Kabar Nuhang, Tiga kelompok tani, (Sumur Bor, Kaju Naja O'a dan Sinar Harapan). Kelompok Sumur Bor beranggotakan 28 orang, melakukan pembuatan pupuk organik (6/01) dan pestisida organik (23/01). Sedangkan Kaju Naja O'a (21) melakukan pembuatan pupuk organik (25/01) sementara dalam proses fermentasi. Kelompok Sinar Harapan beranggotakan 30 Orang, pelajar SD dan SMP bersemangat melakukan pembuatan pupuk organik. Tujuan mereka agar membantu mereka dalam pembiayaan sekolah. Kegiatan-kegiatan ini difasilitasi oleh fasilitator WTM, wilayah kecamatan Magepanda.
Seusai kegiatan ini, Yohanes Moning (53) kader tani Desa Kolisia B, menyatakan bahwa pembuatan organik ini adalah motifasi bagi petani di wilayah ini. Karena kami di sini, orang harus melihat hasilnya. Bahwa kami selama ini dijajah dengan pembelian pupuk kimia yang mana kami harus menanggung biaya produksi yang mahal, ujarnya.
Lebih lanjut ia bercerita bahwa kelompok tani wilayah Kolisia B yang bukan dampingan WTM ingin pergi megambil pupuk urea tidak diberi karena katanya Kolisia B sudah buat pupuk organik. Ini menarik karena kami dibiasakan agar terus menjadikan organik sebagai pilihan petani.
Sedangkan menurut Erry, bahwa kelompok tani di Kolisia B memang awalnya sulit dikoordinasi. Tetapi berkat perjuangannya kemudian ada tiga (3) kelompok tani yang didampingi WTM. Ini menjadi peluang agar mendorong petani di sana menjadi petani organik dan lebih dari itu mereka bisa menjadi lebih baik sesuai dengan idaman mereka.
"Datanglah kepada rakyat, Tinggalah bersama mereka, dan mulailah dari apa yang mereka punya" (Lao Tse).
Sabtu, 30 Januari 2016
Kamis, 28 Januari 2016
EVALUASI BULANAN DAN KEPANITIAN HUT WTM
Herry, Erry dan Tinus sedang Mendengar sharing |
Dalam pengantar, Herry menegaskan bahwa kesibukan dalam mempersiapkan HUT WTM tidak menghalangi rutinitas kelembagaan. Evaluasi menjadi kewajiban yang harus dilakukan. Tanpa evaluasi, kita tidak mengetahui seberapa perkembangan di komunitas. Metode evaluasi yang digunakan adalah dengar pendapat dari para fasilitator lapangan dan staf WTM secara keseluruhan.
Erry Muda (Fasilitator lapangan) di wilayah kecamatan Magepanda. Ia menginformasikan bahwa setelah petani dalam penantian yang lama karena ketidakstabilan hujan, sekarang para petani sedang melakukan penanaman padi sawah, setelah hampir seminggu diguyur hujan terus. Pada kesempatan itu, ia menyampaikan mengenai beberapa aktifitas soal perlindungan kawasan air dimana warga berinisiasi melakukan penanaman pohon lokal di kawasan sumber mata air.
Berbeda dengan, Dedy Aleks Bambang (Fasilitator Lapangan) wilayah Kecamatan Tanawawo yang lebih menekankan soal petani peneliti. Bahwa keempat peneliti asal kecamatan Tanawawo telah melakukan penanaman pada blok penelitian mereka. Yang menarik bahwa pada persiapan dan penanaman warga utusan dari setiap kelompok dampingan di desa hadir dalam persiapan dan penanaman. Keterlibatan mereka merupakan bagian dari belajar bersama, demikian ujar putra batak yang tinggal di Dobonuapuu.
Sedangkan, Martinus Maju yang dikenal sebagai penjaga jantung puskolap Jiro-Jaro menekankan bahwa kendatipun dalam kesibukannya menyiapkan segala yang perlu tentang HUT WTM tetapi ia juga menyempatkan diri ke kampung-kampung. Ia lebih menekankan soal pendataan mata air lokal di desa agar diketahui dan kemudian direspons. Panas panjang tahun ini menjadi pembelajaran untuk perbaikan kualitas hutan terutama daerah penyanggah. Malah dengan lelucon ia katakan bahwa orang di dataran Mego punya jantung lagi kontrol oleh orang Poma dan Napu Gera. Kalau mereka nakal, maka yang ada di datara Mego akan mengalami banyak masalah terutama permasalah air.
Di sela-sela kegiatan itu juga hadir, Kristoforus Gregorius. Dari evaluasi itu ia menakankan bahwa kru WTM harus tampil dengan pendekatan yang menarik empati dan teknis usaha tani. Secara kelembagaan WTM telah memiliki kapasitas untuk itu. Karena itu diharapkan para fasilitator tidak ambigu dalam menyampaikan teknis. Karena itu kekuatan dan kekhasan WTM. Kita bukan pencatat data lapangan yang datang dan melaporkan jumlah anggota, tetapi kita hadir untuk membantu petani dalam menyelesaikan persoalan-persoalan yang dihadapi rakyat, demikian ujarnya.
Setelah itu, Herry mengajak untuk mengevaluasi kepantian HUT WTM. Dari hasil identifikasi persiapan, Herry yang selaku ketua Panitia Perayaan Syukur ke-20 WTM menyatakan bahwa persiapan disimpulkan sudah 70%. Karena itu, para kru WTM berjuang agar mensukseskan acara ini. Kita tidak mau, mengundang orang lalu persiapanya morat-marit, demikian ujar putra TTU.
Selain itu, disinggung juga mengenai perawatan varietas padi lokal yang sudah ditanam di kebun contoh WTM. Menurut Tinus, bahwa sudah dua kali dilakukan penanaman, kita berharap dengan normalnya hujan sekarang memberi pertumbuhan yang baik agar cita-cita WTM sebagai pusat belajar dan laboratorium benih padi tercapai.
Sabtu, 23 Januari 2016
KELOMPOK SINAR TANI LAKUKAN RAPAT EVALUASI TAHUNAN
Rapat Evaluasi Tahunan Kelompok Sinar Tani Lekebai (21/01) |
Wihelmus Wara (ketua kelompok) dalam sambutannya pada kegiatan yang dihadiri oleh 50-an rang ini menyatakan bahwa jumlah kelompok ini, kendati kecil jumlahnya tetapi mereka memiliki aktifitas yang menghidupi anggota, seperti: Usaha Tani, Simpan Pinjam dan lumbung pangan. Malah sekarang bersama Wahana Tani Mandiri (WTM) kerja sama dengan Miserior melakukan “penelitian kawin silang varietas padi” ujarnya.
Kelompok tani ini mempunya jaringan baik dari kabupaten dan Wahana Tani Mandiri dan kegiatan yang dilakukan bersama P4S Jiro-Jaro juga turut serta para anggota yang hadir membuat semakin menjadi bangga. Mereka banyak banyak mendapat informasi dan pengetahuan dan informasi yang baik. Kelompok ini banyak dikunjungi instansi-instansi pemerintah.
Rencana Kerja Kelompok Tani Sinar Tani Lekebai, untuk tahun 2016 sampai dengan pengolahan hasil minyak kelapa murni dan Penelitian kawin silang varietas padi lokal kerja sama dengan WTM (KN.3)
Kamis, 21 Januari 2016
Forum Peduli Penanggulangan Bencana Sikka Turun langsung lapangan
Setelah Forum Peduli Penanggulangan Bencana Kabupaten Sikka bertemu dengan Wakil Bupati SIkka (15/01), Paulus Nong Susar disepakati agar ada pertemuan koordinasi para pihak terutama instansi-instani yang berperan dalam penanggungalan bencana. Tetapi hingga hari ini agenda pertemuan koordinasi itu belum dijalankan padahal pengungsi sudah mengalami beberapa problem.
Karena itu, Forum yang diketuai Alex Armanjaya dan Sekretaris (Carolus Winfridus Keupung ini berinsiasi melakukan diskusi terbatas di Kantor Yayasan Flores Sejahtera, yang dihadiri oleh yaspem, PMI, WTM, Sares, Caritas Maumere, WVI dan Child Fund.
Dalam diskusi itu Adityo dari PMI mempresentasikan soal kondisi lapangan yang sedang terjadi. Bahwa di pengungsian itu permasalah yang ada itu banyak tetapi kami melihat bahwa persedian air sangat terbatas. Ada beberapa mata air yang sudah dicemarin. Ada tengki air yang dikirim tetapi hanya pergi antar dan pulang maumere, padahal bila tengki itu ada di sana pasti akan sangat membantu mereka, demikian ujarnya.
Dari presentasi itu kemudian forum menyepakati agar memberikan bantuan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki terutama pakaian dan susu untuk empat puluhan bayi, pembalut, makanan dll. Forum bertekad untuk mengantar langsung bantuan yang ada ke daerah pengungsian.
Karena itu, Forum yang diketuai Alex Armanjaya dan Sekretaris (Carolus Winfridus Keupung ini berinsiasi melakukan diskusi terbatas di Kantor Yayasan Flores Sejahtera, yang dihadiri oleh yaspem, PMI, WTM, Sares, Caritas Maumere, WVI dan Child Fund.
Dalam diskusi itu Adityo dari PMI mempresentasikan soal kondisi lapangan yang sedang terjadi. Bahwa di pengungsian itu permasalah yang ada itu banyak tetapi kami melihat bahwa persedian air sangat terbatas. Ada beberapa mata air yang sudah dicemarin. Ada tengki air yang dikirim tetapi hanya pergi antar dan pulang maumere, padahal bila tengki itu ada di sana pasti akan sangat membantu mereka, demikian ujarnya.
Dari presentasi itu kemudian forum menyepakati agar memberikan bantuan sesuai dengan kapasitas yang dimiliki terutama pakaian dan susu untuk empat puluhan bayi, pembalut, makanan dll. Forum bertekad untuk mengantar langsung bantuan yang ada ke daerah pengungsian.
KEMENTAN JANGAN HANYA UTAMAKAN KEPENTINGAN RAKYAT JAKARTA, HARUS NAIKAN HARGA SAPI DI NTT
Menanggapi berita ini, Carolus Winfridus Keupung Direktur Wahana Tani Mandiri menilai bahwa pertama-tama kami mengapreseasi kebijakan Kementrian Pertanian yang mana mulai memperhatikan kebutuhan riil masyarakat Indonesia, ujarnya.
Namun ada beberapa hal yang ini kami garis bawahi, diantaranya: pertama, Kementerian Pertanian dengan kebijakan pangkas rantai distribusi sapi NTT terkesan hanya melindungi para konsumen di Jakarta, tetapi tidak memberi perlindungan dan peningkatan kualitas hidup petani/peternak NTT. Padahal Kementrian Pertanian seharusnya menelurkan sebuah kebijakan dimana peternak NTT juga harus mendapatkan impak dari kebijakan tersebut. Bukan hanya sekedar mengantarpulaukan sapi atau membuka pasaran tetapi bagaimana dengan perlindungan bagi petani/peternak, demikian ujar mantan Direktur WALHI NTT
Lebih dari itu, aktifis yang sudah melanglang buana ini juga melihat bahwa Kementerian Pertanian belum memiliki kebijakan agar bagaimana menambah populasi sapi di NTT, karena bila hanya diutamakan adalah pendistribusian lalu bagaimana dengan proses produksi sapi di NTT agar berkelanjutan dalam jangka waktu yang panjang. Kuatinya bila ini tidak diperhatikan, hanya sekali kirim setelah itu tidak ada yang dikirim lagi. Padahal kita mau agar sapi dijadikan sebagai salah pendongkrak ekonomi di NTT ketika kekeringan panjang yang sedang dialami warga.
Senin, 18 Januari 2016
PESTISIDA ORGANIK DAN PEMANFAATANNYA
Salah satu penyebab menurunnya mutu dan jumlah hasil panen adalah serangan hama dan penyakit tanaman. Biasanya, hama dan penyakit menyerang tama,am di kebun dan juga hasil panen yang disimpan di lumbung.
Untuk mengatasi hal ini, kita dapat melakukan pengendalian hama dan penyakit dengan memanfaatkan bahan-bahan lokaldi sekitar kita. Informasi berikut ini merupakan pengalaman WTM bersama petani dampingannya dalam melakukan pembuatan dan pengendalian hama dengan menggunakan pestisida organik.
Pengertian:
Pestisida organik adalah bahan pengendalian hama dan penyakit tanaman yang diramu atau dibuat dari bahan tanaman lokal
Keunggulan/Keuntungan:
- Mampu mengendalikan berbagai jenis hama dan penyakit
- Murah karena bahan baku ramuan dapat diperoleh di kebun atau sekitar kampung
- Mudah pembuatannya (dapat dibuat sendiri)
- Dapat tersedia setiap saat
- Aman karena bahan dari tanaman yang diketahui
Parang, Pisau, Pemukul/Batu parut, lesung dan Alu, Ember bak, Gentong, Terpal/Karung, Tali, Masker, Kaos Tangan.
Bahan:
Ubi Gadung, Akar Tuba, dan Sejenisnya, Kulit rita, Daun Bunga terompet, Terung Hutan, (akar batang dan buah), daun dan batang sambiloto, Daun Bunga putih/Buah Paria, nimba, rimpang, kaliraga, bawang merah/putih, lombok, daun pepaya, kole, denu, neta, siri hutan, kecubung, pewau, tarung, kulit/biji mahoni, kusi dll. dari jenis tanaman apa saja yang terpienting bahan tersebut mengandung kadar racun.
Cara Pembuatan:
- Siapkan alat dan bahan pembuatan pestisida organik pada tempat yang telah disiapkan/ditentukan
- bahan yang berasal dari umbi dikupas kulitnya, yang berasal dari batang akar, rimpang, kulit dibersikan lalu dipotong kecil-kecil/dicincang atau dimemarkan dengan batu. Bahan yang dari daun-daun dibersihkan dari tangkainya lalu dicincang kemudian ditumbuk. Bahan-bahan tersebut ditaruh terpisah menurut jenisnya pada wadah tersebut ditaruh terpisah menurut jenisnya pada wadah yang telah disiapkan.
- Umbi Gadung diparus pada wadah yang tidak bocor
- bahan dari batang, akar, rimpang, kulit yang sudah disiapkan ditumbuk hingga halus atau dimemarkan sampai benar-benar halus.
- Bahan-bahan dari daun yang sudah dicincang, ditumbuk hingga halus lalu diperas ambil airnya. Air hanya dapat digunakan sebagai pemancing saat dilakukan pemerasan.
- Bawang merah, bawang putih, lombok diulak hingga benar-benar halus
- Masukan ubi gadung yang sdah diparut, air hasil perasaan dari daun-daun dimasukan ke dalam ember bak/gentong yang disiapkan untuk adonan bahan-bahan tersebut.
- Masukan sedikit demi sedikit bahan-bahan tersebut menurut jenisnya ke dalam bak adonan kemudian diaduk sampai merata.
- Ember bak/gentong berisi adonan tersebut, ditutup rapat dengan tutupannya atau bahan lain lalu diikat dengan tali.
- Simpanlah ember bak/gentong adonan tersebut pada tempat yang aman
- Adonan tersebut diperam selama 14 hari (2 minggu).
- Setelah 14 hari (2 Minggu) rendaman tersebut dibuka untuk diperas ambil airnya dan disaring.
Pengakiran:
- Bersihkan sisa-sisa bahan, dikumpulkan dan dibenamkan di sekitar tanaman.
- Cuci alta dan kembalikan pada tempat semula
- Simpan pestisida organik pada tempat yang aman
Pencegahan:
Gunakan pestisida organik dengan ukuran: 8 senduk makan berbanding/dicampurkan dengan 10 liter air
Penyemprotan dilakukan 2 kali dalam seminggu
Pemberantasan:
Gunakan pestisida organik dengan ukuran 10 senduk makna berbanding/dicampurkan dengan 10 liter air
Penyemprotan dilakukan 2 kali dalam seminggu
Jenis Hama yang dapat dikendalikan dengan pestisida organik:
- Hama putih yang menyerang tanaman pangan, hortikultura, dan tanaman perkebunan
- Penggerek batang yang menyerang padi
- Kutu hijau, kutu putih yang menyerang tanaman kopi
- Hama walang sangit yang menyerang tanaman padi
- Hama Helopeltis, penggerk buah dan pneggerek batang yang menyerang pada tanaman kakao
- Penyakit busuk akan dan jenis penyakit/hama lainnya yang menyerang tanaman
- Tidak boleh makan, minum dan merokok selama pembuatan pestisida dan penyemprotan
- Penyemprotan harus searah dengan arah angin
- Gunakan masker, kaus tangan, baju kaus lengan panjang
Pusat Pelatihan Pertanian dan Pedesaan Swadaya Jiro Jaro
Jl. Feondari, Tanali, Desa Bhera, Kecamatan Mego, Kab. Sikka 86153
email: wtmsikka@gmail.com
Hp: 081 339 407 729
Minggu, 17 Januari 2016
PUPUK BOKASI DAN MANFAATNYA
Bokasi
adalah Pupuk Organik yang terbentuk dari penguraian bahan organic
(Limbah Pertanian,kehutanan) dan kotoran ternak dengan bantuan
efektif mikroorganisme (EM4)
Manfaat
Bokasi:
- Meningkatkan kesuburan tanah dan produksi tanaman.
- Menggemburkan tanah yang keras/berat (Tanah Liat).
- Memiliki bau khas yang dapat menekan serangan hama penyakit.
Keunggulan
:
- Bahan bakunya mudah diperoleh dan murah harganya.
- Unsur haranya dapat bertahan dalam tanah.
- Cara pembuatannya mudah dan cepat.
- Tidak merusak lingkungan karena terbuat dari bahan alamiah.
Macam-macam
Pupuk Bokasi :
Bokasi
terdiri dari beberapa macam,tergantung pada banyaknya jumlah bahan
dasar yang mau dipakai.
antara
lain :
- Bokasi Jerami, Bahan dasarnya Jerami.
- Bokasi Sekam Padi, bahan dasarnya Sekam Padi.
- Bokasi Arang, bahan dasarnya Arang.
- Bokasi Pupuk kandang, bahan dasarnya kotoran Ternak.
- Bokasi Serbuk Kayu, bahan dasarnya Serbuk kayu.
- Bokasi Leguminose, bahan dasarnya dari daun-daun leguminose.
- Dll.
Dalam
Bokasi terdapat unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk pertumbuhan,
perkembangbiakan dan kesehatan tanaman, antara lain:
- Unsur Nitrogen (N): Merangsang pertumbuhan tunas,batang, dan daun. Dalam Bokasi ada pada daun-daun Leguminosa,Jerami,Sekam. Dalam pupuk Anorganik ada pada pupuk Urea.
- Unsur Pospor (P: merangsang pertumbuhan akar,pertumbuhan bunga dan buah.Dalam Bokasi ada pada abu dapur,Arang. Dalam pupuk Anorganik ada pada pupuk TSP.
- Unsur Kalium (K):meningkatkan ketahanan tanaman terhadap serangan hama/penyakit serta memperkuat serat batang agar tidak mudah rebah.Dalam Bokasi ada pada Kotoran Ternak. Dalam pupuk Anorganik ada pada pupuk KCL.
Alat
dan Bahan :
Alat
yang digunakan adalah :
Parang,Sekop,Pacul,
Ember, Karung.
- Bahan dasar (Jerami,Sekam,Kotoran ternak,Serbuk kayu,Arang,Daun legume dll) sebanyak @ 100 kg.Berdasarkan kebutuhan bahan dasar pembuatan Bokasi. Bahan lainnya sebanyak 25 - 50 kg.
- Gula pasir sebanyak 1 kg.
- EM4, sebaanyak 30 - 40 sendok makan.
- Air, sebanyak 300 liter ( Sesuai kebutuhan )
CARA
PEMBUATAN :
- Bahan dasar dari jerami padi,dipotong 3 - 4 cm.
- Sebarkan bahan dasar yang jumlahnya lebih banyak dari pada bagian pertama/bagian bawah, kemudian bahan dasar lainnya sesuai jumlah yang disiapkan.
- Larutkan gula dan EM4 dalam air
- Campurkan / aduklah jerami,kotoran ternak,daun legume atau bahan dasar lainnya secara merata
- Siramkan / percikan larutan EM4 secara perlahan-lahan pada adonan sambil mencampurkannya/membalikannya dengan sekop.Kandungan air sekitar 30 - 40 % atau dengan mengepal adonan tersebut dan apabila dilepas tidak terpisah (KENYAL).
- Sebarkan adonan tersebut di atas permukaan yang rata dengan ketinggian 15 - 20 cm dan ditutp dengan karung goni atau sejenisnya selama 7 hari.
- Selama Fermentasi berlangsung harus dijaga/diperiksa agar suhunya berkisar antara 40 - 50 derajat celcius.Tidak ada Termometer dapat menggunakan dengan cara meraba adonan tersebut,apabila panas maka harus dilakukanpembalikan/mengaduk kembali adonan tersebut agar suhunya turun dan apabila adonan tersebut hangat berarti suhunya normal.
PERUBAHAN IKLIM, PEREMPUAN DAN PENGELOLAAN SUMBER DAYA ALAM
"Hak Perempuan atas Anggaran untuk Menjamin Ketahanan Pangan dalam Menghadapi Dampak Negatif Perubahan Iklim" menarik untuk disimak sebagai wujud penghormatan terhadap hak perempuan dan advokasi kebijakan daerah untuk mendorong kemandirian pangan dengan mengutamakan pemulihan ekologi.
Satu dekade terakhir ini, Indonesia termasuk NTT terus digebuki banyak kejadian bencana. Menjadi topik yang dibicarakan media ataupun rakyat dalam lingkup mereka. Keberadaan wilayah Indonesia di antara pertemuan tiga lempeng tektonik (Eurosia, Pasifik dan Australia) menyebabkan Indonesia rawan akan berbagai jenis bencana. Beberapa pengalaman kebencanaan kemudian mendorong negara untuk memproduksi landasan normatif mengatur penanggulangan bencana. Kemudian dipertegas dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, diturunkan dalam berbagai peraturan pelaksana lainnya.
Hal ini menunjukkan pemerintah serius dan komit dalam upaya penanggulangan bencana. Walau kenyataan, komitmen ini banyak digugat karena korban bencana masih tinggi. Artinya bahwa aturan yang ada tidak untuk mencegah terjadinya bencana, tetapi menjadi sistem dan mekanisme untuk mengurangi dampak, yang seharusnya termasuk menghadapi dampak perubahan iklim.
Perubahan Iklim dan Kebijakan Pangan
Bicara perubahan iklim berarti kita bicara lingkungan, yang saat ini dipenuhi masalah kalau tidak mau dikatakan krisis lingkungan. Akar masalahnya, bagi Indonesia dan NTT pada khususnya disebabkan belum maksimalnya kebijakan pengurusan sumberdaya alam. Ada kesan, yang dimandati mengurus sumberdaya alam lebih mengedepankan kepentingan ekonomi daripada kepentingan ekologi, sosial dan budaya. Akibatnya, kelompok tertentu saja yang menguasai keuntungan pengelolaan sumberdaya alam. Hak Pengelolaan Hutan (HPH), Kontrak Karya Pertambangan, Hak Pengelolaan Pesisir dan Perikanan (HP3), dan sebagainya adalah mekanisme formal untuk mengeksploitasi sumberdaya alam mulai dari pegunungan, hutan, perkebunan, pemukiman, pesisir, dan laut atas nama investasi.
Masyarakat sekitar lokasi-lokasi konsesi sumberdaya alam pada umumnya tidak banyak dilibatkan dalam pengelolaan. Dalam banyak kasus, mereka menjadi korban penggusuran, pemaksaan dan pelanggaran HAM. Sumber-sumber penghidupan rakyat diposisikan sebagai sumberdaya yang hanya dikuasai negara. Rakyat dijadikan sebagai subyek penonton kebijakan, partisipasi rakyat diabaikan.
Faktanya, seluruh proses ini sangat lamban menghantar rakyat menuju kesejahteraan. Sektor pertanian, peternakan dan pariwisata yang bersentuhan dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat gagal dikembangkan. Praktek pertanian dan peternakan yang ada di hampir semua wilayah NTT bukan hasil pembekalan atau pelatihan karena perkembangan teknologi, tetapi warisan nenek moyang. Lalu, ada persoalan dengan 'perladangan gilir balik' yang katanya merusak lingkungan. Sebaliknya, sistem pertanian ini diakui oleh sebagian besar masyarakat NTT, setelah mempelajari perilaku lingkungan. Lahan dikelola, kemudian dilepas untuk mengembalikan kesuburan tanah, dan dikelola lagi setelah beberapa tahun.
Dalam konteks sekarang, perladangan 'gilir balik' ini tidak kontekstual karena pertambahan penduduk yang akan berpengaruh pada jarak, waktu, dan luas lahan garapan. Sejajar dengan Thomas Robert Maltus dalam essay on population yang berteori bahwa pertambahan penduduk berpola deret ukur, sedangkan pertumbuhan pangan berpola deret hitung. Karena itu, pada suatu keadaan jumlah penduduk lebih besar dari pasokan pangan dan kelaparan menjadi sebuah keniscayaan.
Permasalahan inilah yang mesti dijawab dalam pengembangan pertanian di wilayah NTT, sehingga petani tidak divonis salah tanpa sebuah solusi. Bukankah, kita memiliki penyuluh pertanian yang mampu memberi alternatif solusi? Lebih parah lagi jika alokasi budget bagi sektor-sektor ini jauh di bawah sektor-sektor lain. Terkesan sekadar melakukan seremoni food summit yang belum ada hasilnya. Julukan propinsi jagung masih menuai gagal panen. Dan tanpa didasari pada sebuah evaluasi program dan kajian yang eviden, Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTT harus meminta beras 3900 ton kepada pemerintah pusat untuk mengatasi krisis pangan NTT. Ironis propinsi jagung diinfus beras.
Menghindari perdebatan panjang, kita lalu 'menjual' hak kelola SDA pada pemilik modal dalam negeri maupun asing, melalui investasi pertambangan dan berbagai eksploitasi lainnya. Di mana-mana ada pertambangan, seakan menjadi leading sektor dari sektor pertanian, peternakan, pariwisata yang puluhan tahun menghidupi NTT. Bahwa rendahnya pendapatan dari beberapa sektor ini akan ditutupi dengan investasi pertambangan dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pemkab TTU mengeluarkan 82 Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Mangan yang akan melahap habis lahan pertanian rakyat. Manggarai telah mengeluarkan 28 SK Pertambangan yang bisa menggusur tanaman kopi unggulan. Pemkab Manggarai Barat 8 SK Pertambangan yang dapat berdampak pada rusaknya keindahan Labuan Bajo dan pulau-pulaunya. Padahal, spesies komodo yang langka ini sedang dipromosikan menjadi the seven wonders di dunia, yang telah terbukti menghadirkan 2500 wisatawan asing menghadiri Natal sekaligus berwisata di Labuan Bajo (Pos Kupang, 28/12/2009). Gubernur NTT mengeluarkan SK No. 14/2008 tentang Penyelidikan Umum yang melintasi 4 kabupaten di Pulau Sumba dan melakukan MoU (Memorandum of Understanding) dengan beberapa investor untuk melakukan pertambangan di beberapa kabupaten di Pulau Timor.
Sementara menyikapi bencana banjir di desa Skinu, Kabupaten TTS, diimbau agar masyarakat menjaga kelestarian lingkungan. Atau dalam kasus pencemaran Laut Timor oleh Perusahaan Montara, kita berjuang untuk ganti rugi atas kerusakan biota laut akibat pencemaran tersebut. Apakah, perjuangan ini sungguh dilandasi oleh gagasan pemulihan ekologi?
Melalui skema ekonomi neo-liberal, secara politik kita sedang menyerahkan sebagian besar kekuasaan kepada pemilik modal. Pemodal akan dapat mengatur peruntukan pengelolaan sumberdaya alam untuk kepentingan mereka. Sektor swasta dengan mudah menyetir/mengontrol kebijakan-kebijakan pengelolaan sumberdaya alam. Yang tidak disadari, skenario ini tamak, dan akan dengan gampang masuk pada kondisi daerah yang memiliki sistem buruk, korupsi merajalela, managemen terpusat, kurangnya strategi pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan, kurangnya kesadaran politik dan publik, institusi-intitusi yang sukar beradaptasi satu sama lain, kegagalan mengikutsertakan para pihak dalam pengambilan dan implementasi keputusan, serta mandeknya penegakan hukum. Hal-hal inilah yang menyebabkan degradasi lingkungan semakin tidak terkendali.
Pengelolaan Sumber Daya Alam
Pra-syarat yang perlu dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan adalah adanya kebutuhan melakukan pendekatan bioregion untuk keberlanjutan dan keselamatan manusia. Undang-undang Pengelolaan Sumberdaya Alam telah disetujui dan diimplementasikan untuk mengakhiri pengelolaan sektoral dan administratif. Kebutuhan mendasar umat manusia akan sumber pangan, kesehatan, dan pendidikan perlu dikedepankan dengan tetap mengakui kearifan lokal masyarakat yang selama ini eksis di berbagai tempat di Indonesia dan NTT pada khususnya.
Karena itu, dalam pengelolaan sumber daya alam (PSDA) pemerintah hendaknya memperhatikan beberapa pilar. Pertama, pertimbangan ekologi hendaknya menjadi poros kebijakan lingkungan yang bercita-cita mengurangi dampak buruk aktivitas manusia. Bukan sekadar menyelamatkan kehidupan manusia melainkan mengubah pola pikir antroposentrik yang mendudukkan manusia sebagai pusat segalanya dan segala potensi pun dipersembahkan baginya.
Kedua, keadilan sosial (social equality dan economic justice) hendaknya dicerminkan sebagai penolakan terhadap berbagai diskriminasi yang dilahirkan misalnya: perjuangan kelas, gender, etnisitas. Dan ketidakadilan sosial menjadi sumber perusakan lingkungan hidup.
Ketiga, kerakyatan. Artinya pengelolaan sumberdaya alam hendaknya memposisikan rakyat sebagai penikmat, tidak dipinggirkan dari proses-proses kebijakan terutama yang berkorelasi dengan akses dan kontrol.
Keempat, pengelolaan sumberdaya alam hendaknya mengaktifkan dan menyeimbangkan feeling, acting, dan thinking. Setiap individu bisa merasakan nilai keagungan inisiasinya. Secara konseptual ini didorong untuk melahirkan visi bersama dengan memahami apa yang menjadi penting (definisi) serta menemukan dan mengapresiasi apa yang telah ada dan tentunya itu terbaik (discovery), menemukan apa yang semestinya ada (dream), menstrukturkan apa yang ada (design) dan merawatnya hingga menjadi ada (destiny) sehingga hasilnya akan melampaui dari apa yang dinginkan dan sangat sinergi dengan konteks realitas dalam kehidupan.
Perempuan dan Kebijakan Pangan
Dalam berbagai kenyataan masih terjadi ketidakkesetaraan gender. Seharusnya, perempuan adalah subyek dalam realitas kehidupan manusia, namun masih diposisikan sebagai warga kelas dua. Hak perempuan seringkali dilanggar dan dipinggirkan. Beberapa argumentasi yang mendukung kondisi ini, antara lain daerah (baca:NTT) dipengaruhi oleh budaya patriarki, di mana laki-laki menjadi kunci dalam pengambilan keputusan baik konteks rumah tangga maupun masyarakat. Atau, budaya yang cenderung 'male cauvanistic' di mana kaum laki-laki masih menganggap dan dianggap sebagai makhluk yang kuat dan superior.
Dari pengalaman pelatihan pengurangan resiko bencana dalam perspektif gender yang dilakukan Wahana Tani Mandiri (WTM) kerja sama dengan Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS), pada April 2009, ternyata peranan perempuan sangat minim dibanding dengan kaum laki-laki. Laki-laki seolah penguasa mulai dari kepemilikan aset hingga tataran kebijakan. Padahal dari sisi peran, perempuan memiliki beban kerja yang sangat tinggi, mulai dari mengurus rumah tangga hingga urusan produksi. Perempuan tidak dilibatkan dalam proses pembahasan kepemilikan lahan, pengelolaan dan diskusi-diskusi perencanaan pembangunan. Kalau pun ada, hanya menjadi pelengkap administrasi.
Perempuan harus memiliki akses dan kontrol terhadap kebijakan pangan yang memihak kepada peningkatan daya tahan perempuan menghadapi dampak buruk perubahan iklim. Menguatnya ketahanan pangan perempuan (juga rumah tangga miskin dan petani) sepatutnya menjadi prioritas kebijakan pangan, karena kelompok inilah yang paling merasakan dampak krisis pangan dan harga pangan karena anomali iklim yang terjadi.
Satu dekade terakhir ini, Indonesia termasuk NTT terus digebuki banyak kejadian bencana. Menjadi topik yang dibicarakan media ataupun rakyat dalam lingkup mereka. Keberadaan wilayah Indonesia di antara pertemuan tiga lempeng tektonik (Eurosia, Pasifik dan Australia) menyebabkan Indonesia rawan akan berbagai jenis bencana. Beberapa pengalaman kebencanaan kemudian mendorong negara untuk memproduksi landasan normatif mengatur penanggulangan bencana. Kemudian dipertegas dalam Undang-Undang No. 24 Tahun 2007 tentang Penanggulangan Bencana, diturunkan dalam berbagai peraturan pelaksana lainnya.
Hal ini menunjukkan pemerintah serius dan komit dalam upaya penanggulangan bencana. Walau kenyataan, komitmen ini banyak digugat karena korban bencana masih tinggi. Artinya bahwa aturan yang ada tidak untuk mencegah terjadinya bencana, tetapi menjadi sistem dan mekanisme untuk mengurangi dampak, yang seharusnya termasuk menghadapi dampak perubahan iklim.
Perubahan Iklim dan Kebijakan Pangan
Bicara perubahan iklim berarti kita bicara lingkungan, yang saat ini dipenuhi masalah kalau tidak mau dikatakan krisis lingkungan. Akar masalahnya, bagi Indonesia dan NTT pada khususnya disebabkan belum maksimalnya kebijakan pengurusan sumberdaya alam. Ada kesan, yang dimandati mengurus sumberdaya alam lebih mengedepankan kepentingan ekonomi daripada kepentingan ekologi, sosial dan budaya. Akibatnya, kelompok tertentu saja yang menguasai keuntungan pengelolaan sumberdaya alam. Hak Pengelolaan Hutan (HPH), Kontrak Karya Pertambangan, Hak Pengelolaan Pesisir dan Perikanan (HP3), dan sebagainya adalah mekanisme formal untuk mengeksploitasi sumberdaya alam mulai dari pegunungan, hutan, perkebunan, pemukiman, pesisir, dan laut atas nama investasi.
Masyarakat sekitar lokasi-lokasi konsesi sumberdaya alam pada umumnya tidak banyak dilibatkan dalam pengelolaan. Dalam banyak kasus, mereka menjadi korban penggusuran, pemaksaan dan pelanggaran HAM. Sumber-sumber penghidupan rakyat diposisikan sebagai sumberdaya yang hanya dikuasai negara. Rakyat dijadikan sebagai subyek penonton kebijakan, partisipasi rakyat diabaikan.
Faktanya, seluruh proses ini sangat lamban menghantar rakyat menuju kesejahteraan. Sektor pertanian, peternakan dan pariwisata yang bersentuhan dengan kebutuhan dan kepentingan rakyat gagal dikembangkan. Praktek pertanian dan peternakan yang ada di hampir semua wilayah NTT bukan hasil pembekalan atau pelatihan karena perkembangan teknologi, tetapi warisan nenek moyang. Lalu, ada persoalan dengan 'perladangan gilir balik' yang katanya merusak lingkungan. Sebaliknya, sistem pertanian ini diakui oleh sebagian besar masyarakat NTT, setelah mempelajari perilaku lingkungan. Lahan dikelola, kemudian dilepas untuk mengembalikan kesuburan tanah, dan dikelola lagi setelah beberapa tahun.
Dalam konteks sekarang, perladangan 'gilir balik' ini tidak kontekstual karena pertambahan penduduk yang akan berpengaruh pada jarak, waktu, dan luas lahan garapan. Sejajar dengan Thomas Robert Maltus dalam essay on population yang berteori bahwa pertambahan penduduk berpola deret ukur, sedangkan pertumbuhan pangan berpola deret hitung. Karena itu, pada suatu keadaan jumlah penduduk lebih besar dari pasokan pangan dan kelaparan menjadi sebuah keniscayaan.
Permasalahan inilah yang mesti dijawab dalam pengembangan pertanian di wilayah NTT, sehingga petani tidak divonis salah tanpa sebuah solusi. Bukankah, kita memiliki penyuluh pertanian yang mampu memberi alternatif solusi? Lebih parah lagi jika alokasi budget bagi sektor-sektor ini jauh di bawah sektor-sektor lain. Terkesan sekadar melakukan seremoni food summit yang belum ada hasilnya. Julukan propinsi jagung masih menuai gagal panen. Dan tanpa didasari pada sebuah evaluasi program dan kajian yang eviden, Badan Ketahanan Pangan Provinsi NTT harus meminta beras 3900 ton kepada pemerintah pusat untuk mengatasi krisis pangan NTT. Ironis propinsi jagung diinfus beras.
Menghindari perdebatan panjang, kita lalu 'menjual' hak kelola SDA pada pemilik modal dalam negeri maupun asing, melalui investasi pertambangan dan berbagai eksploitasi lainnya. Di mana-mana ada pertambangan, seakan menjadi leading sektor dari sektor pertanian, peternakan, pariwisata yang puluhan tahun menghidupi NTT. Bahwa rendahnya pendapatan dari beberapa sektor ini akan ditutupi dengan investasi pertambangan dan meningkatkan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Pemkab TTU mengeluarkan 82 Ijin Usaha Pertambangan (IUP) Mangan yang akan melahap habis lahan pertanian rakyat. Manggarai telah mengeluarkan 28 SK Pertambangan yang bisa menggusur tanaman kopi unggulan. Pemkab Manggarai Barat 8 SK Pertambangan yang dapat berdampak pada rusaknya keindahan Labuan Bajo dan pulau-pulaunya. Padahal, spesies komodo yang langka ini sedang dipromosikan menjadi the seven wonders di dunia, yang telah terbukti menghadirkan 2500 wisatawan asing menghadiri Natal sekaligus berwisata di Labuan Bajo (Pos Kupang, 28/12/2009). Gubernur NTT mengeluarkan SK No. 14/2008 tentang Penyelidikan Umum yang melintasi 4 kabupaten di Pulau Sumba dan melakukan MoU (Memorandum of Understanding) dengan beberapa investor untuk melakukan pertambangan di beberapa kabupaten di Pulau Timor.
Sementara menyikapi bencana banjir di desa Skinu, Kabupaten TTS, diimbau agar masyarakat menjaga kelestarian lingkungan. Atau dalam kasus pencemaran Laut Timor oleh Perusahaan Montara, kita berjuang untuk ganti rugi atas kerusakan biota laut akibat pencemaran tersebut. Apakah, perjuangan ini sungguh dilandasi oleh gagasan pemulihan ekologi?
Melalui skema ekonomi neo-liberal, secara politik kita sedang menyerahkan sebagian besar kekuasaan kepada pemilik modal. Pemodal akan dapat mengatur peruntukan pengelolaan sumberdaya alam untuk kepentingan mereka. Sektor swasta dengan mudah menyetir/mengontrol kebijakan-kebijakan pengelolaan sumberdaya alam. Yang tidak disadari, skenario ini tamak, dan akan dengan gampang masuk pada kondisi daerah yang memiliki sistem buruk, korupsi merajalela, managemen terpusat, kurangnya strategi pengelolaan sumberdaya alam berkelanjutan, kurangnya kesadaran politik dan publik, institusi-intitusi yang sukar beradaptasi satu sama lain, kegagalan mengikutsertakan para pihak dalam pengambilan dan implementasi keputusan, serta mandeknya penegakan hukum. Hal-hal inilah yang menyebabkan degradasi lingkungan semakin tidak terkendali.
Pengelolaan Sumber Daya Alam
Pra-syarat yang perlu dilakukan dalam pengelolaan sumberdaya alam yang berkeadilan dan berkelanjutan adalah adanya kebutuhan melakukan pendekatan bioregion untuk keberlanjutan dan keselamatan manusia. Undang-undang Pengelolaan Sumberdaya Alam telah disetujui dan diimplementasikan untuk mengakhiri pengelolaan sektoral dan administratif. Kebutuhan mendasar umat manusia akan sumber pangan, kesehatan, dan pendidikan perlu dikedepankan dengan tetap mengakui kearifan lokal masyarakat yang selama ini eksis di berbagai tempat di Indonesia dan NTT pada khususnya.
Karena itu, dalam pengelolaan sumber daya alam (PSDA) pemerintah hendaknya memperhatikan beberapa pilar. Pertama, pertimbangan ekologi hendaknya menjadi poros kebijakan lingkungan yang bercita-cita mengurangi dampak buruk aktivitas manusia. Bukan sekadar menyelamatkan kehidupan manusia melainkan mengubah pola pikir antroposentrik yang mendudukkan manusia sebagai pusat segalanya dan segala potensi pun dipersembahkan baginya.
Kedua, keadilan sosial (social equality dan economic justice) hendaknya dicerminkan sebagai penolakan terhadap berbagai diskriminasi yang dilahirkan misalnya: perjuangan kelas, gender, etnisitas. Dan ketidakadilan sosial menjadi sumber perusakan lingkungan hidup.
Ketiga, kerakyatan. Artinya pengelolaan sumberdaya alam hendaknya memposisikan rakyat sebagai penikmat, tidak dipinggirkan dari proses-proses kebijakan terutama yang berkorelasi dengan akses dan kontrol.
Keempat, pengelolaan sumberdaya alam hendaknya mengaktifkan dan menyeimbangkan feeling, acting, dan thinking. Setiap individu bisa merasakan nilai keagungan inisiasinya. Secara konseptual ini didorong untuk melahirkan visi bersama dengan memahami apa yang menjadi penting (definisi) serta menemukan dan mengapresiasi apa yang telah ada dan tentunya itu terbaik (discovery), menemukan apa yang semestinya ada (dream), menstrukturkan apa yang ada (design) dan merawatnya hingga menjadi ada (destiny) sehingga hasilnya akan melampaui dari apa yang dinginkan dan sangat sinergi dengan konteks realitas dalam kehidupan.
Perempuan dan Kebijakan Pangan
Dalam berbagai kenyataan masih terjadi ketidakkesetaraan gender. Seharusnya, perempuan adalah subyek dalam realitas kehidupan manusia, namun masih diposisikan sebagai warga kelas dua. Hak perempuan seringkali dilanggar dan dipinggirkan. Beberapa argumentasi yang mendukung kondisi ini, antara lain daerah (baca:NTT) dipengaruhi oleh budaya patriarki, di mana laki-laki menjadi kunci dalam pengambilan keputusan baik konteks rumah tangga maupun masyarakat. Atau, budaya yang cenderung 'male cauvanistic' di mana kaum laki-laki masih menganggap dan dianggap sebagai makhluk yang kuat dan superior.
Dari pengalaman pelatihan pengurangan resiko bencana dalam perspektif gender yang dilakukan Wahana Tani Mandiri (WTM) kerja sama dengan Yayasan Pengkajian dan Pengembangan Sosial (YPPS), pada April 2009, ternyata peranan perempuan sangat minim dibanding dengan kaum laki-laki. Laki-laki seolah penguasa mulai dari kepemilikan aset hingga tataran kebijakan. Padahal dari sisi peran, perempuan memiliki beban kerja yang sangat tinggi, mulai dari mengurus rumah tangga hingga urusan produksi. Perempuan tidak dilibatkan dalam proses pembahasan kepemilikan lahan, pengelolaan dan diskusi-diskusi perencanaan pembangunan. Kalau pun ada, hanya menjadi pelengkap administrasi.
Perempuan harus memiliki akses dan kontrol terhadap kebijakan pangan yang memihak kepada peningkatan daya tahan perempuan menghadapi dampak buruk perubahan iklim. Menguatnya ketahanan pangan perempuan (juga rumah tangga miskin dan petani) sepatutnya menjadi prioritas kebijakan pangan, karena kelompok inilah yang paling merasakan dampak krisis pangan dan harga pangan karena anomali iklim yang terjadi.
Franto: Kader Tani Woloboa, Desa Rero Roja
Franto Sedang Menghadiri Pertemuan Kader di Puskolap Jiro Jaro |
Sejak bulan April 2014, Om Franto resmi bergabung menjadi kader tani dampingan WTM. Keinginannya untuk menjadi kader tani sebenarnya sudah sejak lama ketika ia mendengar informasi tentang pola pendampingan WTM dari temannya yang sudah lebih dahulu bergabung menjadi kader tani dampingan WTM. Dari seutaian cerita kawan-kawannya, Ia kemudian merasa tertarik dengan berbagai ide dan terobosan WTM yang syarat dengan gagasan inovatif, terlebih pada pola pertanian organik. Keinginannnya, bagai sebuah mimpi yang menjadi kenyataan ketika dua staf WTM mengunjungi kediamannya pada awal April 2014.
Setelah bergabung menjadi kader tani, beliau mengaku senang karena banyak hal yang diperoleh dari pendampingan WTM. Hal ini terbukti dengan pencapaian yang ia alami. Semangatnya sebagai petani semakin membara. Ia kemudian melakukan terobosan-terobosan demi meningkatkan kesejahteraan keluarga dan kelompok tani mereka. Banyak hal yang telah mereka jalani untuk mendukung hal tersebut adalah berbagai terobosan seperti arisan ayam, arisan pisang, arisan kambing, kelapa dan kakao.
Selain itu, ayah dua anak ini mengaku lebih berbangga karena sejak dia bergabung dengan WTM, pemahamannya tentang pertanian yang baik dan selaras alam semakin meningkat. Ia pun segera membanting stir dari pola pertanian lama yang bergantung penuh pada pertanian an-organik (kimia) ke pertanian organik. Beliau selalu memotifasi teman-temannya untuk mengikuti pola pertanian organik, karena bagi pria bertubuh tegap ini, pertanian organik jauh lebih baik dan menguntungkan. Lebih lanjut anggota BPD desa Reroroja ini mempunyai cita-cita membentuk sebuah wadah untuk menampung berbagai aspirasi masyarakat tani yang berskala nasional yang akan ia beri nama Organisasi Rakyat Nasional.
Guru PAUD pun terlibat Bersama Petani
Regina Seno yang biasa disapa kerabat dekatnya dengan nama Gina. Ia lahir di sebuah dusun kecil Duli, desa Reroroja, Kecamatan Magepanda pada tanggal 3 Agustus 1984. Regina seno dikarunia 2 orang anak seorang putra dan seorang putri.
Sejak masa muda, ia sudah tekun bekerja membantu orangtuanya untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga, atau boleh dikatakan sebelum menikah ia sudah jadi petani. Pengalaman sebagai seorang petani membawa berkah yang melimpah. Karena menurut ibu 2 anak ini hidup tidak susah, mau makan tinggal pergi ambil, tidak repot-repot untuk beli. Walaupun hanya tanam dan panen tetapi hasilnya bisa untuk dinikmati.
Ia tergabung dalam kelompok tani “Sedang Mekar” pada tanggal 02 Juni 2014. Kelompok yang paling aktif untuk kelompok perempuan tani di desa Magepanda. Di kelompok ini, Gina sebagai ketua kelompok yang memimpin 11 personil anggota kaum hawa yang sudah berusia lanjut. Sosok Gina tidak asing lagi bagi kalangan teman-teman kader dan staf WTM. Kemampuan memfasilitasi cukup baik. Banyak peran yang dijalaninya, bukan saja sebagai kader tani tetapi juga seorang Guru PAUD yang mengabdi di desa kelahirannya.
Sejak bergabung dengan WTM banyak hal yang ia dan kelompoknya temukan terutama dalam model teknis usaha tani dan manajemen kelompok. Dari situ ia pun belajar bagaimana mengembangan sistem pola tani yang benar dan tepat. Motivasi yang terus menerus membawa dampak yang cukup baik bagi anggota kelompoknya.
Dalam setiap diskusi selalu menyampaikan tentang bagaimana petani bisa merawat kebunnya sendiri sehingga hasil panennya bisa mencukupi. Menjadi anggota harus bekerjasama dalam setiap kegiatan, selalu kompak agar tujuan dapat tercapai. Banyak hal yang sudah dilakukan bersama anggotanya seperti mempratekkan pupuk dan pestisida organik, dan berbagai kegiatan swadaya diantaranya swadaya pembuatan kandang ayam, swadaya pelihara ayam, tanam sayur, swadaya pembibitan kakao, tanam kelapa, mahoni dan jati putih.
Menurutnya, yang paling penting solusi untuk mengatasi kemarau panjang itu hanya bisa diatasi dengan bahan organik selalu disampaikan dalam setiap pertemuan kelompok.
Setelah mengetahui teknik yang sebenarnya ia pun mulai menekuni tanam sayur di lahan yang berada di belakang rumahnya. Seperti biasanya yang dibudidayakan adalah sawi hijo, kangkung, kacang panjang dan terung semata-mata untuk dikonsumsi sehari-hari. Di lahan sawah yang luasnya kurang lebih ¾ ha ini yang merupakan warisan dari mertuanya ditanami padi dan kacang hijau, kira-kira 12 karung penuh di dapatnya. Hasil panennya sebagian untuk dimakan sebagiannya lagi untuk dijual. Untuk usaha ayam kampong setiap bulan pemasukan yang ia terima rata-rata sekitar Rp.150.000 sampai Rp.500.000. Ayam langsung dijual ke pasar ada juga pembeli langsung dating ke rumah. Regina mengakui bahwa metode pendampingan ini sangat berbeda dari pengalaman pendampingan yang pernah diikutinya.
Gina dan kawan-kawannya merasa sangat tertarik bergabung bersama WTM. Aktifitas yang ditekuni di kebunnya begitu tinggi. Kotoran ternak dan daun-daun hijau menjadi makanan rutin bagi tanah dan tanamannya. Karena keaktifannya sebagai kader tani, sehingga anggota kaum hawa pun dengan antusias menerapkan teknis pola tani di kebun mereka masing-masing. Hasil yang dicapai pun tidak meleset jauh dengan panenan yang ada di lahannya.
Diakuinya, bahwa dahulunya menjadi petani tenaga yang dikeluarkan begitu-begitu saja tetapi sekarang benar-benar terfokus untuk tanam, rawat, makan dan jual. Waktu yang ada lebih banyak digunakan untuk mengurus kebunnya. Sepertinya Kebun menjadi urusan nomor satu baginya. Untuk pupuk dan obat pembasmi hama, bagi kelompok Sedang Mekar sangat tidak sulit didapat, tinggal saja ambil, diracik dan disemprot ke tanaman dengan teknik yang ditentukan. (EM - Tim KN3)
Sejak masa muda, ia sudah tekun bekerja membantu orangtuanya untuk mencukupi kebutuhan hidup keluarga, atau boleh dikatakan sebelum menikah ia sudah jadi petani. Pengalaman sebagai seorang petani membawa berkah yang melimpah. Karena menurut ibu 2 anak ini hidup tidak susah, mau makan tinggal pergi ambil, tidak repot-repot untuk beli. Walaupun hanya tanam dan panen tetapi hasilnya bisa untuk dinikmati.
Ia tergabung dalam kelompok tani “Sedang Mekar” pada tanggal 02 Juni 2014. Kelompok yang paling aktif untuk kelompok perempuan tani di desa Magepanda. Di kelompok ini, Gina sebagai ketua kelompok yang memimpin 11 personil anggota kaum hawa yang sudah berusia lanjut. Sosok Gina tidak asing lagi bagi kalangan teman-teman kader dan staf WTM. Kemampuan memfasilitasi cukup baik. Banyak peran yang dijalaninya, bukan saja sebagai kader tani tetapi juga seorang Guru PAUD yang mengabdi di desa kelahirannya.
Sejak bergabung dengan WTM banyak hal yang ia dan kelompoknya temukan terutama dalam model teknis usaha tani dan manajemen kelompok. Dari situ ia pun belajar bagaimana mengembangan sistem pola tani yang benar dan tepat. Motivasi yang terus menerus membawa dampak yang cukup baik bagi anggota kelompoknya.
Dalam setiap diskusi selalu menyampaikan tentang bagaimana petani bisa merawat kebunnya sendiri sehingga hasil panennya bisa mencukupi. Menjadi anggota harus bekerjasama dalam setiap kegiatan, selalu kompak agar tujuan dapat tercapai. Banyak hal yang sudah dilakukan bersama anggotanya seperti mempratekkan pupuk dan pestisida organik, dan berbagai kegiatan swadaya diantaranya swadaya pembuatan kandang ayam, swadaya pelihara ayam, tanam sayur, swadaya pembibitan kakao, tanam kelapa, mahoni dan jati putih.
Menurutnya, yang paling penting solusi untuk mengatasi kemarau panjang itu hanya bisa diatasi dengan bahan organik selalu disampaikan dalam setiap pertemuan kelompok.
Setelah mengetahui teknik yang sebenarnya ia pun mulai menekuni tanam sayur di lahan yang berada di belakang rumahnya. Seperti biasanya yang dibudidayakan adalah sawi hijo, kangkung, kacang panjang dan terung semata-mata untuk dikonsumsi sehari-hari. Di lahan sawah yang luasnya kurang lebih ¾ ha ini yang merupakan warisan dari mertuanya ditanami padi dan kacang hijau, kira-kira 12 karung penuh di dapatnya. Hasil panennya sebagian untuk dimakan sebagiannya lagi untuk dijual. Untuk usaha ayam kampong setiap bulan pemasukan yang ia terima rata-rata sekitar Rp.150.000 sampai Rp.500.000. Ayam langsung dijual ke pasar ada juga pembeli langsung dating ke rumah. Regina mengakui bahwa metode pendampingan ini sangat berbeda dari pengalaman pendampingan yang pernah diikutinya.
Gina dan kawan-kawannya merasa sangat tertarik bergabung bersama WTM. Aktifitas yang ditekuni di kebunnya begitu tinggi. Kotoran ternak dan daun-daun hijau menjadi makanan rutin bagi tanah dan tanamannya. Karena keaktifannya sebagai kader tani, sehingga anggota kaum hawa pun dengan antusias menerapkan teknis pola tani di kebun mereka masing-masing. Hasil yang dicapai pun tidak meleset jauh dengan panenan yang ada di lahannya.
Diakuinya, bahwa dahulunya menjadi petani tenaga yang dikeluarkan begitu-begitu saja tetapi sekarang benar-benar terfokus untuk tanam, rawat, makan dan jual. Waktu yang ada lebih banyak digunakan untuk mengurus kebunnya. Sepertinya Kebun menjadi urusan nomor satu baginya. Untuk pupuk dan obat pembasmi hama, bagi kelompok Sedang Mekar sangat tidak sulit didapat, tinggal saja ambil, diracik dan disemprot ke tanaman dengan teknik yang ditentukan. (EM - Tim KN3)
PUPUK CAIR DAN MANFAATNYA
Para petani sedang melakukan pembuatan pupuk cair di Puskolap Jiro-jaro |
Pupuk
Cair merupakan salah satu jenis pupuk organik
yang sangat baik untuk mengatasi terbatasnya daya dukung lahan dan
kurangnya kesuburan tanah. Pupuk jenis ini memiliki keunggulan antara
lain Bahannya mudah di peroleh,cepat tersedia dan cepat di serap oleh
tanaman.
Informasi
berikut merupakan pengalaman WTM bersama petani dampingannya dalam
melakukan Pembuatan dan Ujicoba Penggunaan Pupuk Cair.
Pupuk
Cair adalah Pupuk yang berbentuk cairan ,yang diperoleh dari proses
pembusukan daun-daun Leguminosa ( Gamal,Turi,Lamtoro,
Kaliandra,dll) dan Kotoran Ternak serta daun Rumput jenis tertentu
dalam air
MANFAAT
:
Meningkatkan
daya tumbuh tanaman.
Mengembalikan
kesuburan tanah.
Sebagai
penghalau hama/penyakit tanaman.
UNSUR-UNSUR
YANG TERKANDUNG DALAM PUPUK CAIR :
Dalam
pupuk cair terdapat unsur-unsur hara yang dibutuhkan untuk
pertumbuhan, perkembangbiakan dan kesehatan tanaman, antara lain:
Unsur
Nitrogen (N):
Merangsang
pertumbuhan tunas, batang dan daun. Dalam pupuk cair ada pada
daun-daun Leguminosa. Dalam pupuk Anorganik ada pada pupuk urea.
Unsur
Pospor (P):
Merangsang
pertumbuhan akar,pertumbuhan bunga dan buah.Dalam pupuk cair
ada pada abu dapur. Dalam pupuk anorganik
ada pada pupuk TSP.
Unsur
Kalium (K):
Meningkatkan
ketahanan tanaman terhadap serangan hama/penyakit serta memperkuat
serat batang agar tidak mudah rebah.Dalam pupuk cair ada pada Kotoran
Ternak. Dalam pupuk Anorganik ada pada pupuk KCL.
ALAT
DAN BAHAN:
Alat:
- Drum atau bak yang dibuat dari semen yang berguna untuk merendam/fermentasi bahan-bahan untuk pembuatan pupuk cair.
- Karung plastic untuk mengisi daun-daun legume
- dan kotoran ternak.
- Parang/pisau untuk mengambil daun-daun Leguminosa.
- Batu untuk pemberat supaya karung bisa tenggelam.
- Tali untuk mengikat ujung karung dan tutupan drum/bak apabila berasal dari plastic atau bahan lokal lainnya.
- Penutup drum/bak supaya air hujan tidak masuk dan mencegah pengua pan.
Bahan:
- Daun-daun leguminosa seperti:
- Kaliandra, Gamal, Lamtoro, Turi dll.
- Kotoran ternak seperti:
- Sapi, Kambing, Babi, Ayam, Kerbau,dll
CARA
PEMBUATAN :
- Karung diisi dengan daun-daun legumenose dan kotoran ternak. Masing-masing, 25 kg. Bisa daun legumnya lebh banyak ataupun kotoran ternak yang lebih banyak jumlahnya.Karung-karung tersebut ujungnya diikat dengan tali.
- Masukan karung tersebut kedalam drum/bak yang masih kosong,kemudian di isi dengan air sampai melewati seluruh permukaan karung.
- Tekanlah dengan batu yang cukup berat, sehingga karung-karung tersebut dapat tenggelam.
- Tutuplah drum/bak tersebut dengan tutupannya atau dengan plastic atau bahan lokal lainnya dan dibiarkan selama 2 s/d 3 minggu
- Setelah 2 atau 3 minggu, batu dan karung diangkat.Larutan dalam Drum atau gentong inilah yang dinamakan Pupuk Cair.Ampas yang ada di dalam karung dapat digunakan untuk pupuk tanaman, dengan cara sebar atau hamburkan pada lahan sekitar tanaman.
CARA
PENGGUNAAN :
- Campurkan 1 liter pupuk cair berbanding 3 liter air. (Apabila keseluruhan bahannya berasal dari daun-daun leguminosa).
- Campurkan 1 liter pupuk cair berbanding 5 liter air. (Apabila bahannya dari kotoran ternak).
- Campurkan 1 liter pupuk cair berbanding 8 liter air,apabila bahannya terdiri dari daun-daun leguminosa dan kotoran ternak..
- Setelah itu diaduk hingga merata,kemudian disiram atau disemprot pada tanaman secara merata.
- Untuk Sayuran dan Padi Sawah diberi pupuk cair 2 kali dalam seminggu. Sedangkan pada Tanaman Perkebunan setelah pembersihan/pemangkasan diberi pupuk cair 3 minggu sekali
KEKERINGAN: AKUMULASI KERUSAKAN ALAM
Bersahabat dengan ancaman adalah pilar utama yang membangkitkan optimisme manusia dalam menghadapi bencana. Kekeringan pun dilihat sebagai sebuah ancaman yang tidak perlu dirisaukan, melainkan dijadikan refleksi dan evaluasi terhadap kualitas ekologi. Prinsipnya kemampuan masyarakat melebihi ancaman, resiko bencana menjadi kecil seiring meningkatnya kapasitas masyarakat terhadap bencana. Sebaliknya, bencana membawa keraguan publik bila kapasitas dirinya sangat rendah dibanding dengan ancaman yang dihadapi. Untuk itu dibutuhkan penanggulangan bencana yang inheren dan koheren dengan berbasis pada analisis asset penghidupan; manusia, alam, fisik, sosial dan finansial. Kelima aset penghidupan hendaknya dipersiapkan dalam menghadapi kondisi kedaruratan yang timbul.
Paradigma penanggulangan bencana yang bernuansa tanggap darurat mestinya diubah menjadi Pengurangan Resiko Bencana. Atau diungkap dalam sebuah adagium “lebih baik diobati daripada disembuhkan”. Berarti upaya preventif lebih mujarab dibanding dari upaya kuratif. Begitupun dalam konteks kebencanaan, masyarakat semestinya dipersiapkan secara dini dipersiapkan sebelum datangnya bencana.
Analisis risiko didasarkan pada peningkatan kesadaran dan pendidikan publik, tinjauan tentang ciri-ciri teknis bahaya, seperti: merubah sikap dan perilaku terkait dengan lokasi, dampak kerusakan, frekuensi dan pengurangan risiko bencana berperan dalam kemungkinan, serta diaksentuasikan pada analisis tentang meningkatkan suatu “budaya pencegahan”. Aspek fisik, sosial dan ekonomi dari kerentanan investasi bencana dan cara-cara biaya/manfaat, tindakan-tindakan sekaligus memberi pertimbangan khusus pada Pengelolaan risiko bencana.
Berbagai kajian sektoral perlu dilakukan dalam bidang pertanian, transportasi, pendidikan, kesehatan maupun usaha kecil dan menengah. Kajian-kajian ini harus disertai penilaian risiko bencana, termasuk analisis dampak bencana di masa lalu. Kerentanan infrastruktur sosial dan fisik, serta implikasi risiko bencana terhadap pembaruan dan perubahan-perubahan struktural yang tengah dijalankan. Kajian-kajian ini juga harus menjelaskan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko, termasuk penyesuaian tujuan-tujuan dan kegiatan lain yang direncanakan.
Dari pemahaman ini, bio-regional NTT yang berkarakter kepulauan dan termasuk kawasan ring of fire. NTT juga memiliki banyak pulau yang gersang, terkecuali wilayah Maggarai. Malah di beberapa tempat di Pulau Timor, Sumba dan Flores memiliki keterbatasan air. Iklan “sumber air su dekat, kotong tidak terlambat lagi adalah sebuah ungkapan yang ironis bagi masyarakat Timor.
Di tengah krisis ekologi, pemerintah provinsi NTT dan pemerintah kabupaten mengeluarkan banyak Ijin Usaha Pertambangan. Kebijakan ini dinilai tidak sinkron dengan paradigma pengurangan resiko bencana.
Upaya perlindungan ekologi hendaknya menjadi suatu hal yang tidak bisa ditawar. Proses pemulihan ekologi melalui perluasan wilayah kawasan penyanggah dan perbaikan atas sistem pertanian berkelanjutan perlu mendapat perhatian serius pemerintah. Tidak ada artinya bila setiap kabupaten sudah dihiasi dengan BPBD dan program penanggulangan bencana tetapi proses penggerukan alam (pertambangan) oleh Dinas Pertambangan dan Energi melalui tindakan eksploitasi terus dilakukan. Argumentasi dasarnya adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ini adalah sebuah kebijakan yang tidak sinergis. Kiat pemulihan ekologi menjadi semu dan harapan akan peningkatan PAD menjadi absurd.
Padahal, banyak kearifan lokal di NTT bernuansakan perlindungan bumi dan pengurangan risiko bencana diakomodir dalam kebijakan pemerintah. Tidak akan mengurangi otoritas pemerintahan di NTT bila kearifan itu diakomodir dan diselaraskan dengan kebijakan pemerintahan. Apalagi, mayoritas petani NTT dan berbagai mata pencaharian lainnya masih bergantung pada kondisi keseimbangan ekologi. Diyakini penciptaan iklim mikro dapat memperbaiki pendapatan mayoritas penduduk NTT yang masih sangat bergantung pada alam.
Perubahan Iklim dan Dampaknya terhadap Petani
Perubahan iklim, climate change adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Perbincangan perubahan iklim menjadi interest para pihak di berbagai level, mulai dari konfrensi tingkat tinggi pemerintah antar negara, tingkat nasional dan daerah, bahkan sampai pada tingkat perbincangan masyarakat sehari-hari. Kesadaran para pihak akan pentingnya menyusun kebijakan, strategi dan tindakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta dampaknya semakin dirasakan. Perubahan iklim pun ditenggarai berkontribusi pada peningkatan frekwensi dan intensitas ancaman/bahaya bencana yang terkait iklim (climate related hazards) seperti banjir, longsor, kekeringan, gelombang panas, badai, kebakaran, dll yang berujung pada meningkatnya risiko dan dampak bencana.
Bencana banjir, kekeringan, badai, longsor dan kebakaran hutan telah menyebabkan banyak kehilangan nyawa manusia dan penghidupan terkait dengan iklim, serta hancurnya ekonomi dan infrastruktur sosial dan kerusakan lingkungan. Di banyak tempat di dunia, frekuensi dan intensitas bencana ini cenderung meningkat (Sivakumar, 2005). Banjir dan badai mengakibatkan 70% dari total bencana dan sisanya 30% diakibatkan oleh kekeringan, longsor, kebakaran hutan, gelombang panas, dan lain-lain.
Dari pemahaman ini, tentunya yang sangat merasakan dampaknya adalah petani. Karena petani masih bergantung pada kondisi alam dan musim yang terjadi. Lamanya musim panas pada tahun 2015 ini sedang menjadi fakta empiris yang harus direfleksi berbagai pihak. Akibat keserakahan sekelompok manusia telah menjerat petani dalam lilitan permasalahan pertanian terutama tidak stabilnya musim dan munculnya berbagai hama bagi tumbuhan di kebun petani. Bukan hanya itu, rantai distribusi produk kebun yang panjang membuat hasil produksi petani menjadi murah. Tak heran secara ekonomi, petani hanya dibanggakan sebagai soko guru ekonomi indonesia yang terus dililit kemiskinan dan utang.
Solusi Mitigasi Perubahan Iklim
Disadari atau tidak, perubahan iklim telah terjadi akibat berbagai permasalahan krisis lingkungan. Akar masalahnya, Pemeritan Provinsi NTT dan Pemkab se-NTT belum maksimal mencermati kebijakan pengurusan sumberdaya alam.
Pengurusan sumberdaya alam lebih dikedepankan kepentingan ekonomi daripada kepentingan ekologi, sosial dan budaya. Akibatnya, kelompok tertentu saja yang menguasai keuntungan pengelolaan sumberdaya alam. Hak Pengelolaan Hutan (HPH), Kontrak Karya Pertambangan, Hak Pengelolaan Pesisir dan Perikanan (HP3) sebagai mekanisme formal untuk mengeksploitasi sumberdaya alam mulai dari pegunungan, hutan, perkebunan, pemukiman, pesisir, dan laut atas nama investasi. Padahal, disinyalir bahwa bencana rentan terjadi di daerah-daerah krisis ekologi (akibat tindakan ekstraktif masyarakat dan pemerintah).
Mengantisipasi bencana di NTT, pemerintah perlu melakukan mitigasi pada kawasan-kawasan daerah ekologi genting akibat tindakan ekstraktif pemerintah misalnya melalui perijianan penebangan yang tidak terkontrol secara baik dan perijinan pertambangan. Selain itu, dilakukan pendidikan ekologi bagi rakyat agar terus membangun kultur cinta lingkungan. Ini bukan hal baru. sebab secara historis, hampir seluruh kepercayaan lokal itu bernuansa kosmosentris artinya percaya pada kekuatan alam. Alam dihormati sebagai sumber penghidupan yang harus dilestarikan. Namu ini kemudian termakan oleh virus penumpukan modal bagi segelintir orang yang menjadikan alam sebagai objek untuk dikeruk demi akselerasi pembangunan.
Untuk itu, pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT dituntut serius untuk melakukan pemulihan ekologi dengan melakukan penghijauan dan menghindari berbagai aktivitas perusakan lingkungan yang berdampak pada bencana. Selain itu, pemerintah perlu melakukan pendidikan kesiapsiagaan bencana di kawasan yang diidentifikasi sebagai daerah rentan. Misalnya; kawasan gunung api, kawasan hutan dan sungai dan berbagai daerah rentan lainnya. Hanya dengan jalan itu, rakyat dipersiapkan untuk selalu siaga bencana.
Paradigma penanggulangan bencana yang bernuansa tanggap darurat mestinya diubah menjadi Pengurangan Resiko Bencana. Atau diungkap dalam sebuah adagium “lebih baik diobati daripada disembuhkan”. Berarti upaya preventif lebih mujarab dibanding dari upaya kuratif. Begitupun dalam konteks kebencanaan, masyarakat semestinya dipersiapkan secara dini dipersiapkan sebelum datangnya bencana.
Analisis risiko didasarkan pada peningkatan kesadaran dan pendidikan publik, tinjauan tentang ciri-ciri teknis bahaya, seperti: merubah sikap dan perilaku terkait dengan lokasi, dampak kerusakan, frekuensi dan pengurangan risiko bencana berperan dalam kemungkinan, serta diaksentuasikan pada analisis tentang meningkatkan suatu “budaya pencegahan”. Aspek fisik, sosial dan ekonomi dari kerentanan investasi bencana dan cara-cara biaya/manfaat, tindakan-tindakan sekaligus memberi pertimbangan khusus pada Pengelolaan risiko bencana.
Berbagai kajian sektoral perlu dilakukan dalam bidang pertanian, transportasi, pendidikan, kesehatan maupun usaha kecil dan menengah. Kajian-kajian ini harus disertai penilaian risiko bencana, termasuk analisis dampak bencana di masa lalu. Kerentanan infrastruktur sosial dan fisik, serta implikasi risiko bencana terhadap pembaruan dan perubahan-perubahan struktural yang tengah dijalankan. Kajian-kajian ini juga harus menjelaskan tindakan-tindakan yang perlu dilakukan untuk mengurangi risiko, termasuk penyesuaian tujuan-tujuan dan kegiatan lain yang direncanakan.
Dari pemahaman ini, bio-regional NTT yang berkarakter kepulauan dan termasuk kawasan ring of fire. NTT juga memiliki banyak pulau yang gersang, terkecuali wilayah Maggarai. Malah di beberapa tempat di Pulau Timor, Sumba dan Flores memiliki keterbatasan air. Iklan “sumber air su dekat, kotong tidak terlambat lagi adalah sebuah ungkapan yang ironis bagi masyarakat Timor.
Di tengah krisis ekologi, pemerintah provinsi NTT dan pemerintah kabupaten mengeluarkan banyak Ijin Usaha Pertambangan. Kebijakan ini dinilai tidak sinkron dengan paradigma pengurangan resiko bencana.
Upaya perlindungan ekologi hendaknya menjadi suatu hal yang tidak bisa ditawar. Proses pemulihan ekologi melalui perluasan wilayah kawasan penyanggah dan perbaikan atas sistem pertanian berkelanjutan perlu mendapat perhatian serius pemerintah. Tidak ada artinya bila setiap kabupaten sudah dihiasi dengan BPBD dan program penanggulangan bencana tetapi proses penggerukan alam (pertambangan) oleh Dinas Pertambangan dan Energi melalui tindakan eksploitasi terus dilakukan. Argumentasi dasarnya adalah peningkatan Pendapatan Asli Daerah (PAD). Ini adalah sebuah kebijakan yang tidak sinergis. Kiat pemulihan ekologi menjadi semu dan harapan akan peningkatan PAD menjadi absurd.
Padahal, banyak kearifan lokal di NTT bernuansakan perlindungan bumi dan pengurangan risiko bencana diakomodir dalam kebijakan pemerintah. Tidak akan mengurangi otoritas pemerintahan di NTT bila kearifan itu diakomodir dan diselaraskan dengan kebijakan pemerintahan. Apalagi, mayoritas petani NTT dan berbagai mata pencaharian lainnya masih bergantung pada kondisi keseimbangan ekologi. Diyakini penciptaan iklim mikro dapat memperbaiki pendapatan mayoritas penduduk NTT yang masih sangat bergantung pada alam.
Perubahan Iklim dan Dampaknya terhadap Petani
Perubahan iklim, climate change adalah suatu perubahan statistik yang signifikan pada pengukuran keadaan rata-rata atau ketidakkonsistenan iklim di suatu tempat atau daerah selama periode waktu yang panjang, yang diakibatkan baik secara langsung maupun tidak langsung oleh dampak kegiatan manusia pada komposisi atmosfer global atau oleh ketidakkonsistenan alam.
Perbincangan perubahan iklim menjadi interest para pihak di berbagai level, mulai dari konfrensi tingkat tinggi pemerintah antar negara, tingkat nasional dan daerah, bahkan sampai pada tingkat perbincangan masyarakat sehari-hari. Kesadaran para pihak akan pentingnya menyusun kebijakan, strategi dan tindakan mitigasi dan adaptasi perubahan iklim serta dampaknya semakin dirasakan. Perubahan iklim pun ditenggarai berkontribusi pada peningkatan frekwensi dan intensitas ancaman/bahaya bencana yang terkait iklim (climate related hazards) seperti banjir, longsor, kekeringan, gelombang panas, badai, kebakaran, dll yang berujung pada meningkatnya risiko dan dampak bencana.
Bencana banjir, kekeringan, badai, longsor dan kebakaran hutan telah menyebabkan banyak kehilangan nyawa manusia dan penghidupan terkait dengan iklim, serta hancurnya ekonomi dan infrastruktur sosial dan kerusakan lingkungan. Di banyak tempat di dunia, frekuensi dan intensitas bencana ini cenderung meningkat (Sivakumar, 2005). Banjir dan badai mengakibatkan 70% dari total bencana dan sisanya 30% diakibatkan oleh kekeringan, longsor, kebakaran hutan, gelombang panas, dan lain-lain.
Dari pemahaman ini, tentunya yang sangat merasakan dampaknya adalah petani. Karena petani masih bergantung pada kondisi alam dan musim yang terjadi. Lamanya musim panas pada tahun 2015 ini sedang menjadi fakta empiris yang harus direfleksi berbagai pihak. Akibat keserakahan sekelompok manusia telah menjerat petani dalam lilitan permasalahan pertanian terutama tidak stabilnya musim dan munculnya berbagai hama bagi tumbuhan di kebun petani. Bukan hanya itu, rantai distribusi produk kebun yang panjang membuat hasil produksi petani menjadi murah. Tak heran secara ekonomi, petani hanya dibanggakan sebagai soko guru ekonomi indonesia yang terus dililit kemiskinan dan utang.
Solusi Mitigasi Perubahan Iklim
Disadari atau tidak, perubahan iklim telah terjadi akibat berbagai permasalahan krisis lingkungan. Akar masalahnya, Pemeritan Provinsi NTT dan Pemkab se-NTT belum maksimal mencermati kebijakan pengurusan sumberdaya alam.
Pengurusan sumberdaya alam lebih dikedepankan kepentingan ekonomi daripada kepentingan ekologi, sosial dan budaya. Akibatnya, kelompok tertentu saja yang menguasai keuntungan pengelolaan sumberdaya alam. Hak Pengelolaan Hutan (HPH), Kontrak Karya Pertambangan, Hak Pengelolaan Pesisir dan Perikanan (HP3) sebagai mekanisme formal untuk mengeksploitasi sumberdaya alam mulai dari pegunungan, hutan, perkebunan, pemukiman, pesisir, dan laut atas nama investasi. Padahal, disinyalir bahwa bencana rentan terjadi di daerah-daerah krisis ekologi (akibat tindakan ekstraktif masyarakat dan pemerintah).
Mengantisipasi bencana di NTT, pemerintah perlu melakukan mitigasi pada kawasan-kawasan daerah ekologi genting akibat tindakan ekstraktif pemerintah misalnya melalui perijianan penebangan yang tidak terkontrol secara baik dan perijinan pertambangan. Selain itu, dilakukan pendidikan ekologi bagi rakyat agar terus membangun kultur cinta lingkungan. Ini bukan hal baru. sebab secara historis, hampir seluruh kepercayaan lokal itu bernuansa kosmosentris artinya percaya pada kekuatan alam. Alam dihormati sebagai sumber penghidupan yang harus dilestarikan. Namu ini kemudian termakan oleh virus penumpukan modal bagi segelintir orang yang menjadikan alam sebagai objek untuk dikeruk demi akselerasi pembangunan.
Untuk itu, pemerintah provinsi dan kabupaten di NTT dituntut serius untuk melakukan pemulihan ekologi dengan melakukan penghijauan dan menghindari berbagai aktivitas perusakan lingkungan yang berdampak pada bencana. Selain itu, pemerintah perlu melakukan pendidikan kesiapsiagaan bencana di kawasan yang diidentifikasi sebagai daerah rentan. Misalnya; kawasan gunung api, kawasan hutan dan sungai dan berbagai daerah rentan lainnya. Hanya dengan jalan itu, rakyat dipersiapkan untuk selalu siaga bencana.
Langganan:
Postingan (Atom)
<marquee>WTM LAKUKAN VAKSIN AYAM DI 3 KELOMPOK TANI DI EGON GAHAR</marquee>
Ansel Gogu (Kader Tani WTM) sedang Vaksin ayam anggota Kel. Tani Egon Gahar, KN , Dalam rangka mendorong sebuah pola budi daya ternak t...
-
PROGRAM : PENINGKATAN PENDAPATAN MASYARAKAT DALAM MENDUKUNG MANAJEMEN EKOSISTEM BERKELANJUTAN DI KAWASAN EGON 1. LATAR BELAKANG ...
-
Secara historis-kultural, padi merupakan sebuah tanaman yang diyakini sebagai dewi. Atau dalam sebutan orang sikka dua nalu pare...