PROGRAM: PENINGKATAN
PENDAPATAN MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG MANAJEMEN EKOSISTEM BERKELANJUTAN DI
KAWASAN EGON
1. LATAR
BELAKANG
Mayoritas penduduk kecamatan Mapitara
adalah petani dengan sistem pertanian ladang pindah (gilir-balik). Kondisi tanah di seputaran wilayah Mapitara tergolong
subur, karena berada di kawasan vulkanik Egon. Pola pertanian yang diterapkan
warga belum menjamin sebuah pengelolaan pertanian berkelanjutan. Tidak heran,
bila kualitas hidup yang lebih baik tidak dicapai, namun masifnya kerusakan
lingkungan di kawasan tersebut terus terjadi. Sebab, hampir semua situasi keterbatasan disikapi masyarakat dengan melakukan alternatif
pekerjaan lain, yaitu dengan merambah hutan, melakukan aktifitas ilegal
loging untuk kebutuhan kayu yang mana dijual dalam bentuk kayu bahan
bangunan dan kayu bakar.
Program “Peningkatan Pendapatan Masyarakat dalam Mendukung Manajemen
Ekosistem berkelanjutan di Kawasan Egon”, menawarkan sebuah model pengelolaan pertanian yang komprehensif dengan mengedepankan pengelolaan
lingkungan yang berkeadilan sosial dan ekologis menuju tujuan keselamatan
bersama.
Telah dilakukan beberapa langkah strategis program oleh WTM di awal program
sebagai upaya memperkuat kapasitas petani baik secara konsep maupun teknis
pertanian. Identifikasi dan pembentukan kelompok tani yang diperkuat dengan
struktur kepengurusan dari 25 kelompok
tani dampingan yang tersebar di desa Natakoli, Hale, Hebing dan Egon Gahar
merupakan hal utama yang dilakukan. Diyakini, kelompok tani yang memiliki
organisasi dan memiliki sistem manajemen kelompok berdampak postif kepada
petani dalam mencapai kemandirian baik kepada keluarga tani ataupun
kelompoknya.
Kelompok tani adalah
sekelompok orang yang memiliki visi dan misi yang sama dalam mengembangkan
usaha taninya. Atau kelompok tani adalah kumpulan petani yang terikat secara
formal atas dasar keserasian, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, dan
sumber daya). Itu berarti mereka (petani) memiliki kedekatan dan sehati dalam
berjuang bersama.
Beberapa
faktor pengikat,
diantaranya:
· Adanya kesamaan kondisi sumber daya alam dalam usaha tani,
· Adanya kondisi masyarakat dan kehidupan sosial yang sama,
· Adanya saling percaya-mempercayai antara sesama anggotanya,
Adanya kepemimpinan kelompok yang mengorganisir kegiatan kelompok dan memimpin manajemen kelompok tani yang disepakati bersama.
Beberapa
faktor internal
ini, dijamin kerja sama antara individu serta perlu dilakukan pengembangan
usaha taninya sesuai dengan daya dukung lingkungannya tentunya akan memberi nilai positif bagi kehidupan
petani.
Oleh karenanya, pendampingan terhadap
petani melalui pendekatan kelompok dilaksanakan sejalan dengan pendekatan
terhadap pengembangan wilayah. Kelompok
tani hendaknya dijadikan
sebagai media belajar organisasi dan bekerja sama antar petani, dalam upaya
produksi pertanian, teknis produksi dan pemasaran.
Petani harus didorong untuk hidup
selaras dengan alam melalui pola pertanian terpadu. Sejak awal, petani perlu diperkenalkan
tentang sistem pertanian
organik, konservasi tanah dan air, pengembangan perkebunan yang ramah terhadap
hutan. Lebih
dari itu, ada usaha-usaha alternatif yang
dikembangkan seperti pengembangan ternak
yang akan meningkatkan pendapatan ekonomi petani.
Dalam konteks itu, pelaksanaan
program tersebut dibutuhkan pembentukan
kelompok tani di desa
Natakoli, Egon Gahar, Hebing dan Hale sebagai media dalam mempermudah koordinasi dan konsolidasi.
Pembentukan 25 kelompok tani yang beranggotakan 485 anggota (L, 408) dan (P, 77) juga mengintegrasikan semangat dan tekad
kebersamaan dalam
mengejawantakan upaya pencapaian kualitas hidup petani di Mapitara. Selain itu, mendorong rakyat
(petani) di wilayah Mapitara agar
secara berkelompok melakukan pemulihan lingkungan demi menjadikan alam sebagai
pelayan kehidupan. Malah ini
dijadikan sebagai spirit dalam proses penyelamatan hutan dan perbaikan sistem
atau pola pertanian yang diemban warga Mapitara.
2. TUJUAN
Tujuan yang
ingin dicapai dalam kegiatan pembentukan kelompok tani di wilayah Mapitara yang dilengkapi dengan
struktur kepengurusan, adalah :
·
Mengorganisir dan Mengkonsolidasi para petani di Mapitara
dalam wadah/organisasi kelompok tani
yang telah dibentuk;
·
Mendata kembali dan memastikan
kelompok HKm beserta keanggotaanya di wilayah Mapitara
·
Memetakan permasalahan organisasi
3. PROSES
DAN HASIL
Berasas pada ketiga tujuan program tersebut,
ada beberapa aktifitas telah dirancang untuk memenuhinya. Karena itu, mengawali
program tersebut, WTM mendiskusikannya secara kelembagaan dan kemudian
ditugaskan tim melakukan tugas pembentukan kelompok tani dan struktur
organisasi yang telah dibentuk dan sedang berjalan agar dipastikan pelaksanaan
program.
Beberapa aktifitas yang disepakati
adalah tatap muka dengan pemerintah desa, sosialisasi dan pembentukan kelompok
tani di daerah yang belum ada.
3.1.
PROSES KEGIATAN
Tatap Muka/Sosialisasi Program dengan Pemerintah Desa
Pertemuan dengan
pemerintahan desa di Mapitara diantaranya: Pemerintah Desa Hebing, Pemerintah
Desa Nata Koli, Hale dan Egon Gahar sebagai wujud sosialisasi porgram. Selain itu, maksud sosialisasi ini juga secara tidak
langsung meminta dukugan pemerintah lokal/desa untuk memberikan dukungan baik
berupa kebijakan atau alokasi budget yang berpihak pada pengembangan petani.
Lebih dari itu, pemerintah desa juga perlu menjadikan
upaya penyelamatan lingkungan melalui usaha tani dan berbagai kebijakan lain
yang berpihak pada lingkungan terutama dalam memulihkan lingkungan.
Sosialisasi Program dan Pendataan Kelompok
Tani
Sosialiasi program
kepada kelompok sasar yang akan menjadi penerima project (partisipan) juga dilakukan konsolidasi dan reorganisasi kelompok
tani yang telah macet atau tidak berjalan.
Dari hasil konsolidasi
di awal program terjadi perbedaan data jumlah kelompok tani yang mana pada
proposal itu, 545 sedangkan setelah dipetakan oleh Tim WTM terdapat 485. Karena itu, terjadi perbedaan jumlah dengan sebelum pendataan riil program,
yakni 60
orang.
Sedangkan kelompok tani pada proposal ada 25 kelompok,
tetapi setelah dilakukan konsolidasi jumlah kelompok tani menjadi 28 karena ada
pemekaran di kelompok napun kontas yang awalnya 1 kelompok menjadi 3 kelompok.
3.2 PEMBENTUKAN KELOMPOK TANI DAN STRUKTUR PENGURUS
Pembentukan kelompok tani di daerah yang belum pernah ada kelompok tani dan penguatan struktur kepengurusan di tingkat kelompok tani menjadi hal urgen yang perlu dilakukan. Malah, WTM melihat bahwa tanpa kelompok tani, program ini akan tidak efektif dalam pelaksanaan. Pembentukan kelompok tani menjadi tuntutan yang harus dibuat agar mempermuda proses pendampingan dan komunikasi tim WTM dengan para petani.
Lebih dari itu, kelompok tani yang dilengkapi dengan struktur organisasi menjadi wadah petani dalam menyeringkan pengalaman dan pengetahuan mereka akan usaha tani. Malah dengan kelompok tani juga para petani saling membantu dalam usaha tani.
3.2.1 DESA EGON GAHAR
Pembentukan kelompok tani di daerah yang belum pernah ada kelompok tani dan penguatan struktur kepengurusan di tingkat kelompok tani menjadi hal urgen yang perlu dilakukan. Malah, WTM melihat bahwa tanpa kelompok tani, program ini akan tidak efektif dalam pelaksanaan. Pembentukan kelompok tani menjadi tuntutan yang harus dibuat agar mempermuda proses pendampingan dan komunikasi tim WTM dengan para petani.
Lebih dari itu, kelompok tani yang dilengkapi dengan struktur organisasi menjadi wadah petani dalam menyeringkan pengalaman dan pengetahuan mereka akan usaha tani. Malah dengan kelompok tani juga para petani saling membantu dalam usaha tani.
3.2.1 DESA EGON GAHAR
Egon Gahar
adalah sebuah desa yang sangat dekat dengan gunung api Egon. Desa ini memiliki
3 dusun yakni Baokrenget, Welinwatu dan
Lere. Jarak perkampungan dengan gunung api hanya 7-8 km. Itu berarti bahwa
secara kebencanaan, perkampungan ini menjadi kawasan rentan yang harus selalu
sigap.
Dari sisi
kehutanan, desa ini menjadi salah satu desa enclave
di kawasan lindung Egon Ilimedo.
Wahana Tani
Mandiri dalam programnya bersama CEPF melakukan advokasi teknis kebijakan
selain advokasi teknis pertanian. Perkembangannya, masyarakat desa ini telah
mendapatkan Ijin Usaha Pengelolaan Hutan dalam program Hutan Kemasyarakatan (IUP-HKM).
Hanya saja, bahwa masyarakat belum memiliki rencana kerja HKM. Karena itu
penerapan dari HKM hingga hari ini masih terkatung-katung.
Dari dua
bulan ini, WTM telah membangun 1 kelompok tani Lero Bekor 1 yang tidak
tergabung dalam kelompok HKM. Kelompok ini beranggotakan 20 orang, diantaranya
18 laki-laki dan 2 perempuan. Sedangkan
pendampingan petani yang tergabung dalam kelompk HKM desa Egon Gahar itu
memiliki pengurus inti, Ketua Firminus Piru, Sekretaris Bernadus Gete dan
Alines Tana sebagai Bendahara.
Dari hasil
konsolidasi lapangan, 3 sub kelompok HKM telah memiliki kepengurusan dan
keanggotan yang jelas, yakni HKM 1 beranggotakan (20), HKM 3 dan HKM 4
masing-masing beranggotakan (25).
Sedangkan kelompok HKM 2 beranggotakan (20), belum memiliki kepengurusan
lengkap tetapi sementara dipilih bapak Bernadus Buhe sebagai Koordinator sambil
menunggu pembentukan struktur kepengurusan.
Untuk itu,
total pemeganggan IUP HKM desa Egon Gahar (HKM MAPI DETU TARA GAHAR) adalah 90 orang dan kelompok
tani Lero Bekor 1 yang beranggotakan 20 orang.
3.2.2 DESA HALE
Desa
Hale adalah sebuah desa sebagian besar berada di pesisir dan satu dusun berada
dalam kawasan hutan lindung (dusun Glak). Kendati demikian, sebagian warga Hale
memiliki lahan kebun di dalam kawasan lindung yang sedang diproses IUP HKM-nya.
Hingga
hari ini, IUP HKM Hale secara resmi belum ada. Untuk itu, selain melakukan
proses advokasi untuk legalitas IUP HKM Hale, tetapi secara faktual WTM dan
CEPF perlu melakukan kerja-kerja teknis pertanian agar diterapkan sebuah pola
pertanian yang berkelanjutan. Pertanian selaras alam harus menjadi spirit
petani agar kerusakan alam di kawasan Egon Ilimedo dari waktu ke waktu
diminimalisir.
Pendampingan di desa Hale, ada kelompok 7 kelompok HKM dan 1 kelompok tani (Natar Maget) yang berada di luar kawasan, yakni kelompok Natar Mage. Dari hasil kerja sosialisasi dan pembentkan kelompok tani, telah dibentuk 7 kelompok HKM yang berjumlah 115 Orang dengan struktur pengurus dan 1 kelompok tani Natar Maget yang beranggotakan 14 orang.
Pendampingan di desa Hale, ada kelompok 7 kelompok HKM dan 1 kelompok tani (Natar Maget) yang berada di luar kawasan, yakni kelompok Natar Mage. Dari hasil kerja sosialisasi dan pembentkan kelompok tani, telah dibentuk 7 kelompok HKM yang berjumlah 115 Orang dengan struktur pengurus dan 1 kelompok tani Natar Maget yang beranggotakan 14 orang.
3.2.3 DESA HEBING
Desa Hebing terletak diantara desa Natakoli dan desa Hale. Jumlah
penduduk desa Hebing 425 KK atau 1990 jiwa, (L: 964 dan P: 1026), (lih.
Statistik BPS Sikka, 2015). Mayoritas penduduk desa Hebing adalah petani,
kendati mereka berada di pinggiran pantai yang mana 322 m dari permukaan laut.
Dalam kaitan dengan pelaksanaan progam ini, kelompok tani
yang didampingi itu rata-rata berada di luar kawasan.
Kelompok-kelompok tani yang didampingi WTM di desa Hebing
telah dibentuk 7 Kelompok Tani dengan struktur kepengurusan. Total jumlah
partisipan projek di desa Hebing itu sebanyak 118 jiwa, 90 Laki-laki dan 28
Perempuan
Setelah dibentuknya 7 kelompok tani tersebut, dilakukan
pencatatan dan pengidenfitikasian keanggotaan dari kelompok-kelompok tani desa
Hebing agar mempermudah komunikasi dan secara pasti mengetahui berapa banyak
partisipan.
3.2.4 DESA NATAKOLI
Desa Natakoli menjadi desa perbatasan antara kecamatan Mapitara dengan kecamatan
Doreng. Desa Natakoli memiliki 3 dusun yakni; Umatawu, Wolomotong dan Natakoli.
Natakoli merupakan desa terluas di kecamatan Mapitara, 25,37 Km².
Dalam menyikapi konflik tenurial hutan dengan negara
(Dinas kehutanan), warga tidak menerima kalau kawasan kelolanya diklaim menjadi
kawasan lindung. Sebab menurut mereka, sebagian besar lahan mereka dicaplok
menjadi kawasan lindung dalam versi pal batas 1984 yang sebelumnya areal kelola
rakyat.
Pengimplementasian program di desa Natakoli diperlakukan
berbeda dari ketiga desa program lainnya. WTM lebih memilih mengkoordinasi
kelompok tani terutama dalam advokasi teknis pertanian. Sedangkan urusan Hutan
Kemasyarakatan (HKM), desa Natakoli menolaknya.
Di
desa Natakoli telah dibentuk 6 Kelompok Tani dengan struktur kepengurusan.
Total jumlah partisipan projek di desa Hebing itu sebanyak 126 jiwa, 99
Laki-laki dan 27 Perempuan
4.
PENUTUP
Laporan ini, kami
sampaikan sebagai potret awal dari perkembangan dalam pengimplementasian
program. Bahwa ada beberapa perbedaan data kelompok tani dari proposal dengan
pelaksanaan program. Ini dimaknai sebagai dinamika organisasi dan pelaksanaan
program.
Untuk itu, kami
telah menyampaikan beberapa temuan awal sebagai dasar dalam mengimplementasikan
program “Penigkatan Pendapatan Masyarakat dalam Mendukung Manajemen Ekosistem
Berkelanjutan di Kawasan Egon” merupakan sebuah program kerja sama antara
Wahana Tani Mandiri dengan Critycal Ecosystem Partnership Fund (CEPF).
Tidak ada komentar:
Posting Komentar