I.
LATAR
BELAKANG
Kawasan Hutan Lindung Egon Ilimedo, Kab. Sikka |
Kawasan Egon Ilimedo dikenal sebagai kawasan
lindung terluas di kabupaten Sikka, dibanding dengan kawasan Wuko Lewo Loroh
dan Kawasan Iliwuli. Kawasan lindung
Egon Ilimedo memiliki luas 19.456,80 ha atau 78,6% dari total luas
kawasan hutan kabupaten Sikka 24,738,43 ha, mencakupi tiga kecamatan yakni,
Waigete, Mapitara dan Doreng.
Kawasan Egon Ilimedo juga dipandangnya sebagai susu dan madu bagi warga sekitar kawasan.
Pemberian alam seutuhnya sebagai hakikat dasar dalam pengelolaan sumber daya
alam yang mana dijadikan pusat hidup mereka (kosmosentris).
Tidak heran,
warga pada empat (4) desa, yakni: Natakoli, Egon Gahar, Hale dan Hebing
berusaha mempertahankan hidup dan eksistensinya, struggle for life and
struggle for existence di tengah perdebatan akan tapal batas 1932 dan 1984 yang
berdampak pada ketidakpastian ruang kelola mereka.
Ketidakpastian ruang kelola rakyat, yang mana
warga dipandangnya sebagai objek dalam kawasan dengan tidak adanya sebuah
konsep pengelolaan kawasan hutan yang melestarikan berdampak pada berbagai
aktifitas, seperti: perambahan hutan, ladang berpindah dengan sistem
tebas-bakar, dan tidak adanya teras sering di lahan yang miring berdampak pada
menurunnya dukungan dan layanan kawasan Egon. Akibatnya sering terjadi erosi,
banjir dan menurunnya debit air di beberapa sumber mata air.
Dari catatan Dinas Kehutanan Sikka, aktifitas
perambahan dilakukan hampir setiap saat dan berdampak luas pada rusaknya 280 ha
hutan di Kecamatan Mapitara wilayah Egon Ilimedo desa Hale (130 Ha), Egon Gahar
100 Ha, Natakoli (50 Ha) yang menimbulkan debit 8 mata air menurun yaitu mata
air, Wair Oridar, Napun Urut (Natakoli), Napun Ewa, Rejo Gajot (Egon Gahar)
Napun Dagar (Hebing), Wair Heni, Wari Boto (Hale). Pada Wilayah desa Hale, Hebing
dan Egon Gahar, perambahan sudah mendekati puncak Gunung Egon.
Penyebab utama
kemerosotan kualitas lingkungan di Indonesia adalah adanya destructive
logging, ekspansi industri pertambangan, reklamasi pantai, konversi kawasan
hutan menjadi lahan perkebunan. Fakta-fakta ini teridentifikasi sebagai
aktivitas yang terberi dari kebijakan pengelolaan sumber daya alam yang tidak
berpihak pada nilai-nilai eco-humanis.
Berpijak
pada beberapa gagasan dan permasalahan yang diungkap di atas, Wahana Tani (WTM)
dalam kerja samanya dengan Critycal
Ecosystem Partnership Fund (CEPF) melalui Program “Improving Ecosystem Manajemen and Livehoods Arround Mt. Egon” yang berkelanjutan di kawasan Egon
Ilimedo dan bersama beberapa stakholder di Kabupaen Sikka akan melakukan
beberapa rangkaian kegiatan, seperti: (1) Pelatihan PRA untuk peningkatan
kapasitas para peneliti (2). Pengambilan Data (Studi Pengelolaan Sumber Daya
Alam) (3). Presentasi Hasil Studi Pengelolaan Sumber Daya Alam dan (4) Workshop
Pengelolaan Sumber Daya Alam (5). Penyusunan Legal Drafting Peraturan Desa
(Perdes) tentang Pengelolaan Sumber daya Alam yang berkelanjutan
Kelima
rangkaian kegiatan itu dilakukan dalam upaya penyelamatan kawasan Egon Ilimedo
yang mana bagi banyak pihak dijadikan sebagai pusat layanan alam. Lebih dari itu, beberapa aktifitas, seperti:
Workshop Pengelolaan Sumber Daya Alam (PSDA) dan Penyusunan Legal Drafting
Perdes melibatkan aparatur pemerintah kabupaten yang memiliki keterkaitan
kinerja dengan upaya penyelamatan ekologi; (Dinas Lingkungan Hidup, UPT
Kesatuan Pengelolaan Kehutanan Kabupaten Sikka dan Dinas Pertanian serta
pemerintah desa).
II.
TUJUAN
KEGIATAN
· Meningkatkan
Kapasitas para pihak pengelola IUP HKm tentang urgensitas penyelematan kawasan
ekologi melalui pengelolaan hutan kemasyarakatan;
· Kepastian
ruang kelolah bagi masyarakat sekitar kawasan Egon Ilimedo terutama di desa
Egon Gahar, Hebing dan Hale ;
· Meningkatnya
partisipasi para pihak (Stakeholder) dalam upaya pengimplementasian IUP HKm;
III.
STATUS DAN APLIKASI IUP HKM DI EGON
GAHAR, HALE DAN HEBING
3.1 STATUS DAN APLIKASI IUP HKM EGON
GAHAR
Konflik pengelolaan hutan yang telah lama terjadi mengenai pal batas
hutan 1932 dan 1984, yang mana pihak negara mempersalahkan rakyat sebagai
perambah kawasan dan sebaliknya rakyat pun menganggap pemerintah telah merampas
ruang kelola mereka. Permasalahan yang sama hampir terjadi di seantero Nusantara.
Perdebatan ini kemudian berpuncak pada re-negosiasi negara dengan rakyat
di sekitar kawasan dengan dikeluarkannya kebijakan pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan di seluruh Indonesia, dengan diterbitkannya Peraturan Menteri
Kehutanan Nomor: P.37/Mehut-II/2007 tentang Hutan Kemasyarakatan, yang kemudian
diubah sebagai pengganti dengan Peraturan Menteri Kehutanan Nomor:
P.52/Menhut-II/2011. Dan malah pada tahun 2014, diterbitkan lagi Peraturan
Menteri Kehutanan Republik Indonesia Nomor: P.88/Menhut-II/2014 tentang Hutan
Kemasyarakatan.
Sebagai upaya respon kebijakan daerah terhadap perdebatan tentang
pengelolaan kawasan Egon Ilimedo, maka sejak tahun 213 diterbitkan SK Bupati No. 354/HK/2013 tentang IUP-HKm Mapi Detun
Tara Gahar dengan luas areal HKm 809,80 Ha di wilayah Egon Gahar sebagai bentuk
legalitas terhadap proses pengelolaan hutan di wilayah desa Egon Gahar.
Terbitnya SK Bupati tersebut
seharusnya anggota pemegang IUP HKm sudah mulai melakukan pembagian lahan
berdasarkan aturan yang sudah tentukan dengan memperhatikan pengelolaan
yang ekologis dimana ada dua zona,
yaitu: Zona Pemanfaatan dan zona lindung. Zona pemanfaatan menjadi lahan yang
bisa dikelola, sedangkan zona perlindungan, yakni: mata air, hutan keramat, dll
harus dijaga. Dengan demikian status
pengelolaan HKm di Wilayah Egon Gahar menjadi Legal.
·
Pada
tahun 2015, ketua inti HKm Mapi Detun Tara Gahar bersama anggota HKm 1
melakukan pembagian areal kelola di Blok I di areal Rotan lok hanya saja
kemudian seorang staf Dinas Kehutanan Maumere menemui pengurus HKm dan
melakukan komplain atas apa yang dilakukan oleh pengurus HKm, karena tidak
melalui prosedur yang baik dan benar. Prinsipnya pembagian areal harus
disaksikan oleh pihak UPT KPH Sikka.
Distribusi Lahan HKM Mapi Detun Tara Gahar (UPT KPH Sikka & WTM) |
· Hal
ini juga kemudian diakui oleh anggota kelompok, bahwa pembagian areal kelolah
yang telah dilakukan itu pun hanya dilakukan oleh pengurus inti tanpa melibatkan
seluruh anggota HKm dan pihak UPT KPH Sikka sebagai instansi yang bertanggung
jawab.
Kemandekan ini terjadi, karena kurang adanya sosialisasi dan pendampingan
dari pihak Dinas Kehutanan (UPT KPH) Sikka mengenai desain Rencana Kelola Hutan
Kemasyarakatan (RK-HKm) Mapi Detun Tara Gahar.
·
Distribusi
Lahan di areal Wolon Busur dan Popo Regang yang dilakukan pada 29 Maret – 5
April 2017, yang mana setiap pemegang IUP mendapatkan lahan seluas 50x50m2
·
Sedang
diagendakan untuk pembahasann RK-HKM untuk mengimplementasikan dua zona yang
diminta yakni: zona lindung dan zona kelola.
·
Pembersihan
lahan di mulai tanggal 20 april sampai tuntas
3.2 STATUS DAN APLIKASI IUP HKM GAWER GAHAR (HEBING) DAN HKM GLAK (HALE)
Ijin Usaha Pengelolaan Hutan
Kemasyarakatan (IUP-HKm) untuk desa Hale dan
desa Hebing mengalami proses yang lamban karena semua proses
administrasi perijinan belum direspon oleh Kementrian kemudian terjadi
perubahan kebijakan yang mana Dinas kehutanan kabupaten berafiliasi ke tingkat
propinsi sesuai dengan mandat Undang-Undang Nomor 23 tahun Tahun 2014,
kewenangan dinas kehutanan kabupaten dialihkan ke tingkat propinsi dan di
tingkat kabupaten menjadi Unit Pelayanan Teknis Kesatuan Pengelolaan Hutan (UPT
- KPH).
Dengan perubahan kebijakan ini
membuat proses penerbitan IUP HKM untuk Gawer Gahar (Hebing) dan IUP HKM Glak
(Hale) menjadi lamban. Segala pengurusan IUP akan berhubungan langsung dengan
Dinas Kehutanan Propinsi.
Menyikapi fakta ini, UPT KPH Wilayah
Sikka bersama WTM dan Sandi Florata telah melakukan re-konsolidasi bagi komunitas
Gawer Gahar (Hebing) dan Glak (Hale). Berdasarkan informasi yang diberikan UPT
KPH Sikka , IUP HKm untuk dua desa ini akan terbit di tahun 2017 setelah
dikonsolidasi dan mendapat keputusan pemerintah pusat.
Kendatipun belum jelasnya status IUP
tersebut, warga petani di desa Hale dan Hebing tetap menjalankan aktifitas
bertani, mereka sebab areal yang ditetapkan sebagai lokasi HKm merupakan
wilayah kelolah sejak nenek moyang mereka. Misalnya; di desa Hebing dusun Watu
baler, kampung Gawer Gahar, sebagian
besar masyarakat yang mengolah lahan di kawasan PAL Batas 84 bermukim langsung
di kawasan dengan pondok-pondok. Sedangkan satu dusun (Dusun Glak) di wilayah desa Hale masuk dalam tapal batas
84. Saat ini dusun Glak masuk dalam calon daerah enclave yang saat ini sedang dalam proses penetapan.
3.3 STATUS NATAKOLI
Berbicara tentang Ijin Usaha Pengelolaan Hutan Kemasyarakatan (IUP-HKM)
desa Natakoli mendapat penolakan. Menurut mereka bahwa menerima kebijakan Hutan
Kemasyarakatan itu berarti mengakui proses pengambilan areal kelolah rakyat
menjadi kawasan hutan terutama di pal batas 1984.
Karena itu tidak heran apabila petani di desa Natakoli tetap menjalankan
aktifitas bertani mereka. Dan malah ada beberapa perkampungan itu berada dalam
kawasan 1984. Asumsi mereka bahwa tanah mereka akan diambil pemerintah jika
mereka tergabung dalam HKm. Dengan demikian, tidak ada IUP-HKM di desa
Natakoli.
3.
KESIMPULAN DAN REKOMENDASI
Pengimplemetasian IUP HKm Mapi Detun Tara Gahar sedang dilakukan mulai
dari Rekonsolidasi hingga pada distribusi lahan areal HKm tersebut kepada
pemegang IUP.
Sedangkan proses pengurusan IUP untuk HKm Gawer Gahar (Hebing) dan HKm
Glak (desa Hale) harus dimulai dari re-konsolidasi terutama pendataan ulang dan
kemudian pengajuan IUP HKm kepada Kementrian Lingkungan Hidup dan Kehutanan
Republik Indonesia.
Diyakini bahwa proses ini tidak akan dipersulit seiring dengan program
pemerintah akan adanya perhutanan sosial yang mana HKm adalah satu bentuk dari
HKm.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar