,
poskesdes dll.)
3. Praktek-praktek apa saja yang
dilakukan dalam kaitan dengan pengelolaan Sumber Daya Alam (konservasi, teras sering,
dll.)
4. Apa Rekomendasi yang diharapkan?
Komisi B:
Kebijakan dipimpin oleh Markus Miskin (Kepala UPT PKO Mapitara dan Aleks
Saragi, Kooordinator Pertanian WTM).
1.
Aktor-aktor
siapa saja yang ada di desa baik internal maupun eksternal, dalam kaitan dengan sumber daya alam?
2.
Apa Peran dan fungsi?
a. Jauh/ dekat dalam koridor kepentingan
rakyat dan sumber daya alam
3.
Kebijakan
apa saja yang sudah dijalankan dalam kaitan dengan pengelolaan sumber daya
alam?
4.
Problem
apa saja yang ditemukan dalam pelaksanaan kebijakan tersebut?
5.
Apa
rekomendasi yang diharapkan?
BAB 3.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Gagasan dari para panelis ini kemudian diperdalam dalam dua
komisi yakni: Sidang Komisi A: Pengelolaan dan Pengawasan yang dipimpin oleh
Arkadius Deti (Ketua BPD Hebing) dan Vitalis Nong Veni serta Komisi B:
Kebijakan dipimpin oleh Markus Miskin (Kepala UPT PKO Mapitara dan Aleks Saragi
(Kooordinator Pertanian WTM).
Sidang komisi ini kemudian dipresentasikan dan tanggapi oleh
para peserta. Diskusi ini berjalan seru. Namun karena waktu, karena itu
disepakati agar dibentuk Tim perumus kesimpulan dan rekomendasi yang diakomodir
dari berbagai pihak yang hadir, yakni: Vitalis Nong Veni (Kepala UPT KPH
Sikka), Markus Miskin (Kepala UPT-PKO Kec. Mapitara), Romo Tasman Ware (Pastor
Paroki Hebing), Thomas Yan Boy (Kasie Kesos Kec. Doreng), Vitalis Yulianus
(Kepala Desa Waihawa), Yosef Arianto (Staf BKSDA), Carolus Winfridus Keupung
(Direktur WTM) dan Herry Naif (Koordinator Program). Kegiatan pertemuan tim
perumus ini dilangsungkan di Kantor WTM, Jalan Wairklau Maumere difasilitasi
oleh Will Woda dan Herry Naif, (5/09).
Hadir pada kesempatan itu sebagai Tim Perumus, yakni: Vitalis
Nong Veni (Kepala KPH-Sikka), Thomas Yan Boy (Kasie Kesos Kecamatan Doreng),
Vitalis Yulianus (Kepala Desa Waihawa), Arkadius Reti (Ketua BPD Hebing),
Mikhael R. Da Silva (BKSDA unit Flores Bagian Timur), Herry Naif (Koordinator
Program WTM-CEPF), Will Woda (Koordinator Advokasi WTM-CEPF), Mus Mulyadi dan
Marianus Mayolis (Fasilitator Lapangan Program WTM-CEPF).
Beberapa
rekomendasi yang dirumuskan diantaranya:
1. Perlu dilakukan pengelolaan usaha
tani yang berkelanjutan di kawasan hutan;
2. Perlu dilakukan pendampingan
kapasitas para petani pengelola kawasan
hutan terkait sistem dan teknis pertanian berkelanjutan;
3. Perlu dibangun kebijakan untuk
penyelamatan kawasan hutan dan melakukan sosialisasi serta pemantauan terhadap aturan yang sudah
ada secara periodik;
4. Perlu dilakukan penegakan hukum yang
tegas berbasis masyarakat yang hadir dalam hukum adat, Perdes, Perda dan
Undang-undang;
5. Perlu dilakukan revitalisasi dan
reaktualisasi kearifan lokal;
6. Perlu dikembangkan kurikulum berbasis
pengelolaan Sumber Daya Alam yang adil dan lestari;
7. Perlu dialokasikan anggaran yang
cukup untuk pengelolaan sumber daya alam yang bersumber dari APBN, APBD I, APBD
II dan APBDesa;
8. Penyusunan rekon di kawasan hutan;
9. Perlu dilakukan Pembuatan tata ruang
wilayah desa;
10. Perlu dilakukan monitoring dan
evaluasi kualitas kawasan hutan secara periodik.
11. Perlu dibentuk Forum Peduli
Keselamatan kawasan Hutan Egon Ilimedo;
Setelah perumusan itu, Herry Naif mengatakan bahwa hendaknya
deklarasi Hebing ini menjadi perekat sosial antar para pihak yang peduli akan
keselamatan lingkungan, terutama kawasan Egon Ilimedo.
Pada pertemuan berikut kita akan mengundang beberapa instansi
yang punya keterkaitan dengan isu penyelataman kawasan Ilimedo, seperti: UPT –
KPH, Bagian SDA, Dinas Lingkungan, BKSDA, PKO, Pertanian, DPRD, DKP, NGO,
Lembaga Agama (Keuskupan, MUI) Tokoh Masyarakat, Orin Bao Office, AWAS.
Kita berharap bahwa momentum Pertemuan Forum, 26 september
2017 menjadi tonggak dalam membangun sebuah forum yang bersinergi dalam upaya
penyelamatan kawasan hutan dan lingkungan secara umum.
LAMPIRAN-LAMPIRAN:
Lampiran A. Kerangka acuan
TERM OF REFERENCE TOR )
WORKSHOP PENGELOLAAN
SUMBER DAYA ALAM (PSDA)
”PARADIGMA BARU PENGELOLAAN KAWASAN KONSERVASI BERBASIS RAKYAT”
1.
LATAR BELAKANG
Kawasan
lindung Egon Ilimedo merupakan salah satu kawasan hutan di Kabupaten Sikka yang
memiliki luas 19.456,80 ha atau 78,6% dari total luas kawasan hutan kabupaten
Sikka 24,738,43 ha. Kawasan ini
mencakupi beberapa kecamatan, yakni: Waigete, Mapitara, Doreng, Talibura, Waiblama, Bola, dan
Hewokloang yang telah menjadikan kawasan hutan Egon Ili Medo
sebagai susu dan madu bagi hidupnya.
Pemberian alam seutuhnya
dijadikan sebagai hakikat dasar dalam pengelolaan sumber daya alam yang mana
dijadikan sebagai pusat hidup mereka (kosmosentris). Tidak heran, bila warga
pada empat (4) desa di kecamatan Mapitara, yakni: Natakoli, Egon Gahar, Hale dan
Hebing berusaha mempertahankan hidup dan eksistensinya, struggle for life
and struggle for existence di tengah perdebatan akan tapal batas 1932 dan
1984 yang berdampak pada sempitnya dan ketidakpastian ruang kelola mereka.
Hutan
dipahami sebagai suatu kesatuan ekosistem berupa hamparan lahan berisi
sumberdaya alam hayati yang didominasi pepohonan dalam persekutuan alam
lingkungan, yang satu dengan yang lainnya tidak dapat dipisahkan. (Lih. UU No. 41 Tahun 1999 tentang Kehutanan). Hutan menjadi sebuah ruang penting bagi kehidupan
manusia yang mana memberi nilai keseimbangan ekologi.
Fungsi
dan peran kawasan hutan Egon Ilimedo seharusnya memberikan layanan alam yang
baik dan nyaman mulai terganggu.
Hal
ini disebabkan berbagai perilaku negatif, seperti: perambahan hutan, ladang
berpindah dengan sistem tebas-bakar, dan tidak adanya teras sering di lahan
yang miring berdampak pada menurunnya dukungan dan layanan kawasan Egon. Atau
secara umum, dilihat bahwa penyebab
kemerosotan kualitas lingkungan, seperti adanya destructive logging,
persoalan pal batas yang belum tuntas, kesadaran ekologis masih rendah dan
masyarakat di kawasan sebagai objek, sebelum adanya perubahan paradigma
pengelolaan hutan. Fakta-fakta ini diidentifikasi sebagai situasi yang terberi
dari kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak berpihak pada
nilai-nilai eco-humanis.
Tidak
heran, pada kawasan ini sering terjadi erosi, banjir dan menurunnya debit air
di beberapa sumber mata air. Selain itu,
Iklim mikro di wilayah ini pun terganggu. Padahal iklim mikro dibutuhkan untuk
memberi kenyamanan pada manusia dan perkembangan tanaman yang lebih baik pada
wilayah yang terbatas, khususnya kawasan
Egon Ilimedo maupun kabupaten Sikka.
Dari
studi yang dilakukan WTM, ditemukan bahwa permasalahan utama di kawasan Egon
adalah terjadinya perambahan hutan atau pembukaan lahan kebun dalam kawasan
hutan dan penebangan pohon. Sedangkan dari catatan Dinas Kehutanan Sikka,
aktifitas perambahan dilakukan hampir setiap saat dan berdampak luas pada
rusaknya 280 ha hutan di Kecamatan Mapitara wilayah Egon Ilimedo desa Hale (130
Ha), Egon Gahar 100 Ha, Natakoli (50 Ha) yang menimbulkan debit 8 mata air
menurun yaitu mata air, Wair Oridar, Napun Urut (Natakoli), Napun Ewa, rejo
gajot (Egon Gahar) Napun Dagar (Hebing), Wair Heni, Wari Boto (Hale). Pada
Wilayah desa Hale, Hebing dan Egon Gahar, perambahan sudah mendekati puncak
Gunung Egon.
Berangkat
dari beberapa gagasan dan permasalahan yang diungkap di atas, Wahana Tani (WTM)
dalam kerja samanya dengan Critycal
Ecosystem Partnership Fund (CEPF) dan Perkumpulan Burung Indonesia melalui Program “Improving Ecosystem Manajemen and
Livehoods around Mt. Egon-Indonesia” yang berkelanjutan di kawasan Egon
Ilimedo bersama beberapa stakholder di Kabupaen Sikka akan melakukan Workshop Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA).
Kegiatan
workshop dilakukan sebagai tindak lanjut
dari Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) yang dilakukan oleh Tim Peneliti
dari setiap desa.
Studi yang
telah menghasilkan Profil Ekologi dari desa Natakoli, Egon Gahar, Hale dan
Hebing yang akan dijadikan sebagai
referensi dalam Workshop dengan melibatkan aparatur pemerintah kabupaten yang
memiliki keterkaitan kinerja dengan upaya penyelamatan ekologi, seperti: Dinas
Lingkungan Hidup, UPT Kesatuan Pengelolaan Kehutanan Kabupaten Sikka dan Dinas
Pertanian serta pemerintah desa.
2.
TUJUAN
·
Meningkatkan
Kapasitas para pihak akan urgensitas penyelematan kawasan ekologi melalui
pengelolaan sumber daya alam yang
lestari;
·
Membangun
kesadaran akan penyelamatan ekologi kawasan Egon Ilimedo menjadi bagian hidup
warga sekitar kawasan;
·
Membangun
kesepakatan baru yang dihasilkan dalam upaya perlindungan dan penyelamatan
kawasan Egon Ilimedo melalui kebijakan pengelolaan Sumber Daya Alam;
3.
HASIL
·
Terbangunnya
kesadaran ekologis dari para pihak dalam melestarikan lingkungan hidup di
kawasan Egon Ilimedo;
·
Terkonsolidasinya
para pihak yang berkaitan dengan isu penyelamatan lingkungan hidup;
·
Terbangunnya
sebuah paradigma baru (Rekomendasi) dalam penyelamatan ekologi kepada para
pengambil kebijakan lokal di kecamatan Mapitara dan Pemkab Sikka melalui
kesepakatan-kesepakatan yang dihasilkan.
4.
BENTUK KEGIATAN
·
Hari I, 23 Agustus 2017
ü Acara ini dibuka: Dirjen KSDAE – KLHK
ü Presentasi dari Keynotespeaker
ü Diskusi Panel
ü Tanya jawab
·
Hari II, 24 Agustus 2017
ü Workshop
ü Rekomendasi
5.
WAKTU dan TEMPAT
·
Tempat : Pelataran Paroki Hale Hebing
·
Waktu :
Rabu - Kamis, 23-24
Agustus 2017
6.
NARASUMBER DAN FASILITATOR
a)
Narasumber:
Keynotespeaker:
Ir. Wiratno Dirjen KSDAE – KLHK: Paradigma Baru Pengelolaan
Kawasan Konservasi Berbasis Rakyat
Panelis:
·
Antonius Yohanes Bala (John Bala), Direktur Lembaga
Advokasi dan Pendidikan Kritis (Ba’Pikir): “Potret
Partisipasi Para Pihak dan Sejarah Pengelolaan dalam Penyelamatan Kawasan Egon
Ilimedo”
·
Vitalis Nong Fendi: Kepala Unit Pelaksana Teknis,
Pengelolaan Kawasan Hutan (UPT-KPH): “Meneropong
Upaya-upaya Penyelamatan dan Apa Peran Kawasan Egon Ilimedo”
·
Agustinus Dj. Koreh: Kepala BKSD Sikka: Potret Eksistensi dan Ancaman Satwa Liar di
Kawasan Egon Ilimedo”
·
Yunida Pollo: Kepala Dinas Lingkungan Hidup: “Perspektif Penyelamatan Lingkungan Hidup
dan Apa Perannya”
·
Rm. Tasman Ware, Pr: Pastor Paroki Renya Rosari
Hale-Hebing: “Pandangan Gereja Masa Kini
dalam Upaya Penyelamatan Kawasan Lindung”
·
Hengky Sali: Kepala
Dinas Pertanian dan Peternakan Kabupaten Sikka: “Memotret Pola Pertanian
Berkelanjutan dalam Upaya Penyelamatan Lingkungan Hidup di Sikka”
·
Rafael Raga: Ketua DPRD
Sikka“Potret Legislasi dalam Penyelamatan
Kawasan Egon Ilimedo”
b) Moderator/Fasilitator:
·
Yohanes
S. Kleden (PBH – Nusra)
7.
PESERTA
NO
|
LEMBAGA
|
JUMLAH
|
1
|
Pastor
Paroki
|
4
|
2
|
Pemerintah
Kecamatan
|
2
|
3
|
Pemerintah
Desa
|
8
|
4
|
Badan
Permusyawaratan Desa (BPD)
|
8
|
5
|
Pemdes
dan BPD di Seputaran Kawasan Egon Ilimedo
|
26
|
6
|
Ketua
Kelompok & Kader Dampingan
|
20
|
7
|
Tokoh
Masyarakat
|
4
|
8
|
Pihak
Sekolah
|
4
|
9
|
PPL
Dinas Pertanian
|
3
|
10
|
Dinas
Lingkungan Hidup
|
2
|
11
|
BKSDA
|
2
|
12
|
UPT-PKH
Sikka
|
2
|
13
|
Pastor
Paroki seputaran Egon Ilimedo
|
4
|
13
|
OMK
Paroki Hebing
|
2
|
Total
|
91
|
8.
DANA (Dukungan CEPF)
9.
PENUTUP
Diharapkan
pelaksanaan workshop ini memberi sebuah semangat dan paradigma baru dalam upaya
penyelamatan ekologi dengan melibatkan para pihak. Bila tidak, kawasan Egon
Ilimedo dari waktu ke waktu terus mengalami degradasi yang harus diatasi.
Maumere, 18 Agustus 2017
Hormat Kami
(Herry Naif)
Koord. Program
Lampiran B. Susunan Acara Workshop
ACARA
WORKSHOP
1.
PENERIMAAN DENGAN
UPACARA HULER WAIR DAN SAPAAN ADAT
2.
PENGALUANGAN
UNTUK DIRJEN WABUP SIKKA
3.
ISTIRAHAT/SNACK
4.
DOA
5.
SAMBUTAN PANITIA
6.
SAMBUTAN CAMAT
MAPITARA
7.
SAMBUTAN WAKIL BUPATI
DAN MEMBUKA ACARA
8.
PRESENTASI
MATERI:
Panelis:
· Vitalis Nong Fendi: Kepala Unit Pelaksana Teknis, Pengelolaan Kawasan Hutan (UPT-KPH): “Meneropong Upaya-upaya Penyelamatan dan Apa
Peran Kawasan Egon Ilimedo”
· Agustinus Dj. Koreh: Kepala BKSD Sikka: Potret
Eksistensi dan Ancaman Satwa Liar di Kawasan Egon Ilimedo”
· Yunida Pollo:
Kepala Dinas Lingkungan Hidup: “Perspektif
Penyelamatan Lingkungan Hidup dan Apa Perannya”
· Rm. Tasman Ware, Pr: Pastor Paroki Renya Rosari Hale-Hebing: “Pandangan Gereja Masa Kini dalam Upaya Penyelamatan Kawasan Lindung”
· Hengky Sali:
Kepala Dinas Pertanian dan Peternakan
Kabupaten Sikka: “Memotret Pola Pertanian Berkelanjutan dalam Upaya
Penyelamatan Lingkungan Hidup di Sikka”
· Rafael Raga: Ketua
DPRD Sikka“Potret Legislasi dalam
Penyelamatan Kawasan Egon Ilimedo”
·
Keynotespeaker:
· Bisroh, KSDAE – KLHK: Paradigma Baru Pengelolaan Kawasan
Konservasi Berbasis Rakyat
9.
DISKUSI/TANYA
JAWAB
10. WORKSHOP (HARI KAMIS, 24 AGUSTUS 2017)
·
Sidang Komisi
·
Presentasi
·
Tanya Jawab
·
Rangkuman Panitia
Lampiran B. Daftar peserta Workshop
NO
|
NAMA
|
JENIS KELAMIN
|
INSTANSI/LEMBAGA
|
JABATAN
|
|
L
|
P
|
||||
1
|
Drs. Paulus Nong Susar
|
L
|
Pemda
|
Wakil Bupati Sikka
|
|
2
|
Dra. Theresia S. M. Donata
|
P
|
Pemcam
|
Camat Mapitara
|
|
3
|
Yohanes E. R. Bala, SE
|
L
|
Polsek Bola
|
Kapolsek
|
|
4
|
RD. Tasma Ware
|
L
|
Paroki Hebing
|
Pastor Paroki Hebing
|
|
5
|
Vitalis
Nong Veni
|
L
|
UPT KPH
|
Kepala KPH Sikka
|
|
6
|
Filomena CB
|
L
|
TNI Koramil 05 Bola
|
Babinsa Hebing
|
|
7
|
Agustinus dj. Koreh
|
L
|
BKSDA NTT
|
Kasi Wil. IV NTT
|
|
8
|
Selestinus Sewa
|
L
|
Humas Sikka
|
Pelaksana
|
|
9
|
Selvinus Lering
|
L
|
TP PKK Kec. Mapitara
|
Ketua
|
|
10
|
Maria Koltide
|
P
|
SDK Hale
|
Guru
|
|
11
|
Konterius Kaliktus
|
L
|
Warga Wogalirit
|
-
|
|
12
|
Kornelus Albertus Tedi
|
L
|
Wogalirit
|
Kaur Perencanaan
|
|
13
|
Primus A. Wawo Ngebu
|
L
|
Guru SD Lere
|
||
14
|
Rikarda Lodan, SPd. SD
|
P
|
Hebing
|
Kepala Sekolah
|
|
15
|
Aurelia Erminolda
|
P
|
SD Inpres Hale
|
Kepala Sekolah
|
|
16
|
S. Nong Manis
|
L
|
SMP Lorohae
|
Guru
|
|
17
|
A. Ahmad Yani
|
L
|
BPD Hale
|
Ketua
|
|
18
|
A.
Teyson
|
L
|
Hale
|
Kader Tani
|
|
19
|
Ambrosius N. Bora
|
L
|
HKM Gawer Gahar
|
Ketua
|
|
20
|
Alfons Aleti
|
L
|
Kecamatan Mapitara
|
Kasubag , Kepeg. & Keuangan dan Aset
|
|
21
|
Ahasia Y. Non
|
L
|
Polsek Bola
|
-
|
|
22
|
Agnes Linda Iriyanti
|
P
|
Hale
|
Kader Tani
|
|
23
|
Afrince Nona Dince
|
P
|
Hale
|
Kader
Tani
|
|
24
|
Vitalis Yulianus
|
L
|
Desa Waihawa
|
Kepala Desa
|
|
25
|
Blasius Moa
|
L
|
BPD Waihawa
|
Ketua BPD
|
|
26
|
Silianus Silveste
|
L
|
Kec. Doreng
|
Kasi Sosial Ekonomi
|
|
27
|
Richar Boer
|
L
|
BPK Mapitara
|
PPL Egon Gahar
|
|
28
|
Ignasius
|
L
|
BPK Mapitara
|
PPS Hebing
|
|
29
|
Marianus
|
L
|
BPK Mapitara
|
PPL
Egon Gahar
|
|
30
|
Arkadius Reti
|
L
|
BPD Hebing
|
Ketua
|
|
31
|
Yosef Arianto
|
L
|
BKSDA Sikka
|
Staf
|
|
32
|
Marselinus Menga
|
L
|
BPK Mapitara
|
Kepala
|
|
33
|
Kletus Antonius
|
L
|
Distanbung
|
Staf
|
|
34
|
Yosef Animus
|
L
|
DLH Kab. Sikka
|
Kasie Tanaman Pangan
|
|
35
|
Ferdinandus Mohon
|
L
|
DLH Kab. Sikka
|
Kasie
|
|
36
|
V. Ferry Hariyanto
|
L
|
DLH Kab. Sikka
|
Staf
|
|
37
|
Thomas Yan Boy
|
L
|
Pemcam Doreng
|
Kasie Ad. Pembangunan
|
|
38
|
Yustinus Frengky
|
L
|
Paroki Runut
|
Sekretaris
|
|
39
|
Kristianto
|
L
|
BKSDA NTT
|
Staf
|
|
40
|
Silvester Daton Baro
|
L
|
BKSDA NTT
|
Staf
|
|
42
|
Antonius Anto
|
L
|
Hebing
|
-
|
|
43
|
Firnades
|
L
|
Hebing
|
||
44
|
Thomas Aquino
|
L
|
Kelompok Tani
|
||
45
|
R. Yohanes Jallo
|
L
|
Kelompok Tani
|
||
46
|
Yohanes Don Bosko
|
L
|
Kelompok Tani
|
||
47
|
Supri Yanto
|
L
|
Kelompok Tani
|
||
48
|
Andreas Susar
|
L
|
Kelompok Nelayan
|
||
49
|
Jodi
|
L
|
Kelompok Tani
|
||
50
|
Maria Goreti
|
L
|
Kelompok Tani
|
Pengurus Kel.
|
|
51
|
Kristina Kris
|
L
|
Kelompok Tani
|
||
52
|
Theresia Fausta
|
L
|
Kader Tani Hebing
|
||
53
|
Markus Dua
|
L
|
Dishutbun
|
Kabid PSP
|
|
54
|
Rafael Raga, SP
|
L
|
DPRD Sikka
|
Ketua
|
|
55
|
Bisro Sya’Bani
|
L
|
Kementrian LHK
|
Ditjen KSDA-KLHK
|
|
56
|
Markus Miskin
|
L
|
Dinas PKO Sikka
|
Pengawas
|
|
57
|
Firmus Piru
|
L
|
SDN Baokrenget
|
Kepala Sekolah
|
|
58
|
Albertus Ruben
|
L
|
PemDesa Hale
|
Kepala Desa
|
|
59
|
Yonas Doni Tupen
|
L
|
UPT KPH Sikka
|
Staf
|
|
60
|
Marianus Mayolis
|
L
|
WTM
|
Fasilitator Lapangan
|
|
61
|
Yohanes Dawa
|
L
|
WTM
|
Fasilitator Lapangan
|
|
62
|
Richardus Efendi
|
L
|
WTM
|
Fasilitator Lapangan
|
|
63
|
Fendelinus Horung
|
L
|
Kelompok Tani
|
-
|
|
64
|
Polykarpus
|
L
|
Pemdes Hebing
|
Kepala Desa
|
|
65
|
Ignasius Warat
|
L
|
Kader Tani
|
||
66
|
Gonzales
|
L
|
BPD Egon Gahar
|
Wakil Ketua
|
|
67
|
Ariva I. Indra
|
P
|
Hebing
|
||
68
|
Felixitas Yunita
|
P
|
Hebing
|
||
69
|
Edelina Ema
|
P
|
Hebing
|
||
70
|
Kristina Bunga
|
P
|
Hebing
|
||
71
|
Alexander Alison
|
L
|
Hebing
|
||
72
|
Ahasia Y. Nau
|
L
|
Polsek Bola
|
||
73
|
Mus Mulyadi
|
L
|
WTM
|
Fasilitator Lapangan
|
|
74
|
Darmina Wisranti
|
P
|
Hale
|
||
75
|
Yustina Yusur
|
P
|
Hebing
|
||
76
|
Meirevania H.
|
P
|
Hebing
|
||
77
|
Dionisius B. Conterius
|
L
|
BKSDA Maumere
|
Staf
|
|
78
|
Alexander Dedy
|
L
|
WTM
|
Koord. Pertanian
|
|
79
|
Albrevis Kristiani Reku
|
P
|
Puskesmas Mapitara
|
||
80
|
Yohanesti D. Gokun
|
P
|
Puskesmas Mapitara
|
||
81
|
Maria Dewi Susanti
|
P
|
Puskesmas Mapitara
|
||
82
|
Wihelmina T. A. Kumanireng
|
P
|
Puskesmas Mapitara
|
||
83
|
Yosep Nong Vanus
|
L
|
Puskesmas Mapitara
|
||
84
|
Paskalis Rinto
|
L
|
Puskesmas Mapitara
|
||
85
|
Bernadetha Natalia
|
P
|
Puskesmas Mapitara
|
||
86
|
Christa Santi Sprita
|
P
|
Puskesmas Mapitara
|
||
87
|
Wihelmus Woda
|
L
|
WTM
|
Koordinator Pertanian
|
|
88
|
Ernesita Dua Sina
|
P
|
WTM
|
Bagian Keuangan
|
|
89
|
Carolus Winfridus Keupung
|
L
|
WTM
|
Direktur
|
Lampiran C. Foto dokumentasi
(Hari I, 23
Agustus 2017)
Foto dokumentasi (Hari II, 24 Agustus 2017)
Tentang Program WTM-Burung Indonesia dan CEPF
Sejak April 2016, telah disepakati kerja sama
WTM dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund yang difasilitasi oleh
Perkumpulan Burung Indonesia dalam Program: Improving Ecosystem Management and
Livehoods around Mt. Egon Indonesia.
Ada berbagai aktifitas yang dilakukan dalam
program ini, pengorganisasian petani, usaha tani yang selaras alam dengan
berbagai pendampingan yang dilakukan WTM dan Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam
yang berujung pada pembuatan peraturan desa dalam menyikapi berbagai masalah
sosial yang terjadi terutama dalam kaitan dengan penyelamatan ekologi.
Secara khusus dengan upaya penyelamatan kawasan
Egon Ilimedo, berbagai instansi pemerintahah seperti Unit Pelaksan Teknis
Kesatuan Pengelolaan Kehutanan (UPT – KPH), Balai Konservasi Sumber Daya Alam
(BKSDA) Wilayah IV (Sikka Flores Timur, Lembata Alor), Dinas Lingkungan Hidup
Kabupaten Sikka, Pemerintah Kecamatan, Koramil Bola, Polsek Bola, Pemerintah
Desa (Hale, Hebing, Egon Gahar dan Natakoli), Pihak Gereja dan Tokoh Masyarakat
dan Tokoh Adat,
Berbagai stakeholder diorganisir untuk terlibat
dalam berbagai aktifitas seperti: menjadi nara sumber dalam legal drafting,
green velentine day dan Workshop Pengelolaan Sumber Daya Alam yang eco populis.
Sebetulnya ini dimaksud agar memperluas
kampanye dan berbagai upaya penyelamatan kawasan sesuai dengan peran dan
kapasitas yang dimiliki setiap komponen. Diyakini bahwa peran tunggal tidak
mungkin menyelamatkan kawasan padahal kawasan ini cukup luas dan tentunya memiliki
manfaat riil bagi kehidupan warga di sekitar kawasan.
Malah disebut kawasan ini adalah jantung flores (the heart of Flores Island). Dengan
demikian, marilah bergandengan tangan membangun upaya-upaya penyelamatan
kawasann Egon Ilimedo.
Semoga apa yang ditaburi dengan kebaikan dan ketulusan ini
akan bermanfaat bagi masyarakat Sikka dan terutama bagi warga di sekitar
kawasan dalam mendukung penyelamatan kawasan Egon Ilimedo.
[1] Yayasan
Wahana Tani Mandiri yang disingkat
WTM didirikan 29 Januari 1996 dengan Akta Nomor 136 tangga129 Januari 1996,
pada Notaris Silvester J. Manbaitfeto, SH. WTM juga terdaftar
di Kepaniteraan Pengadilan Negeri Maumere,
Nomor
: 06/Not/1997/PN.MMR, Hari Kamis, Tanggal 23 Januari 1997. Wilayah Kerja WTM meliputi
Propinsi, Kabupaten, Kecamatan dan Desa.
WTM memiliki Visi adalah: "MASYARAKAT
TANI YANG MANDIRI". Sedangkan misinya adalah mengembangkan pola pikir, sikap mandiri, dan kemampuan
masyarakat tani untuk memperbaiki taraf hidup dengan memperhatikan kelestarian
lingkungan.
[2] Crityal
Ecosystem Partnership Fund (CEPF) adalah sebuah lembaga donor yang bekerja sama
dengan WTM dalam Program “Improving
Ecosystem Manajemen and Livehoods Around Egon Mountion-Indonesia” dengan
wilayah Program, yakni: Kecamatan Mapitara.
[3]
Profil Ekologi merupakan Hasil Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam, dengan menggunakan
Metode Participatory Rural Appraisal (PRA) yang difasilitasi oleh Wahana Tani
Mandiri dan Kader Tani WTM Wilayah Mapitara dalam kerja sama dengan Burung
Indonesia dan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF), November 2016 –
Januari 2017
[4] Upacara
Huler Wair adalah sebuah ceremonial adat di kabupaten Sikka, yang dilakukan
sebagai acara penyambutan bagi tamu/pendatang baru agar mendapat restu dari
para leluhur di wilayah setempat.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar