Kegiatan pelatihan Kawin
silang yang diselenggarakan WTM dalam
Program Peningkatan Kapasitas Masyarakat Tani dalam Adaptasi
Perubahan Iklim lewat Pendekatan Usahan Tani Berbasis Konservasi, dalam kerjasama dengan Miserior Jerman menyelenggarakan dua kali pelatihan. Pelatihan Kawin silang pertama difasilitasi Mathias Pagang (Petani Peneliti) dari Manggarai Barat pada bulan November lalu. Pelatihan ini difokuskan pada lima (5) petani yang diseleksi dari kelompok tani dampingan WTM. Sedangkan pada pelatihan yang kedua difasilitasi oleh petani peneliti Masipag - Filipina bulan Maret lalu. Pada pelatihan ini, selain dihadiri oleh kelima petani peneliti juga dihadiri oleh semua kader tani dan staf WTM.
Meneropong aktifitas penelitian kawin silang padi yang dilakukan para petani peneliti tersebut, Carolus Winfridus Keupung (Direktur WTM) mengatakan bahwa penelitian bagi Wahana Tani Mandiri dan petani dampingannya bukanlah hal yang baru.
Pertama, sejarah advokasi pertanian organik ini didasarkan sebuah landasan penelitian kaji banding yang dilakukan WTM dan Petani dampingannya. Dari hasil penelitiannya kemudian secara kelembagaan mengambil sikap untuk mengadvokasi pertanian organik yang dikenal sistem pertanian terpadu. Kedua, WTM juga secara kelembagaan melakuan kajian pertanian untuk mengetahui secara pasti tentang sebuah tanaman. Dari pengalaman ini, saya menyimpulkan bahwa penelitian itu bukanlah hal baru. Bertepatan dengan penelitian kawin silang yang sedang dilakukan petani pada saat ini memang selain faktor individu juga faktor alam yang mana ketidakpastian musim penghujan dan curah hujan yang sangat rendah, ujar mantan direktur WALHI NTT
Sedangkan Herry Naif (Koordinator Advokasi, Lingkungan Hidup dan Pengelolaan Hasil - WTM) mengatakan bahwa penelitian kawin silang demi pemulian benih sepintas dinilai gampang. Benar. Tetapi ada banyak faktor yang bisa mendukung dan mengambat penelitian entah itu dari petani peneliti sendiri maupun faktor-faktor eksternal. Pemulian benih ini dilakukan dengan tujuan para petani kemudian bisa memuliankan benih sendiri agar adanya kedaulatan benih. Yang terjadi selama ini, petani sangat bergantung pada pemerintah tidak heran bila kadang benih didatangkan sudah lewat masa tanam dan petani menuai kegagalan.
Dari kelima peneliti yang terus dipantau WTM dan dirinya, menilai bahwa kemauan petani peneliti untuk melakukan penelitian itu ada. Mulai dari persiapan benih, penanaman dan perawatan hingga pada perkawinan. Secara faktual ditemukan bahwa dari kelima peneliti, Beatriks Rika (Lekebai), Sipri (Bu Selatan) Herzon dan Agus Tiga (Renggarasi) dan Kanis Garu (Done).
Kelimanya melakukan penelitian sesuai dengan tahapan yang diperoleh dari pelatihan yang dilakukan. Namun, dari semua petani peneliti Beatriks Rika yang adalah petani perempuan peneliti satu-satunya yang sukses pula sampai pada mendapatkan benih hasil kawin silang padi Chiherang dan Kupa, ujar Herry.
Beatriks secara garis besar menjelaskan bahwa, diidentifkasi beberapa pohon padi yang siap kawin dipindahkan dari persawahan ke polibag agar memudahkan pemantauan. Ada beberapa polibag yang ditanam padi itu kemudian digunting malai jantannya, dan dibungkus. Setelah sehari, dilakukan pengchekan apakan hasil peguntingan tersebut berhasil. dari beberapa tangkai yang digunting itu semuanya siap kawin.
Dari hasil pemantauan tersebut semua
malai yang digunting itu siap kawin maka dikawinkan dengan sel jantan
yang sudah disiapkan. Uji coba ini ternyata sukses, ada 8 bulir padi
yang diperoleh dari satu tangkai.
Setelah ini, delapan bulir padi ini
akan dijemur dan disemaikan lagi agar dikembangkan untuk bisa
mengetahui pohon yang mana memiliki sifat dan ciri sesuai dengan yang
diinginkan peneliti, ujar perempuan yang terlibat dalam banyak kegiatan di desa baik yang dilakukan institusi agama maupun yang dilakukan LSM.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar